Gerindra Bantah Tuduhan Mahfud MD Soal UU Pesanan

Ridhmedia
20/12/19, 18:38 WIB
RIDHMEDIA - Ketua Fraksi Gerindra di DPR, Ahmad Muzani membantah pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD terkait masih adanya pasal titipan dalam penyusunan Undang-undang. Dia menegaskan, dalam penyusunan Undang-undang usulan datang dari pemerintah dan DPR lalu dibahas bersama.

"Ya program yang disebut program titipan, kan legislasi itu kan datang dari pemerintah. Pemerintah kan juga menyusun satu rencana Undang-undang melalui daftar legislasi dan DPR juga sama menyampaikan pandangan untuk menyampaikan daftar legislasi," ungkapnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (20/12).

Sekretaris Jenderal Gerindra ini pun menjelaskan bahwa dalam penyusunan Undang-undang memang ada pertimbangan subjektif. Pertimbangan tersebut baik dari sisi DPR maupun pemerintah.

"DPR sumbernya dari komisi dan fraksi. Jadi subjektivitas pemerintah ada, subjektivitas DPR juga selalu ada. Jadi subjektivitas itu macam-macam," terang dia.

Sebagai contoh, dia menyebut RUU tentang Ibu Kota Negara (IKN). RUU tersebut merupakan usulan pemerintah dengan mempertimbangkan kepentingannya.

"Karena itu merupakan rencana pemerintah untuk memindahkan ibu kota. Misalnya begitu. Jadi saya kira pernyataan itu agak insinuatif (bersifat menyindir atau tuduhan) menurut saya. Pokoknya insinuatif," jelas dia.

"Karena pada akhirnya DPR itu lembaga politik. Lembaga politik itu berarti kompromi. Kadang-kadang kompromi tidak selalu dipertimbangkan dengan objektivitas, kadang-kadang gitu," tandasnya.

Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, Indonesia masih menghadapi persoalan dalam penyusunan Undang-undang. Ini disampaikan Mahfud saat memberikan sambutan dalam diskusi yang diadakan oleh Gerakan Suluh Kebangsaan dengan tema Merawat Semangat Hidup Berbangsa.

"Problem kita itu sekarang dalam membuat aturan hukum, itu sering kacau balau. Ada hukum yang dibeli, pasal-pasalnya dibuat karena pesanan, itu ada. Undang-undang yang dibuat karena pesanan, Perda juga ada. Disponsori oleh orang-orang tertentu agar ada aturan tertentu," kata Mahfud di Hotel Arya Duta, Jakarta, Kamis (19/12).

Dia pun menyebut, sekarang ini banyak aturan yang tumpang tindih antara satu dengan yang lain.

"Sehingga, Presiden sekarang membuat apa yang disebut omnibus law," jelas Mahfud.

Dia juga menyinggung soal penegakan hukum, masih dianggap tidak memenuhi unsur keadilan.

"Rasa keadilan sering ditabrak oleh formalitas-formalitas hukum. Oleh otoritas-otoritas yang mengatakan, kamu berpendapat begitu, kami kan yang memutuskan, misalnya. Lalu timbullah rasa ketidakadilan," tukasnya. [mdc]
Komentar

Tampilkan

Terkini