RIDHMEDIA - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ( Menko Polhukam) Mahfud MD menuturkan bahwa pemerintah memiliki utang yang harus segera diselesaikan yakni terkait isu politik, hukum, dan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Menurut Mahfud, dalam lima tahun ke depan Presiden Joko Widodo berniat menyelesaikan seluruh utang tersebut.
"Itu menyangkut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu," kata Mahfud dalam wawancara khusus dengan Kompas.com di Kantor Kemenko Polhukam, pada 5 Desember lalu.
Ia mengaku, telah melakukan sejumlah langkah untuk menyelesaikan persoalan itu.
Mulai dari mengumpulkan orang-orang yang saling bertentangan hingga bertemu dengan sejumlah pemangku kepentingan seperti Jaksa Agung, Komnas HAM dan tokoh masyarakat.
"(Persoalan) itu akan kita selesaikan," kata dia.
Sebagai sebuah bangsa yang beradab, kata Mahfud, pemerintah akan berupaya menyelesaikan seluruh persoalan yang ada.
Ia juga memastikan bahwa pemerintah tidak memiliki niat untuk menggantungkan penyelesaian sebuah masalah.
Meski demikian, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengingatkan bahwa ada persoalan HAM yang sudah dianggap selesai dan ada pula yang sudah tidak memiliki subyek maupun obyek hukumnya.
"Misalnya, Kasus Petrus (Penembakan Misterius) tahun 1982-1984. Itu nyata ada, tapi siapa subyeknya (dan) siapa obyeknya yang mau dibawa ke pengadilan? Yang begitu kan harus dinyatakan selesai," ungkapnya.
"(Misal ada yang mempersoalkan), 'Loh, itu pelakunya pemerintah, harus minta maaf!' Tapi itu pemerintahnya sudah dijatuhkan, namanya Pemerintah Orde Baru," imbuh dia.
Persoalan lainnya yakni pemberantasan korupsi.
Mahfud mengatakan, saat ini di tengah masyarakat muncul rasa pesimis terhadap pemerintah bahwa penyelesaian kasus korupsi akan berjalan lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Terlebih setelah adanya revisi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagian kalangan menilai revisi tersebut akan membuat KPK dilemahkan.
"Mungkin semula saya termasuk di barisan itu, KPK lemah dengan (revisi UU) ini. Tapi kan orang lain mengatakan KPK justru akan kuat," ujarnya.
"Nah, dalam keadaan begini kan harus ada yang mengambil keputusan. Siapa? Itu adalah lembaga yang berwenang, yaitu pemerintah," tutup Mahfud. [kpc]
Menurut Mahfud, dalam lima tahun ke depan Presiden Joko Widodo berniat menyelesaikan seluruh utang tersebut.
"Itu menyangkut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu," kata Mahfud dalam wawancara khusus dengan Kompas.com di Kantor Kemenko Polhukam, pada 5 Desember lalu.
Ia mengaku, telah melakukan sejumlah langkah untuk menyelesaikan persoalan itu.
Mulai dari mengumpulkan orang-orang yang saling bertentangan hingga bertemu dengan sejumlah pemangku kepentingan seperti Jaksa Agung, Komnas HAM dan tokoh masyarakat.
"(Persoalan) itu akan kita selesaikan," kata dia.
Sebagai sebuah bangsa yang beradab, kata Mahfud, pemerintah akan berupaya menyelesaikan seluruh persoalan yang ada.
Ia juga memastikan bahwa pemerintah tidak memiliki niat untuk menggantungkan penyelesaian sebuah masalah.
Meski demikian, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengingatkan bahwa ada persoalan HAM yang sudah dianggap selesai dan ada pula yang sudah tidak memiliki subyek maupun obyek hukumnya.
"Misalnya, Kasus Petrus (Penembakan Misterius) tahun 1982-1984. Itu nyata ada, tapi siapa subyeknya (dan) siapa obyeknya yang mau dibawa ke pengadilan? Yang begitu kan harus dinyatakan selesai," ungkapnya.
"(Misal ada yang mempersoalkan), 'Loh, itu pelakunya pemerintah, harus minta maaf!' Tapi itu pemerintahnya sudah dijatuhkan, namanya Pemerintah Orde Baru," imbuh dia.
Persoalan lainnya yakni pemberantasan korupsi.
Mahfud mengatakan, saat ini di tengah masyarakat muncul rasa pesimis terhadap pemerintah bahwa penyelesaian kasus korupsi akan berjalan lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Terlebih setelah adanya revisi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagian kalangan menilai revisi tersebut akan membuat KPK dilemahkan.
"Mungkin semula saya termasuk di barisan itu, KPK lemah dengan (revisi UU) ini. Tapi kan orang lain mengatakan KPK justru akan kuat," ujarnya.
"Nah, dalam keadaan begini kan harus ada yang mengambil keputusan. Siapa? Itu adalah lembaga yang berwenang, yaitu pemerintah," tutup Mahfud. [kpc]