Kartu Pra-Kerja: Antara Ilusi dan Realita

Ridhmedia
05/12/19, 02:57 WIB
Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam, Dosen dan Pengamat Politik

Pemerintah akan segera menggulirkan program Kartu Pra Kerja. Nantinya kartu ini diperuntukkan bagi pemuda belum mendapatkan pekerjaan maupun mereka yang akan mengikutipelatihankerja.
"Pemerintah akan menggulirkan namanya Kartu Pra Kerja. Kartu Pra Kerja ini adalah dimaksudkan untuk pemuda terutama yang belum dapatkan pekerjaan dan dia ingin mendapatkan pelatihan, pengalaman pelatihan, maka biaya untuk pelatihan itu bisa diambilkan dari bantuan Kartu Pra Kerja itu,"

kata Menko PMK Muhadjir Effendy saat ditemui usai menghadiri Upacara Puncak Ekspedisi Bakti Pemuda PMK untuk NKRI di Lapangan Rindam Kota Magelang, Kamis (21/11/2019).

Adapun yang membutuhkan kartu pra kerja sekitar 10 juta orang. Namun demikian nantinya akan diseleksi. Hal ini juga masih akan dibahas dalam rapat terbatas (ratas), dimana akan ditetapkan kuota masing-masing provinsi untuk penerimanya.

Penerima kartu pra kerja tersebut akan diprioritaskan untuk mereka yang memang siap memasuki dunia kerja, namun belum memiliki keterampilan yang dibutuhkan. Penerima kartu selanjutnya bisa mengikuti pelatihan yang dibuka oleh lembaga swasta dan biayanya bisa ditanggung oleh negara. Hasil  rapat kabinet terbatas, Presiden meminta paling lambat Februari tahun 2020 program ini sudah bisa dieksekusi.  (Detik.com, Kamis 21/11/2019)

Program penggajian untuk para pengangguran adalah salah satu janji kampanye Presiden Jokowi untuk 5 tahun ke depan. Menanggapi kebijakan penggajian yang akan dicairkan pada bulan Februari tahun depan, ada baiknya dikritisi dari hal –hal berikut:

Pertama, janji awal Presiden adalah akan memberikan gaji/bulan bagi mereka yang kalangan muda/penganggruan yang sudah sarjana namun belum bekerja, akan diberiakn santunan oleh Negara sampai ia mendapatkan pekerjaan. Namun janji itu kini berubah haluan. Bukan untuk menggaji yang tidak bekerja, tetapi memberikan biaya/tanggungan dana apabila ingin mendapatkan pelatihan skill. Maka Negara akan menanggung biayanya. Artinya, hanya menanggung biaya pelatihan, soal bekerja atau tidak setelah pelatihan, itu bukan lagi urusan pemerintah.

Kedua, jumlah pengangguran intelektual alias sarjana di negeri ini sangat tinggi. Mencapai jutaan. Bahkan seperti disampaikan Muhadjir ada sekitar 10 juta yang membutuhkan kartu prakerja itu. Ironisnya, dengan angka 10 juta itu masih akan diseleksi dengan persyaratan yang akan dirancang oleh Kementerian terkait. Artinya, tidak semua akan dapat kartu prakerja. Lalu, bagi yang tidak lulus seleksi, akan kemana?

Ketiga. Kartu pra kerja hanyalah ilusi belaka yang tidak sesuai realita. Pemerintah memberikan dana untuk pelatihan agar mempunyai skill ketika mereka nanti melamar pekerjaan. Lalu, dimana lapangan kerja  tersedia bagi mereka? Bukankah perusahaan –perusahaan asing kini dan seterusnya akan membawa sendiri pekerjanya dari luar negeri? Jangankan perusahaan, pendidikan saja akan impor guru, dosen dan rektor. Bukan cuma mereka yang berada dibidang skill fisik yang membutuhkan kerja, tapi para jurusan pendidikan pun akan banyak menanggur jika guru impor segera diresmikan. Taidak hanya itu, untuk membuka usaha sendiri, mereka butuh dana besar agar usahanya maju dan bisa bersaing dengan yang lain. Terlebih dengan pengusaha asing yang bercokol di negeri ini.

Keempat, untuk pencairan dana kartu prakerja, darimana pemerintah akan mengambil? Bukankah pos-pos APBN telah final? Tapi ada dua kemungkinan yang bisa dialkukan untuk itu, cara pertama dengan menambah hutang luar negeri, dan yang kedua memangkas hak – hak rakyat seperti meminimalisir penerimaan jumlah ASN. Tentunya sudah jelas bahwa semakin banyak program-program tambahan pengeluaran tetap APBN Negara, akan membuat negara terpancing dengan penambahan hutang yang membuat negeri ini semakin menjerit dan dirugikan.

