Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik
Mau bilang keturunan Cina sensitif, disebut kafir ada yang mencak mencak, ya non muslim saja aman. Adalah Philips Joeng pelatih anjing di Surabaya yang di medsos terungkap menjadi biang kasus Habib Rizieq Shihab dengan fitnah pembuatan chat palsu. Hingga kini sedikitpun Philips Joeng ini tak tersentuh hukum. Sepertinya mendapat perlindungan.
Muncul dan ramai sekarang adalah keturunan Cina eh non muslim lain Royson Jordany Tjahya yang berfoto dengan beberapa pejabat Menteri Mahfud MD dan Menteri Budi Karya. Anak nakal ini dahulu menyebarkan video dirinya yang memaki maki Presiden Jokowi bahkan mengancam membunuh segala. Tergambar keangkuhan dirinya yang melecehkan Presiden. Tapi hingga kini bebas berkeliaran. Rupanya anak muda ini adalah putra pengusaha Heri Sukanto Tjahya konglomerat berpengaruh.
Sebaliknya, dengan tuduhan menghina Presiden MFB atau Ringgo Abdillah siswa SMK ditangkap di Medan, Jamal Adil di Cilincing, Ropi Yatsman di Padang, M arsyad Assegaf di Ciracas, Faizal M Tonong di Jakarta, juga Sri Rahayu di Cianjur. Menurut Kepolisian mereka ditangkap karena melanggar UUITE dan KUHP yang berkaitan dengan SARA dan menghina Presiden. Begitu juga Habib Ja`far Shodiq yang diproses karena dituduh menghina Wakil Presiden saat ceramah.
Sikap dan model Royson Jordany yang tidak jera bahkan makin merajalela dengan tampilan yang "dekat pejabat" sungguh keterlaluan dan menyesakkan. Wajah wajah Royson dalam kehidupan sehari hari di masyarakat kita cukup banyak dan meresahkan. Keangkuhan kelas karena kekayaan atau kedekatan membuat masyarakat mulai merasa jengkel bahkan muak. Ada api dalam sekam sebenarnya.
Pemerintah terlebih aparat kiranya dapat lebih tanggap dengan keadaan ini. Royson, Philips dan sejenisnya mesti diproses hukum dengan adil. Diskriminasi mesti dihentikan. UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis bukan hanya berlaku bagi rakyat atau masyarakat tetapi juga bagi pejabat dan aparat.
Bangsa Indonesia tidak boleh menjadi obyek diskriminasi. Kita perlu waspada oleh para WNI yang tak mau diakui sebagai bangsa Indonesia. Mereka bahkan lebih bangga disebut bangsa Cina. Ketika kita dibatasi menyebut diri Pribumi mereka lebih suka menyebut bangsa nenek moyangnya. Pembauran hanya ceritra tentang masa lalu.
Koruptor besar bermata sipit banyak yang kabur ke negeri moyangnya atau ke negeri "aman". Mengeruk untung dengan cara haram di negara Indonesia. Ketika terbongkar keserakahannya lalu kabur. Kita teringat Eddy Tanzil, Syamsul Nursalim, Eko Adi Putranto, Djoko Tjandra, Samadikun Hartono. Atau pengemplang pajak (tax havens) atas nama James Riady, Eka Tjipta Wijaya, Keluarga Salim, Sukanto Tanoto, dan Prayogo Pangestu.
Semua pengeruk kekayaan bangsa dan negara Indonesia.
Royson adalah wajah keturunan Cina non muslim yang menjadi wajah negara "up to date". Kuantitas dan kualitas yang jauh bergeser dari masa lalu. Bukan yang berbasa basi berendah diri pada kaum pribumi. Kini telah menjadi anak bangsawan atau raja.
Jika tak ada perubahan kebijakan mendasar dalam peraturan perundang undangan atau sikap tegas pemerintah, maka pribumi akan habis dan akan menjadi kacung di negerinya sendiri. Kacung di negerinya sendiri !
