RIDHMEDIA - oleh Bambang Noroyono
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Rabu (4/12), menghadirkan Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Saifudin ke persidangan tindak pidana korupsi. Lukman, menjadi saksi untuk terdakwa kasus dugaan korupsi terkait jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama, Romahurmuziy alias Romi.
Ini menjadi pertama kali bagi Lukman hadir dalam persidangan korupsi di PN Tipikor Jakarta setelah sekian kali nama disebut-sebut dalam persidangan. Wawan Yunarwanto, sebagai kordinator JPU KPK, saat persidangan, mencecar Lukman tentang proses seleksi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Jawa Timur (Jatim) 2019 yang meloloskan Haris Hasanudin.
Dalam dakwaan Romi didakwa menerima suap bersama-sama dengan Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp325 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi. Dugaan suap terkait dengan pengangkatan kedua kepala kantor itu dalam jabatan masing-masing.
Padahal, diketahui Haris Hasanudin adalah peserta seleksi yang cacat persyaratan sejak awal seleksi karena pernah melakukan pelanggaran dan menjalani hukuman disiplin terkait jabatan sebelumnya. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dua kali merekomendasikan kepada Lukman agar Haris Hasanudin, dicoret atau digugurkan dari pencalonan.
Lukman mengakui rekomendasi tersebut, disuratkan pada 29 Januari dan 27 Febuari 2019 saat proses seleksi Kakanwil Kemenag Jatim sudah menghasilkan tiga nama kandidat, termasuk Haris Hasanudin. Namun menurut Lukman, dirinya tak punya kewenangan menjalankan rekomendasi dari KASN tersebut. Karena menurut dia, kewenangan menggugurkan atau mencoret kandidat yang masih dalam proses seleksi, ada pada panitia seleksi (pansel) yang saat itu dipimpin oleh Sekjen Kemenag Nur Kholis.
Sebab itu, kata Lukman, rekomendasi KASN tersebut ia teruskan kepada pansel agar ditindaklanjuti. Tetapi Lukman mengaku, pun meminta kepada sejumlah staf ahli bidang hukumnya di Kemenag untuk mengkaji rekomendasi KaSN tersebut sebagai dasar mengambil kebijakan nantinya.
Lukman menerangkan, kajian dari staf ahlinya menyatakan rekomendasi KaSN dapat dikesampingkan. Lukman mengatakan, tidak ada dasar hukum untuk mencoret seorang calon seleksi Kakanwil Kemenag yang dalam prosesnya tak melakukan pelanggaran hukum.
Sebaliknya, kata Lukman mencoret kandidat dalam proses seleksi malah akan berdampak hukum karena dapat melanggar hak konstitusional peserta seleksi untuk mengikuti tahap pencalonan Kakanwil Kemenag. “Hasil kajiannya benar, bahwa norma butir i (dalam rekomendasi KaSN), bisa dikesampingkan,” kata Lukman di persidangan, Rabu (4/12).
Namun demikian, Lukman dalam pernyataan selanjutnya, mengaku tak pernah sekalipun merekomendasikan kepada pansel untuk meloloskan Haris Hasanudin ke posisi tiga besar calon Kakanwil Kemenag Jatim yang masih dalam proses ketika itu. Meskipun, Lukman mengakui dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat penyidikan di KPK, mengakui kenal dengan Haris Hasanudin, ketimbang para calon lainnya.
Jaksa Wawan, pun mencecar Lukman, tentang pengakuan Lukman dalam BAP, yang mengenal Haris Hasanudin di antara para kandidat Kakanwil lainnya. “Betul itu?” tanya jaksa Wawan.
Lukman menerangkan, pengakuannya dalam BAP tersebut, benar. Hanya, kata dia, konteks kenalnya dengan Haris Hasanudin yang ia sampaikan kepada KPK, ketika dalam satu percakapan dengan Ketua Pansel Nur Cholis tentang keseluruhan proses kandidat Kakanwil Kemenag di sejumlah daerah.
“Ketika sampai proses yang di Jawa Timur, saudara Nur Cholis menanyakan kepada saya, ‘ini ada empat nama. lalu, bagaimana?',” kata Nur Cholis seperti diceritakan Lukman.
“Lalu saya minta saudara Heri untuk mengembalikan uang itu,” ujar Lukman Hakim Saifuddin.
Lukman pun menjawab pertanyaan Nur Cholis tersebut dengan pengakuannya yang hanya mengenal Haris Hasanudin dari seluruh nama kandidat.
“Memang yang paling saya kenal adalah Haris. Karena sebelumnya dia menjabat Plt Kakanwil Jatim. Jadi saya sudah tahu kinerjanya, cara bekerjanya, wawasannya dan lain-lain,” terang Lukman.
Tetapi, Lukman menegaskan, meski dirinya kenal dengan Haris Hasanudin, hal itu tak membuat dirinya memengaruhi proses seleksi kandidat Kakanwil Kemenag Jatim yang ketika itu sudah memasuki tahap akhir. Lukman pun mengakui tentang adanya persoalan sanksi disiplin Haris Hasanudin yang menjadi dasar rekomendasi KASN untuk mencoret namanya dari proses pencalonan Kakanwil Kemenag.
