RIDHMEDIA - Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apa lagi dalam perbuatan. Jangan ikutan jadi hakim tentang perkara yang tidak diketahui benar-tidaknya.
Begitulah ungkapan populer yang dituliskan oleh sastrawan besar Indonesia Pramoedya Ananta Toer.
Apa yang disampaikan mendiang Pram, sejatinya tak lekang oleh zaman. Pram seolah telah melihat realita masa depan yang saat ini terbukti dengan banyaknya ketidakadilan karena kebencian yang merasuki.
Seperti peristiwa ambruknya Jembatan Lengkung di area Utan Kemayoran, Minggu kemarin (22/12).
Kejadian ambruknya jembatan di Hutan Kota Utan Kemayoran, langsung dijadikan "senjata" bagi beberapa pihak untuk mem-bully Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Seperti mendapatkan momentum, ambruknya jembatan tersebut langsung dinyinyiri dengan melemparkan kesalahan tersebut kepada Anies Baswedan yang dinilai bertanggungjawab.
Seperti yang disampaikan eks caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Agus Sari yang menyindir Anies melalui Twitter pribadinya.
"Mungkin kurang kuat. Coba ditambah Aibonnya," sindir Agus di akun Twitter-nya.
Namun sayang, sindiran tersebut tak tepat sasaran alias mentah. Lantaran Jembatan Lengkung tersebut bukan pekerjaan Pemprov DKI Jakarta. Menyadari kekeliruannya, Agus segera membuat klarifikasi beberapa jam kemudian.
"Ternyata katanya, ini proyek pusat. Bukan proyek Pemprov. Kita minta pusat memperbaiki yuk. Kalau saja ada anggaran buat aibon mungkin bisa membuatnya lebih kuat," ungkap Agus.
Jembatan di Hutan Kota Kemayoran diketahui berada di bawah tanggung jawab Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Komplek (BLU PPK) Kemayoran. Ini merupakan Satuan Kerja di bawah Kementerian Sekretariat Negara RI, bukan Pemprov DKI.
Oleh karena itu, ungkapan Pram di atas patut direnungkan oleh setiap individu. Sudahkan kita berbuat adil? Jangan-jangan selama ini kebencian lah yang lebih banyak mendominasi.
Pram pernah berkata,"Jika kamu seorang wartawan berhentilah menulis ketika mulai tumbuh bibit benci. Jika kamu politisi, berhentilah banyak berkomentar, dan mulailah belajar mendengar." [rml]
Begitulah ungkapan populer yang dituliskan oleh sastrawan besar Indonesia Pramoedya Ananta Toer.
Apa yang disampaikan mendiang Pram, sejatinya tak lekang oleh zaman. Pram seolah telah melihat realita masa depan yang saat ini terbukti dengan banyaknya ketidakadilan karena kebencian yang merasuki.
Seperti peristiwa ambruknya Jembatan Lengkung di area Utan Kemayoran, Minggu kemarin (22/12).
Kejadian ambruknya jembatan di Hutan Kota Utan Kemayoran, langsung dijadikan "senjata" bagi beberapa pihak untuk mem-bully Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Seperti mendapatkan momentum, ambruknya jembatan tersebut langsung dinyinyiri dengan melemparkan kesalahan tersebut kepada Anies Baswedan yang dinilai bertanggungjawab.
Seperti yang disampaikan eks caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Agus Sari yang menyindir Anies melalui Twitter pribadinya.
"Mungkin kurang kuat. Coba ditambah Aibonnya," sindir Agus di akun Twitter-nya.
Namun sayang, sindiran tersebut tak tepat sasaran alias mentah. Lantaran Jembatan Lengkung tersebut bukan pekerjaan Pemprov DKI Jakarta. Menyadari kekeliruannya, Agus segera membuat klarifikasi beberapa jam kemudian.
"Ternyata katanya, ini proyek pusat. Bukan proyek Pemprov. Kita minta pusat memperbaiki yuk. Kalau saja ada anggaran buat aibon mungkin bisa membuatnya lebih kuat," ungkap Agus.
Jembatan di Hutan Kota Kemayoran diketahui berada di bawah tanggung jawab Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Komplek (BLU PPK) Kemayoran. Ini merupakan Satuan Kerja di bawah Kementerian Sekretariat Negara RI, bukan Pemprov DKI.
Oleh karena itu, ungkapan Pram di atas patut direnungkan oleh setiap individu. Sudahkan kita berbuat adil? Jangan-jangan selama ini kebencian lah yang lebih banyak mendominasi.
Pram pernah berkata,"Jika kamu seorang wartawan berhentilah menulis ketika mulai tumbuh bibit benci. Jika kamu politisi, berhentilah banyak berkomentar, dan mulailah belajar mendengar." [rml]