Beginilah cara pemerintah mengurus pengangguran dalam sistem kapitalis. Memberikan solusi yang ilusi tanpa melihat realita lapangan. Menentukan dan mengeluarkan kebijakan sesukanya tanpa memahami hakikat kepengurusan hajat hidup rakyat. Ideologi kapitalis yang diadopsi negeri ini akan terus menambah angka pengangguran yang terus meroket meskipun kartu prakerja akan direalisasikan. Tidak akan memberi perubahan mendasar dan menyeluurh bagi angka pengangguran. Terlebih kebijakan ini sangat tidak adil bagi mereka yang sudah bekerja namun dengan gaji minim. Jika pengangguran akan diberi kartu prakerja untuk pelatihan saja sejumlah tujuh juta rupiah, lalu bagaimana dengan mereka yang sudah bekerja hanya menerima gaji ratusan ribu? Contoh paling dekat adalah guru honorer. Mereka sudah mengabdi dengan mengabiskan puluhan tahun, tanpa kejelasan nasib kapan akan diangkat jadi ASN. Gaji hanya berpatok pada dana operasional sekolah atau kebijakan komite sekolah. Bukankah ini kebijakan yang mendzalimi? Kebijakan yang menindas dan memberi harapan palsu.

Dalam perspektif Islam, pekerjaan adalah hak setiap warga Negara khususnya kaum laki-laki. Pengaturan tenaga kerja dalam Negara menurut Islam adalah Pemerintah harus menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat bukan kebutuhan kaum pemodal. Selama pekerjaan itu halal dan tidak mengundang mudharat, maka tidak ada pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Jadi, lapangngan kerja bagi laki – laki lah yang diutamakan. Sebab, sebagai kepala rumah tangga, dia wajib menafkahi keluarganya dengan sebaik-baiknya. Bukan berarti perempuan tidak boleh bekerja. Perempuan boleh saja bekerja di ranah public dengan dua syarat.

Pertama, pekerjaan itu adalah pekerjaan yang mampu menjaga kehormatan dan ketaqwaannya. Kedua, pekerjaan tersebut juga sebagai ajang untuk menyalurkan ilmunya bukan sekedar mengejar materi. Misalnya, ia adalah sarjana keguruan, kedokteran, kebidanan, managemen keunagan, dan lain lain. Karena ia juga dapat memeproleh amal zariyah dengan pekerjaannnya. Dan perkara–perkara tersebut harus diperhatikan oleh Negara. 

Tidak seperti sekarang program pengrusakan keluarga dan kaum wanita oleh kapitalisme telah menempatkan tenaga kerja wanita dalam porsi yang sangat besar. Dan ini juga bisa menjadi salah satu pemicu kesulitan lapangan kerja bagi laki-laki. Jikalau pun ada hanyalah pengangguran  yang benar-benar tidak mampu bekerja secara fisik dan tidak mempunya kerabat keluarga yang membelanjainya. Maka Negara akan turun tangan membiayai hidupnya. Sektor-sektor stargetis seperti sumber daya alam akan dikelola mandiri oleh Negara bukan diberikan pada investor asing dan tentunya akan dipekerjakan dari teknisi-teknisi sarjana dalam negeri yang ahli dibidangnya. Sistem pendidikan akan menopang lahirnya para ahli sehingga Negara tidak perlu impor tenaga kerja atau tenaga ahli meskipun itu boleh saja. Tapi peluangnya amat kecil. Islam sangat memberikan perhatian serius bagi ketersediaan lapangan kerja. karena itu menjadi usaha bagi para suami dan ayah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Begitulah indahnya Negara yang diatur dalam aturan Islam yang mulia. Urusan tenaga kerja serta lapangannya adalah kewajiban Negara untuk menyediakannya. Maka solusi untuk mereka yang pra kerja bukanlah kartu, tapi jaminan kepastian lapangan kerja yang menjadi kewajiban penguasa negeri ini untuk menyediakannya, mengambil alih kembali kepemilikan sumber daya alam yang telah dikuasai asing untuk dikelola mandiri yang tentunya akan memberikan peluang kerja bagi sarjana-sarjana pra kerja. Dan itu hanya akan didapatkan jika aturan Islam diterapkan seacara totalitas. []
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+