RIDHMEDIA - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengemukakan pemerintah akan menggelontorkan insentif sebesar Rp 3,65 juta sampai dengan Rp 7,65 juta per kepala untuk peserta program Kartu Prakerja yang dijalankan pemerintah mulai 2020 mendatang.
Menurutnya, insentif tersebut diberikan kepada peserta untuk empat keperluan. Pertama, membiayai pelatihan. Kedua, untuk biaya sertifikasi. Untuk sertifikasi, Ida menyebut biaya akan disubsidi pemerintah. Subsidi diberikan sebanyakRp 0 - Rp 900 ribu. “Nah, sertifikasi itu sendiri tergantung perusahaan butuh sertifikasi atau tidak, kalau tidak ada ya nol,” katanya.
Ketiga, untuk insentif paska pelatihan. Peserta akan diberikan insentif sebesar Rp 500 ribu untuk kebutuhan melamar pekerjaan. “Ini insentif untuk persiapan pelamaran kerja. Karena mereka posisinya pencari kerja, maka bisa dilihat mereka tidak dalam status finansial untuk mencari lowongan,” tuturnya.
Sedangkan keempat, untuk biaya pengertian survei. Total insentif yang digelontorkan untuk biaya pengisian survei sebesar Rp 150 ribu. “Data ini bermanfaat bagi project management office untuk meningkatkan kualitas dan kinerja layanan program Kartu Prakerja,” imbuhnya.
Pemerintah akan menggelontorkan anggaran Rp 10 triliun untuk menjalankan Program Kartu Prakerja. Program tersebut merupakan salah satu janji yang disampaikan Presiden Jokowi saat Pemilihan Presiden 2019. Berdasarkan data paparan Ida, total anggaran program Kartu Prakerja yang ada di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 adalah sejumlah Rp10 triliun. “Jadi, total manfaat per peserta berkisar Rp 3.650.000 hingga Rp 7.650.000 dengan total anggaran yang ada di APBN 2020 sejumlah Rp10 triliun, dengan estimasi dua juta penduduk yang akan mengikuti program,”pungkasnya.
Program Kartu Prakerja terus dimatangkan. Kali ini masalah data penerima menjadi perhatian anggota Komisi IX DPR RI. Apakah program ini akan berjalan lama.
Kurniasih Mufidayati dari fraksi PKS membandingkan program Kartu Prakerja dengan BPJS Kesehatan. Ia mengatakan pemerintah harus belajar dari BPJS Kesehatan. Sebagaimana diketahui BPJS Kesehatan terus mengalami defisit anggaran dan tahun ini defisit diproyeksi bisa mencapai Rp 32 triliun.
"Melihat Kartu Prakerja bisa berlangsung jangka panjang atau tidak? Kita harus belajar dari BPJS Kesehatan. Diberikan kepada yang berhak. Tapi kendala adalah data. Jangan sampai di BPJS terulang ke Kartu Prakerja,” kata Kurniasih saat rapat kerja Komisi IX DPR RI dengan Menaker Ida Fauziyah.[ti]
Menurutnya, insentif tersebut diberikan kepada peserta untuk empat keperluan. Pertama, membiayai pelatihan. Kedua, untuk biaya sertifikasi. Untuk sertifikasi, Ida menyebut biaya akan disubsidi pemerintah. Subsidi diberikan sebanyakRp 0 - Rp 900 ribu. “Nah, sertifikasi itu sendiri tergantung perusahaan butuh sertifikasi atau tidak, kalau tidak ada ya nol,” katanya.
Ketiga, untuk insentif paska pelatihan. Peserta akan diberikan insentif sebesar Rp 500 ribu untuk kebutuhan melamar pekerjaan. “Ini insentif untuk persiapan pelamaran kerja. Karena mereka posisinya pencari kerja, maka bisa dilihat mereka tidak dalam status finansial untuk mencari lowongan,” tuturnya.
Sedangkan keempat, untuk biaya pengertian survei. Total insentif yang digelontorkan untuk biaya pengisian survei sebesar Rp 150 ribu. “Data ini bermanfaat bagi project management office untuk meningkatkan kualitas dan kinerja layanan program Kartu Prakerja,” imbuhnya.
Pemerintah akan menggelontorkan anggaran Rp 10 triliun untuk menjalankan Program Kartu Prakerja. Program tersebut merupakan salah satu janji yang disampaikan Presiden Jokowi saat Pemilihan Presiden 2019. Berdasarkan data paparan Ida, total anggaran program Kartu Prakerja yang ada di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 adalah sejumlah Rp10 triliun. “Jadi, total manfaat per peserta berkisar Rp 3.650.000 hingga Rp 7.650.000 dengan total anggaran yang ada di APBN 2020 sejumlah Rp10 triliun, dengan estimasi dua juta penduduk yang akan mengikuti program,”pungkasnya.
Program Kartu Prakerja terus dimatangkan. Kali ini masalah data penerima menjadi perhatian anggota Komisi IX DPR RI. Apakah program ini akan berjalan lama.
Kurniasih Mufidayati dari fraksi PKS membandingkan program Kartu Prakerja dengan BPJS Kesehatan. Ia mengatakan pemerintah harus belajar dari BPJS Kesehatan. Sebagaimana diketahui BPJS Kesehatan terus mengalami defisit anggaran dan tahun ini defisit diproyeksi bisa mencapai Rp 32 triliun.
"Melihat Kartu Prakerja bisa berlangsung jangka panjang atau tidak? Kita harus belajar dari BPJS Kesehatan. Diberikan kepada yang berhak. Tapi kendala adalah data. Jangan sampai di BPJS terulang ke Kartu Prakerja,” kata Kurniasih saat rapat kerja Komisi IX DPR RI dengan Menaker Ida Fauziyah.[ti]