RIDHMEDIA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menyoroti terbitnya Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 29 Tahun 2019 Tentang Majelis Taklim. Permenag tersebut mewajibkan seluruh majelis taklim untuk mendaftarkan diri ke Kementerian Agama.
Dengan diterbitkannya peraturan tersebut, Fadli menduga Pemerintah terlampau senang merilis kebijakan yang memancing konflik dan kegaduhan di tengah masyarakat. Sebab, setelah Kabinet Indonesia Maju terbentuk, sejumlah kebijakan dan pernyataan dari pihak pemerintah kerap menjadi kontroversi.
"Sesudah Menteri Agama, akhir pekan kemarin giliran Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin yang melontarkan isu kontroversial terkait perlunya Polisi mengawasi masjid dan dakwah keagamaan," kata fadli melalui akun Twitter pribadinya, Rabu (5/12/2019).
Fadli menjelaskan, dalam pernyataannya Ma'ruf Amin menilai perlunya pengawasan dari polisi dan pemerintah daerah terhadap masjid-masjid yang dalam acara dakwahnya mengandung narasi kebencian.
"Keduanya, baik kebijakan Menteri Agama maupun lontaran Wakil Presiden, menurut saya sama-sama menabrak fatsoen atau kepantasan," ujar Fadli.
Lebih lanjut, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR itu menerangkan, majelis taklim bukanlah lembaga atau organisasi formal sehingga negara tidak memiliki dasar mewajibkan perkumpulan informal untuk mendaftar ke kementerian.
"Itu kan bentuk intervensi negara pada ranah kehidupan privat warganya," ucap Fadli.
Dari sisi kebebasan sipil, ia menilai kebijakan tersebut adalah bentuk kemunduran, karena bisa dianggap kian menggerus ruang ekspresi publik (shrinking space). Kata dia, dalam hal ini seolah negara tak percaya pada umat Islam dan hendak mengawasi aktivitas Majelis Taklim.
Sedangkan mengenai pernyataan Ma'ruf Amin, menurut dia, lebih parah lagi, karena tak memahami cara menggunakan organisasi kekuasaan yang dimiliki oleh Pemerintah sendiri.
"Wakil Presiden mestinya paham bahwa tugas utama kepolisian adalah melindungi dan mengayomi masyarakat," kata Fadli.
"Di sisi lain, aktivitas ibadah dan keagamaan di masjid itu adalah wilayah yang sangat privat, bahkan seharusnya dilindungi, bukannya diawasi polisi. Sehingga, ucapan Wakil Presiden tadi potensial melahirkan benturan antara polisi dengan masyarakat," tambahnya. [akc]
Dengan diterbitkannya peraturan tersebut, Fadli menduga Pemerintah terlampau senang merilis kebijakan yang memancing konflik dan kegaduhan di tengah masyarakat. Sebab, setelah Kabinet Indonesia Maju terbentuk, sejumlah kebijakan dan pernyataan dari pihak pemerintah kerap menjadi kontroversi.
"Sesudah Menteri Agama, akhir pekan kemarin giliran Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin yang melontarkan isu kontroversial terkait perlunya Polisi mengawasi masjid dan dakwah keagamaan," kata fadli melalui akun Twitter pribadinya, Rabu (5/12/2019).
Fadli menjelaskan, dalam pernyataannya Ma'ruf Amin menilai perlunya pengawasan dari polisi dan pemerintah daerah terhadap masjid-masjid yang dalam acara dakwahnya mengandung narasi kebencian.
"Keduanya, baik kebijakan Menteri Agama maupun lontaran Wakil Presiden, menurut saya sama-sama menabrak fatsoen atau kepantasan," ujar Fadli.
Lebih lanjut, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR itu menerangkan, majelis taklim bukanlah lembaga atau organisasi formal sehingga negara tidak memiliki dasar mewajibkan perkumpulan informal untuk mendaftar ke kementerian.
"Itu kan bentuk intervensi negara pada ranah kehidupan privat warganya," ucap Fadli.
Dari sisi kebebasan sipil, ia menilai kebijakan tersebut adalah bentuk kemunduran, karena bisa dianggap kian menggerus ruang ekspresi publik (shrinking space). Kata dia, dalam hal ini seolah negara tak percaya pada umat Islam dan hendak mengawasi aktivitas Majelis Taklim.
Sedangkan mengenai pernyataan Ma'ruf Amin, menurut dia, lebih parah lagi, karena tak memahami cara menggunakan organisasi kekuasaan yang dimiliki oleh Pemerintah sendiri.
"Wakil Presiden mestinya paham bahwa tugas utama kepolisian adalah melindungi dan mengayomi masyarakat," kata Fadli.
"Di sisi lain, aktivitas ibadah dan keagamaan di masjid itu adalah wilayah yang sangat privat, bahkan seharusnya dilindungi, bukannya diawasi polisi. Sehingga, ucapan Wakil Presiden tadi potensial melahirkan benturan antara polisi dengan masyarakat," tambahnya. [akc]