Pun, Lukman mengakui, pernah berdiskusi dengan Haris Hasanudin, tentang proses seleksi jabatan Kakanwil Kemenag Jatim. “Saat saya sedang kunjungan ke Jawa Timur, dan didampingi oleh yang bersangkutan, dan yang bersangkutan menyampaikan bahwa dirinya sedang mengikuti proses seleksi,” terang Lukman.
Tetapi, ketika Jaksa Wawan menanyakan apakah dalam diskusi itu Haris Hasanudin pernah memintanya untuk membantu meloloskan, Lukman menegaskan itu tak pernah terjadi. “Tidak pernah,” terang Lukman.
Lalu, jaksa Wawan, pun mencecar Lukman perihal pertemuannya dengan Haris Hasanudin saat kunjungan ke Jatim tersebut. Berdasarkan BAP, Wawan menyebut, pertemuan tersebut terjadi di Pondok Pesantren Tebu Ireng atau di salah satu hotel di Jatim sekitar Januari sampai Maret 2019. Lukman pun mengakui itu, tetapi lupa persisnya kapan.
“Saya lupa tanggalnya, tetapi saya ingat momennya,” terang Lukman.
Terkait di antara dua pertemuan tersebut, haksa KPK mengaitkan soal adanya pemberian uang dari Haris Hasanudin kepada Lukman yang nilainya mencapai Rp 20 juta. Namun Lukman mengaku, baru mengetahui uang tersebut setelah dirinya tiba di Jakarta seusai kunjungan di Jatim tersebut. Lukman pun menerangkan, uang tersebut diberikan Haris Hasanudin lewat ajudannya Heri Purwanto.
Menurut Lukman, uang tersebut, nominalnya bukan Rp 20 juta. Melainkan Rp 10 juta. “Lalu saya minta saudara Heri untuk mengembalikan uang itu,” ujar Lukman.
Lukman melanjutkan, dirinya pun tak mengetahui maksud dari pemberian uang tersebut. Karena, ketika dia menanyakan itu kepada Heri Purwanto, ajudannya tersebut hanya mengatakan, uang dalam amplop cokelat tersebut, pemberian dari Haris Hasanudin.
“Saudara Heri hanya menyampaikan ini ada uang dari saudara Haris tolong disampaikan kepada Pak menteri,” terang Lukman. Uang tersebut, pun kata Lukman, tak sempat dikembalikan kepada, sampai KPK melakukan penangkapan terhadap Haris pada Maret 2019. [rol]
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Rabu (4/12), menghadirkan Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Saifudin ke persidangan tindak pidana korupsi. Lukman, menjadi saksi untuk terdakwa kasus dugaan korupsi terkait jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama, Romahurmuziy alias Romi.
Ini menjadi pertama kali bagi Lukman hadir dalam persidangan korupsi di PN Tipikor Jakarta setelah sekian kali nama disebut-sebut dalam persidangan. Wawan Yunarwanto, sebagai kordinator JPU KPK, saat persidangan, mencecar Lukman tentang proses seleksi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Jawa Timur (Jatim) 2019 yang meloloskan Haris Hasanudin.
Dalam dakwaan Romi didakwa menerima suap bersama-sama dengan Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp325 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi. Dugaan suap terkait dengan pengangkatan kedua kepala kantor itu dalam jabatan masing-masing.
Padahal, diketahui Haris Hasanudin adalah peserta seleksi yang cacat persyaratan sejak awal seleksi karena pernah melakukan pelanggaran dan menjalani hukuman disiplin terkait jabatan sebelumnya. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dua kali merekomendasikan kepada Lukman agar Haris Hasanudin, dicoret atau digugurkan dari pencalonan.
Lukman mengakui rekomendasi tersebut, disuratkan pada 29 Januari dan 27 Febuari 2019 saat proses seleksi Kakanwil Kemenag Jatim sudah menghasilkan tiga nama kandidat, termasuk Haris Hasanudin. Namun menurut Lukman, dirinya tak punya kewenangan menjalankan rekomendasi dari KASN tersebut. Karena menurut dia, kewenangan menggugurkan atau mencoret kandidat yang masih dalam proses seleksi, ada pada panitia seleksi (pansel) yang saat itu dipimpin oleh Sekjen Kemenag Nur Kholis.
Sebab itu, kata Lukman, rekomendasi KASN tersebut ia teruskan kepada pansel agar ditindaklanjuti. Tetapi Lukman mengaku, pun meminta kepada sejumlah staf ahli bidang hukumnya di Kemenag untuk mengkaji rekomendasi KaSN tersebut sebagai dasar mengambil kebijakan nantinya.
Lukman menerangkan, kajian dari staf ahlinya menyatakan rekomendasi KaSN dapat dikesampingkan. Lukman mengatakan, tidak ada dasar hukum untuk mencoret seorang calon seleksi Kakanwil Kemenag yang dalam prosesnya tak melakukan pelanggaran hukum.
