Reuni 212 Dianggap Satukan kelompok dan Persiapan Pemetaan Politik

Ridhmedia
02/12/19, 14:11 WIB

RIDHMEDIA - Peneliti menilai kelompok 212 akan menggunakan momentum reuni untuk menggalang kekuatan setelah Prabowo Subianto, capres yang mereka usung pada pilpres lalu, bergabung ke pemerintah. Kelompok 212 akan berusaha menyatukan diri kembali dalam reuni yang digelar hari Senin (02/12), ujar Luky Sandra, peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Luky melihat perpecahan dalam kelompok 212 telah terjadi setelah sejumlah tokoh, yang sebelumnya mendukung gerakan itu, seperti Ma`ruf Amin dan Prabowo, bergabung dengan pemerintah pimpinan Joko Widodo.

"Mereka menyatukan kelompok mereka sendiri yang terpecah setelah pilpres kemarin," ujar Luky.

Melalui pertemuan itu, Luky berpendapat kelompok 212 - yang kini bisa disebut vakum - akan melakukan persiapan "pemetaan untuk momentum politik ke depan".

Namun, juru bicara Persaudaraan Alumni 212 Haikal Hassan membantah hal itu dan mengatakan reuni itu tidak akan menyinggung politik, sebab menurutnya, yang akan dikedepankan adalah pesan persatuan bangsa.

Gerakan 212, masih signifikan?

Luky mengatakan kelompok 212 mungkin akan kembali digandeng pihak yang akan bertarung pada pilkada 2020, mengingat keberhasilan mereka menjadikan Anies Baswedan sebagai gubernur Jakarta pada pemilihan gubernur pada 2017, yang dikritik sarat politik identitas.

Gerakan kelompok 212 sendiri berawal dari demonstrasi yang menuntut pemidanaan terhadap mantan gubernur Basuki Tjahaja Purnama, yang saat itu juga merupakan calon gubernur petahana dalam pilkada 2017, atas tuduhan penistaan agama setahun sebelumnya.

"Tergantung dinamika atau karakter di daerahnya. Kalau kira-kira modelnya hampir sama dengan DKI Jakarta di 2017, pasti mereka (kelompok 212) dibutuhkan oleh calon yang mau menang," ujar Luky.

Salah satu daerah yang rawan politik identitas, kata Luky, adalah Belitung Timur, yang akan melaksanakan pilkada pada 2020.

Luky menambahkan untuk sikap politik jangka panjang, yakni Pilpres 2024, kelompok ini terlihat masih mengamati dinamika politik.

"Loyalitas kelompok ini pada seseorang sangat tergantung pada dinamika politik sekitar," ujarnya.

Tahun lalu, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), yang mengusung aksi 212, menyatakan dukungan mereka kepada Prabowo.

Prabowo sendiri diundang dalam reuni 212 tahun lalu, di mana ia memberikan pidato.

"Pada waktu itu kita punya agenda mendukung Prabowo, tapi itu kan sudah lewat dan Pak Prabowo sekarang ada dalam sistem. Presiden cuma satu, Pak Jokowi, jadi ya kita sudahi friksi itu," ujar juru bicara Persaudaraan Alumni 212, Haikal Hassan.

"Tidak ada lagi 01, 02 yang ada 03 persatuan Indonesia," katanya.

Namun, Haikal mengatakan tidak menutup kemungkinan, tokoh yang diundang dalam acara itu akan mengajukan aspirasi lain.

Misalnya, kata Haikal, pemberian dukungan pada Front Pembela Islam (FPI) yang tidak mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar dari pemerintah atau tuntutan pemidanaan pada Sukmawati Soekarno Putri yang dituduh menistakan agama.

"Apabila para tokoh bicara, ini kita apresiasi karena kita izinkan para tokoh bicara. Kalau itu terjadi sulit sekali untuk kita rem," ujarnya.

Tujuan reuni dipertanyakan

Mantan tenaga ahli Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin, yang dulunya juga merupakan anggota 212 mempertanyakan tujuan acara itu yang disebutnya tidak perlu.

Ia juga sangsi acara itu akan membawa pesan perdamaian.

"Memang alumni apa sih? Universitas apa? Sekarang konsentrasi orang sudah move on , kembali ke bidangnya masing-masing, konsentrasi," ujar Ngabalin.

"(Tema) persatuan kesatuan, tapi berkali-kali seperti itu isinya caci maki, menjelekkan pemerintah, nanti lihat, menjelek-jelekan presiden," ujarnya.

Namun, hal yang berbeda disampaikan Kapitra Ampera, eks aktivis 212, yang tahun lalu mengatakan ingin membuat aksi tandingan reuni 212 karena gerakan itu disebutnya politis.

Saat itu, Kapitra menjadi calon anggota legislatif dari PDIP, partai yang mengusung Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta.

Kini, ia berujar, reuni 212 akan lebih rileks karena "bebas dari kepentingan politik".

"Korelasinya dengan perayaan Maulid Nabi, hanya membangun kebersamaan sesama umat Islam aja. Romantika dalam keumatan yang selama ini sulit tekonstruksi dengan kokoh," ujarnya.

Kapitra, mantan pengacara pimpinan Front Pembela Islam Rizieq Shihab ini juga mengatakan kelompok 212 adalah energi besar yang seharusnya dirangkul pemerintah.

"Ini kelompok yang sebenarnya nice , produktif. Tapi karena selalu disudutkan, orang selalu defense . Mereka aktif di kegiatan sosial, membantu masyarakat dalam bencana, ini kan energi," katanya.

"Bagaimana mengarahkan mereka ke kegiatan positif, itu kan perlu negara," kata Kapitra. [vn]
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+