Sri Mulyani Ngelantur, Rakyat Digigit Krisis Merangkak

Ridhmedia
23/12/19, 11:41 WIB
KRISIS ekonomi, politik, dan keadilan, sekarang saling berimpitan. Sehingga tanpa strategi yang tepat, elite kekuasaan seperti sedang membiarkan bangsa ini merobek-robek dadanya sendiri.

Soekarno, Soeharto, jatuh karena krisis berimpit. Kejatuhan dipercepat oleh tabiat para menteri yang tidak cakap bekerja.

Chaerul Saleh naikin harga bensin dicap menteri tolol. Soebandrio disebut anjing Peking. Gubernur BI-nya, Jusuf Muda Dalam, bikin Taman Firdaus di Pasar Minggu, dari hasil sogokan izin impor, 270.000.000 dolar AS. Masyarakat dan pers baru nyaho setelah mahasiswa dan pelajar datang menyerbu.

Soekarno yang senang sensasi bikin sayembara, barang siapa mampu turunkan harga-harga dalam waktu singkat akan diangkat jadi Menteri Penurunan Harga.

Waktu itu wartawan Hadeli Hasibuan yang mimpin majalah hiburan, Varia, mengajukan diri. Hadeli susun konsep, minta waktu ketemu Bung Karno.

Ia dipertemukan Leimena. Konsepnya ditolak lantaran dianggap bertentangan dengan Jiwa Revolusi. Hadeli seperti halnya Soekarno rupa-rupanya sedang cari sensasi belaka...

Suasana waktu itu serupa tetapi tak sama dengan sekarang. “Menteri tolol”, “menteri ngobyek”, “menteri Peking” menjadi yel-yel mahasiswa. Tapi hari ini yel-yel cuma meriah di sosmed doang. Masyarakat di lapisan bawah kian tertekan oleh berbagai kesulitan ekonomi tanpa solusi.

Di pasar emak-emak bertanya: “Ke mana mahasiswa?”

Ironisnya orang-orang yang merupakan bagian dari masalah malah diharapkan jadi solusi. Integritas, kompetensi, track record mereka di masa lalu yang buruk semakin membuat runyam, dan lagi-lagi rakyat jadi korban.

Kabinet cuma gencar bikin aneka wacana tanpa  kemampuan eksekusi yang efektif. Pemerintah tidak punya strategi membalikkan keadaan (strategi turn around) ekonomi RI yang kini nyungsep semakin amblas.

Melihat kondisi kian suram, boleh dikata tahun depan merupakan tahun ketiadaan harapan bagi wong cilik. Next year is a hopeless year. Lesu belaka.

Beban rakyat semakin berat. Sebab apa-apa naik dan kehidupan semakin sulit: BPJS, TDL, lapangan kerja, pajak anjlok, hingga subsidi untuk rakyat dihilangkan.

Creeping crisis (krisis yang merangkak) terus berlangsung. Alih-alih menggenjot pertumbuhan perekonomian nasional, Menteri Keuangan Sri Mulyani malah menggenjot sepeda Brompton, sambil ngelantur bicara apa saja yang bukan urusannya.

Arief Gunawan
Wartawan Senior Republik Merdeka.
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+