Mau bilang keturunan Cina sensitif, disebut kafir ada yang mencak mencak, ya non muslim saja aman. Adalah Philips Joeng pelatih anjing di Surabaya yang di medsos terungkap menjadi biang kasus Habib Rizieq Shihab dengan fitnah pembuatan chat palsu. Hingga kini sedikitpun Philips Joeng ini tak tersentuh hukum. Sepertinya mendapat perlindungan.
Muncul dan ramai sekarang adalah keturunan Cina eh non muslim lain Royson Jordany Tjahya yang berfoto dengan beberapa pejabat Menteri Mahfud MD dan Menteri Budi Karya. Anak nakal ini dahulu menyebarkan video dirinya yang memaki maki Presiden Jokowi bahkan mengancam membunuh segala. Tergambar keangkuhan dirinya yang melecehkan Presiden. Tapi hingga kini bebas berkeliaran. Rupanya anak muda ini adalah putra pengusaha Heri Sukanto Tjahya konglomerat berpengaruh.
Sebaliknya, dengan tuduhan menghina Presiden MFB atau Ringgo Abdillah siswa SMK ditangkap di Medan, Jamal Adil di Cilincing, Ropi Yatsman di Padang, M arsyad Assegaf di Ciracas, Faizal M Tonong di Jakarta, juga Sri Rahayu di Cianjur. Menurut Kepolisian mereka ditangkap karena melanggar UUITE dan KUHP yang berkaitan dengan SARA dan menghina Presiden. Begitu juga Habib Ja`far Shodiq yang diproses karena dituduh menghina Wakil Presiden saat ceramah.
Sikap dan model Royson Jordany yang tidak jera bahkan makin merajalela dengan tampilan yang "dekat pejabat" sungguh keterlaluan dan menyesakkan. Wajah wajah Royson dalam kehidupan sehari hari di masyarakat kita cukup banyak dan meresahkan. Keangkuhan kelas karena kekayaan atau kedekatan membuat masyarakat mulai merasa jengkel bahkan muak. Ada api dalam sekam sebenarnya.
Pemerintah terlebih aparat kiranya dapat lebih tanggap dengan keadaan ini. Royson, Philips dan sejenisnya mesti diproses hukum dengan adil. Diskriminasi mesti dihentikan. UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis bukan hanya berlaku bagi rakyat atau masyarakat tetapi juga bagi pejabat dan aparat.
Bangsa Indonesia tidak boleh menjadi obyek diskriminasi. Kita perlu waspada oleh para WNI yang tak mau diakui sebagai bangsa Indonesia. Mereka bahkan lebih bangga disebut bangsa Cina. Ketika kita dibatasi menyebut diri Pribumi mereka lebih suka menyebut bangsa nenek moyangnya. Pembauran hanya ceritra tentang masa lalu.
Koruptor besar bermata sipit banyak yang kabur ke negeri moyangnya atau ke negeri "aman". Mengeruk untung dengan cara haram di negara Indonesia. Ketika terbongkar keserakahannya lalu kabur. Kita teringat Eddy Tanzil, Syamsul Nursalim, Eko Adi Putranto, Djoko Tjandra, Samadikun Hartono. Atau pengemplang pajak (tax havens) atas nama James Riady, Eka Tjipta Wijaya, Keluarga Salim, Sukanto Tanoto, dan Prayogo Pangestu.
Semua pengeruk kekayaan bangsa dan negara Indonesia.
Royson adalah wajah keturunan Cina non muslim yang menjadi wajah negara "up to date". Kuantitas dan kualitas yang jauh bergeser dari masa lalu. Bukan yang berbasa basi berendah diri pada kaum pribumi. Kini telah menjadi anak bangsawan atau raja.
Jika tak ada perubahan kebijakan mendasar dalam peraturan perundang undangan atau sikap tegas pemerintah, maka pribumi akan habis dan akan menjadi kacung di negerinya sendiri. Kacung di negerinya sendiri !