RIDHMEDIA - Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian, menemui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko untuk menjelaskan kondisi warga Muslim di Uighur, China. Dalam pertemuan tersebut, Xiao Qian mempersilakan masyarakat Indonesia untuk berkunjung dan melihat langsung keadaan warga Muslim di Uighur.
"Silakan jika ingin berkunjung, beribadah, dan bertemu dengan masyarakat Muslim Uighur," kata Xiao Qian di Kantor KSP, Jakarta Pusat, Selasa (17/12), dikutip dari keterangan tertulis Kantor Staf Kepresidenan.
Xiao Qian juga menyebut pemberitaan mengenai tindakan represif pemerintah China terhadap warga Muslim Uighur tidak benar. Ia mengatakan warga Muslim Uighur yang tinggal di Xinjiang dalam kondisi aman.
"Persoalan di Xinjiang sama dengan kondisi dunia lain. Ini upaya kami memerangi radikalisme dan terorisme," tuturnya.
Menanggapi persoalan di Xinjiang, Moeldoko memahami bahwa isu tersebut merupakan urusan internal pemerintah China. Menurutnya, di tengah pesatnya perkembangan teknologi, pemerintah sering kali kesulitan menghadapi serangan hoaks. Hal yang sama pun pernah dialami pemerintah Indonesia.
Selain soal Uighur, Xiao Qian dan Moeldoko juga berbicara mengenai kerja sama perdagangan dan investasi China di Indonesia. Xiao Qian menjelaskan investasi China di Indonesia saat ini sebesar USD 3,3 milliar, atau naik 83 persen dalam setahun terakhir. Angka ini menempatkan investasi China berada di nomor 2 setelah Singapura.
Moeldoko juga menyampaikan kritiknya mengenai relokasi 33 perusahaan China.
"Mengapa tidak satu pun yang relokasinya di Indonesia," ujar Moeldoko.
Moeldoko berharap kerja sama kedua negara tidak hanya terbatas dalam bidang perdagangan dan investasi. Ia berharap kerja sama harus diperluas di bidang militer, industri perikanan, dan kelautan.
Sebagaimana diketahui, Wall Street Journal (WSJ) melaporkan dugaan pemerintah China melobi sejumlah organisasi Islam di Indonesia, termasuk Muhammadiyah, agar tak vokal memprotes dugaan pelanggaran HAM warga Muslim Uighur. PP Muhammadiyah menyebut WSJ menyebar fitnah dan tuduhan itu juga tak berdasar.
Selain menolak tuduhan WSJ, Muhammadiyah juga meminta China tidak lagi melakukan pelanggaran HAM pada warga Muslim Uighur di Xinjiang.
"Pemerintah Tiongkok (China) agar menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM, khususnya kepada masyarakat Uighur atas dalih apa pun," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti di Kantor PP Muhammadiyah, Senin (16/12). [kp]