RIDHMEDIA - Laporan terbaru Bank Dunia mencatat bahwa negara berkembang telah mencapai rekor tercepat dan terbesar dalam mencetak utang dalam 50 tahun terakhir. Karena itu, Bank Dunia meminta negara-negara berkembang untuk mewaspadai datangnya ancaman krisis ekonomi.
Bank Dunia juga mencatat, pada saat yang sama dengan rekor utang tersebut, pertumbuhan ekonomi di negara berkembang justru melambat. Walhasil, jika gelombang krisis ekonomi benar-benar pecah, maka dampaknya akan lebih buruk lagi karena akan menghantam perusahaan-perusahaan swasta selain pemerintah.
“Ukuran, kecepatan, dan luasnya gelombang utang terbaru harus menjadi perhatian kita semua,” kata Presiden Bank Dunia, David Malpass dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Bisnis, Jumat 20 Desember 2019.
Laporan Bank Dunia tersebut menyoroti lonjakan utang yang mencolok di negara-negara baru tumbuh dan berkembang (EMDE). “Utang mereka merupakan yang terbesar, tercepat, dan paling luas dalam 50 tahun terakhir," tulis laporan itu.
Setelah menurun selama krisis keuangan global 2008, di tengah biaya pinjaman yang sangat rendah dalam delapan tahun sejak 2010, utang negara-negara tersebut justru naik ke level tertinggi. Bahkan, rasio utang negara berkembang ini mencapai sekitar 170 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurut Bank Dunia, pertumbuhan utang terbesar terjadi di Cina (setara dengan lebih dari US$20 triliun). Namun, Beijing sekaligus juga memberikan piutang besar bagi negara-negara berpenghasilan rendah.
Laporan itu juga memperingatkan bahwa gelombang utang saat ini bisa mengikuti pola historis dan berujung pada krisis keuangan di negara-negara berkambang terutama jika suku bunga melonjak atau jika ada goncangan global yang tiba-tiba.
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional telah mengeluarkan peringatan tentang pertumbuhan utang global selama bertahun-tahun, tetapi laporan terakhir lebih tajam. Karena itu lembaga tersebut meningkatkan intensitas seruannya bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah guna mencegah krisis utang.
Direktur Utama IMF Kristalina Georgieva mengatakan negara-negara berkembang terutama di Afrika perlu mencapai keseimbangan yang tepat antara pengembangan pembiayaan dan tingkat utang yang dapat dikelola. IMF melaporkan, total utang global naik menjadi US$188 triliun pada akhir 2018 atau setara dengan hampir 230 persen ekonomi dunia. [ti]
Bank Dunia juga mencatat, pada saat yang sama dengan rekor utang tersebut, pertumbuhan ekonomi di negara berkembang justru melambat. Walhasil, jika gelombang krisis ekonomi benar-benar pecah, maka dampaknya akan lebih buruk lagi karena akan menghantam perusahaan-perusahaan swasta selain pemerintah.
“Ukuran, kecepatan, dan luasnya gelombang utang terbaru harus menjadi perhatian kita semua,” kata Presiden Bank Dunia, David Malpass dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Bisnis, Jumat 20 Desember 2019.
Laporan Bank Dunia tersebut menyoroti lonjakan utang yang mencolok di negara-negara baru tumbuh dan berkembang (EMDE). “Utang mereka merupakan yang terbesar, tercepat, dan paling luas dalam 50 tahun terakhir," tulis laporan itu.
Setelah menurun selama krisis keuangan global 2008, di tengah biaya pinjaman yang sangat rendah dalam delapan tahun sejak 2010, utang negara-negara tersebut justru naik ke level tertinggi. Bahkan, rasio utang negara berkembang ini mencapai sekitar 170 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurut Bank Dunia, pertumbuhan utang terbesar terjadi di Cina (setara dengan lebih dari US$20 triliun). Namun, Beijing sekaligus juga memberikan piutang besar bagi negara-negara berpenghasilan rendah.
Laporan itu juga memperingatkan bahwa gelombang utang saat ini bisa mengikuti pola historis dan berujung pada krisis keuangan di negara-negara berkambang terutama jika suku bunga melonjak atau jika ada goncangan global yang tiba-tiba.
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional telah mengeluarkan peringatan tentang pertumbuhan utang global selama bertahun-tahun, tetapi laporan terakhir lebih tajam. Karena itu lembaga tersebut meningkatkan intensitas seruannya bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah guna mencegah krisis utang.
Direktur Utama IMF Kristalina Georgieva mengatakan negara-negara berkembang terutama di Afrika perlu mencapai keseimbangan yang tepat antara pengembangan pembiayaan dan tingkat utang yang dapat dikelola. IMF melaporkan, total utang global naik menjadi US$188 triliun pada akhir 2018 atau setara dengan hampir 230 persen ekonomi dunia. [ti]