2×24 Jam China Harus Minta Maaf, Kalau Tidak Bakal Ada Sweeping

Ridhmedia
06/01/20, 04:52 WIB

Ridhmedia - Klaim Pemerintah Komunis China atas Laut Natuna memantik reaksi keras dari masyarakat Indonesia.

Rencananya, massa dari Resimen Mahasiswa (Menwa) Indonesia akan menggelar unjuk rasa di Kedubes China, Senin (6/1), pukul 08.00 WIB.

Kepastian itu disampaikan Kepala Staf Menwa Indonesia, M. Arwani Deni melalui keterangan tertulis dilansir RMOLJakarta, Minggu (5/1/2019).

“Kami sebagai mahasiswa dan rakyat Indonesia yang terdidik dan terlatih dalam belanegara wajib untuk ikut serta dalam pembelaan negara demi utuh dan tegaknya NKRI yang kita cintai bersama,” tegasnya.

Unjuk rasa ini akan diikuti sekitar 500 anggota Menwa Indonesia. Setidaknya, ada tiga tuntutan yang dibawa saat aksi besok.

Pertama, massa menuntut pencabutan klaim pemerintah komunis China terhadap wilayah Perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Massa juga menuntut permohonan maaf Pemerintah Komunis China kepada pemerintah dan segenap rakyat Indonesia terhadap klaim sepihak atas Perairan Natuna.

Ketiga, apabila dalam waktu 2×24 jam Kedubes China tidak meminta maaf dan mencabut klaim sepihaknya atas perairan Natuna, Menwa Indonesia akan mengepung Kedubes China di Jakarta.

Selain itu, juga dan men-sweeping aset-aset Pemerintah Komunis China maupun WNA China yang ada di wilayah NKRI.

Sementara, mantan pentolan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) Pusat, Teddy Setiawan menggap China adalah kacang lupa pada kulitnya.

Aktivis 1966 ini mengingatkan, posisi strategis yang dimiliki China sebagai Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB terjadi karena antara lain perjuangan Indonesia saat itu.

“Bagaimana si kancil, Pak Adam Malik, dapat meyakinkan strategi politik Indonesia bagi negara Asia dan Afrika untuk mendukung China di pemilihan suara untuk masuk menjadi anggota PBB,” kata Teddy Setiawan.

Republik Rakyat China (RRC) diterima sebagai Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB dalam Sidang Umum PBB di tahun 1971.

Sidang tahunan ke-26 itu dipimpin Menlu RI Adam Malik yang menjadi Presiden Majelis Umum PBB.

Sebelum itu, sejak 1945 kursi Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB untuk China diduduki Republik China atau Taiwan yang dikuasai Partai Kuomintang.

“Dalam pemungutan suara di PBB, suara Indonesia menjadi penentu kemenangan China di PBB, sementara hubungan diplomatik Indonesia dan China masih terputus akibat G30/S PKI,” sambung Teddy.

Berkaca dari sejarah, ia pun meminta China untuk menghargai Indonesia.

Tanpa dukungan Indonesia, negara tirai bambu itu tak bisa berkembang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi dunia seperti sekarang.

“Wilayah laut Natuna milik Indonesia harus dihormati oleh pemerintah China sehingga masing-masing negara menjaga keamanan dan kekayaan maritimnya,” tandasnya.

(rmol/ruh/pojoksatu.id)
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+