Sebaliknya, kata Lukman mencoret kandidat dalam proses seleksi malah akan berdampak hukum karena dapat melanggar hak konstitusional peserta seleksi untuk mengikuti tahap pencalonan Kakanwil Kemenag. “Hasil kajiannya benar, bahwa norma butir i (dalam rekomendasi KaSN), bisa dikesampingkan,” kata Lukman di persidangan, Rabu (4/12).
Namun demikian, Lukman dalam pernyataan selanjutnya, mengaku tak pernah sekalipun merekomendasikan kepada pansel untuk meloloskan Haris Hasanudin ke posisi tiga besar calon Kakanwil Kemenag Jatim yang masih dalam proses ketika itu. Meskipun, Lukman mengakui dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat penyidikan di KPK, mengakui kenal dengan Haris Hasanudin, ketimbang para calon lainnya.
Jaksa Wawan, pun mencecar Lukman, tentang pengakuan Lukman dalam BAP, yang mengenal Haris Hasanudin di antara para kandidat Kakanwil lainnya. “Betul itu?” tanya jaksa Wawan.
Lukman menerangkan, pengakuannya dalam BAP tersebut, benar. Hanya, kata dia, konteks kenalnya dengan Haris Hasanudin yang ia sampaikan kepada KPK, ketika dalam satu percakapan dengan Ketua Pansel Nur Cholis tentang keseluruhan proses kandidat Kakanwil Kemenag di sejumlah daerah.
“Ketika sampai proses yang di Jawa Timur, saudara Nur Cholis menanyakan kepada saya, ‘ini ada empat nama. lalu, bagaimana?',” kata Nur Cholis seperti diceritakan Lukman.
“Lalu saya minta saudara Heri untuk mengembalikan uang itu,” ujar Lukman Hakim Saifuddin.
Lukman pun menjawab pertanyaan Nur Cholis tersebut dengan pengakuannya yang hanya mengenal Haris Hasanudin dari seluruh nama kandidat.
“Memang yang paling saya kenal adalah Haris. Karena sebelumnya dia menjabat Plt Kakanwil Jatim. Jadi saya sudah tahu kinerjanya, cara bekerjanya, wawasannya dan lain-lain,” terang Lukman.
Tetapi, Lukman menegaskan, meski dirinya kenal dengan Haris Hasanudin, hal itu tak membuat dirinya memengaruhi proses seleksi kandidat Kakanwil Kemenag Jatim yang ketika itu sudah memasuki tahap akhir. Lukman pun mengakui tentang adanya persoalan sanksi disiplin Haris Hasanudin yang menjadi dasar rekomendasi KASN untuk mencoret namanya dari proses pencalonan Kakanwil Kemenag.
Pun, Lukman mengakui, pernah berdiskusi dengan Haris Hasanudin, tentang proses seleksi jabatan Kakanwil Kemenag Jatim. “Saat saya sedang kunjungan ke Jawa Timur, dan didampingi oleh yang bersangkutan, dan yang bersangkutan menyampaikan bahwa dirinya sedang mengikuti proses seleksi,” terang Lukman.
Tetapi, ketika Jaksa Wawan menanyakan apakah dalam diskusi itu Haris Hasanudin pernah memintanya untuk membantu meloloskan, Lukman menegaskan itu tak pernah terjadi. “Tidak pernah,” terang Lukman.
Lalu, jaksa Wawan, pun mencecar Lukman perihal pertemuannya dengan Haris Hasanudin saat kunjungan ke Jatim tersebut. Berdasarkan BAP, Wawan menyebut, pertemuan tersebut terjadi di Pondok Pesantren Tebu Ireng atau di salah satu hotel di Jatim sekitar Januari sampai Maret 2019. Lukman pun mengakui itu, tetapi lupa persisnya kapan.
“Saya lupa tanggalnya, tetapi saya ingat momennya,” terang Lukman.
Terkait di antara dua pertemuan tersebut, haksa KPK mengaitkan soal adanya pemberian uang dari Haris Hasanudin kepada Lukman yang nilainya mencapai Rp 20 juta. Namun Lukman mengaku, baru mengetahui uang tersebut setelah dirinya tiba di Jakarta seusai kunjungan di Jatim tersebut. Lukman pun menerangkan, uang tersebut diberikan Haris Hasanudin lewat ajudannya Heri Purwanto.
Menurut Lukman, uang tersebut, nominalnya bukan Rp 20 juta. Melainkan Rp 10 juta. “Lalu saya minta saudara Heri untuk mengembalikan uang itu,” ujar Lukman.
Lukman melanjutkan, dirinya pun tak mengetahui maksud dari pemberian uang tersebut. Karena, ketika dia menanyakan itu kepada Heri Purwanto, ajudannya tersebut hanya mengatakan, uang dalam amplop cokelat tersebut, pemberian dari Haris Hasanudin.
“Saudara Heri hanya menyampaikan ini ada uang dari saudara Haris tolong disampaikan kepada Pak menteri,” terang Lukman. Uang tersebut, pun kata Lukman, tak sempat dikembalikan kepada, sampai KPK melakukan penangkapan terhadap Haris pada Maret 2019. [rol]