Dibalik Gagalnya Pembentukan Pansus Jiwasraya, Ada Apa?

Ridhmedia
18/01/20, 15:52 WIB
 DPR RI akhirnya batal membentuk Panitia Khusus  Dibalik Gagalnya Pembentukan Pansus Jiwasraya, Ada Apa?
Oleh: Ali Mustofa


DPR RI akhirnya batal membentuk Panitia Khusus (Pansus) Jiwasraya. Dengan alasan waktu, wakil rakyat tersebut akhirnya memutuskan membentuk panitia kerja (panja). Sebab, prosesnya lebih cepat dari Pansus, begitu katanya.

Panja akan bekerja setelah sususan terisi dari masing-masing fraksi di Komisi VI. Pembentukan panja Jiwasraya ini diharapkan dapat memetakan masalah secara jelas dan menemukan solusinya.
Baca juga : Diduga Depresi, Siswi SMP di Jakarta dari Gedung Sekolah

Mengapa keinginan untuk membentuk Pansus Jiwasraya itu tiba tiba saja berubah menjadi Panja ?, Apa perbedaan antara Pansus dan Panja ? “Sakti” mana antara Pansus dan Panja ?

Mengapa Berubah ?
Baca juga : Ini Peran Cucu Soeharto dalam Kasus Investasi Bodong MeMiles

Ketika kasus Jiwasraya mencuat di media massa, anggota DPR di Senayan juga bergolak ikut menyikapinya. Mereka ramai berkomentar bebas mengenai kasus perampokan uang nasabah jiwasraya yang luar biasa besarnya.

Pembicaraan tidak hanya ditingkat individu individu anggota DPR saja tetapi sudah menjadi topik bahasan kelembagaan di tingkat fraksi.
Baca juga : Ditahan, Kok Ratu Keraton Agung Sejagat Bisa Posting Medsos?

Di tingkat fraksi DPR, mereka telah melakukan diskusi secara informal terkait kasus Jiwasraya. Mayoritas fraksi berkeinginan kuat untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Jiwasraya untuk mengusut tuntas masalah gagal bayar perusahaan asuransi milik negara.

Penggalangan dukungan untuk pembentukan Pansus-pun telah dilakukan dengan semangat empat lima. Pembentukan pansus tersebut rencananya akan dimulai pada masa sidang II tahun 2019-2020 setelah DPR menjalani masa reses untuk menemui konsituennya.

"Kami baru mendiskusikan secara informal yang bermuara pada kesepakatan dukungan resmi tiap fraksi karena kita ingin persoalan ini dibahas secara tuntas dan serius," kata Sekretaris Fraksi PPP di DPR Achmad Baidowi di Jakarta, Selasa (7/1/2020).

Dia menjelaskan mayoritas fraksi-fraksi di DPR menginginkan dibentuknya Pansus Jiwasraya. Namun, hal tersebut baru akan didiskusikan lebih serius dan dilakukan penggalangan dukungan pada masa sidang mendatang berikutnya. Tekanan publik mendorong wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Jiwasraya di DPR.

Bahkan secara lisan sudah lima fraksi di DPR sudah sepakat membentuk Pansus dimana mereka adalah: Demokrat, PKS, Gerindra, NasDem dan PPP.

Belum lagi penggalangan dukungan dilakukan oleh fraksi fraksi di DPR , pihak istana rupanya sudah mencium gelagat kurang menguntungkan bagi mereka kalau Pansus yang menjadi pilihannya.

Pihak istana bergerak cepat untuk melakukan langkah langkah konsolidasi yang dibutuhkan terkait mencuatnya kasus jiwasraya.

Berhembus kabar bahwa pihak istana memang berupaya kuat supaya kasus jiwasraya ini tidak menjadi bola liar yang akan mendegradasi kredibilitas istana. Oleh karena itu muncul adanya upaya penjegalan pembentukan pansus karena dampaknya di khawatirkan tidak menguntungkan pihak penguasa.

Politiktoday.com membuat judul berita : “Jokowi Desak Pimpinan Parpol untuk Jegal Pansus Jiwasraya?”.

Entah dimaksudkan untuk menjegal atau tidak yang jelas dalam menyikapi isu panas jiwasraya ini Jokowi telah mengumpulkan pimpinan partai politik koalisi pemerintah di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (14/1). Jokowi membicarakan sejumlah hal, termasuk masalah keuangan di tubuh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero).

Sekretaris Jenderal Partai NasDem Johnny Gerard Plate yang ikut pertemuan mengatakan Jokowi memiliki semangat untuk menyelesaikan masalah Jiwasraya.

Plate menyebut pertemuan tadi dihadiri sejumlah petinggi partai koalisi. Mereka yang hadir antara lain Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum NasDem Surya Paloh, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto.

Kemudian Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa.Selain itu hadir Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani, Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani, hingga Sekretaris Jenderal PKB Muhammad Hasanuddin Wahid.Hadir juga pimpinan DPR, Azis Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad, dan Cak Imin dan lain lainnya.

Setelah pertemuan dengan para pimpinan Parpol dengan presiden Jokowi, sekonyong konyong semangat empat lima untuk membentuk Pansus itupun kehilangan tenaga. Tiba tiba saja dukungan untuk pembentukan Pansus telah berubah sedemikian rupa.

Bisa jadi perubahan terjadi karena adanya pertemuan tertutup antara Presiden Jokowi dan pimpinan parpol pendukung pemerintah. Dalam pertemuan tersebut bisa jadi Presiden Jokowi telah melobi pimpinan parpol untuk menggagalkan pembentukan Pansus Jiwasraya.

Presiden khawatir Pansus Jiwasraya bakal bikin Indonesia makin gaduh. Presiden tidak siap dengan konsekuensi “bongkar-membongkar” kasus Jiwasraya di hadapan masyarakat luas.

Mungkin pula ada hal-hal yang disembunyikan atau hendak dilindungi Presiden. Pendek kata, Presiden tidak happy dengan Pansus Jiwasraya. Keinginan Presiden lekas diakomodir oleh parpol koalisi penguasa.

Mula-mula lewat tangan-tangan pimpinan DPR. Ya, seluruh pimpinan DPR hari ini adalah representasi dari Fraksi parpol pendukung pemerintah. Implikasinya, Gerindra, NasDem dan PPP mesti patuh pada keinginan penguasa.

Misalnya Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang sebelumnya getol mendorong pembentukan pansus Jiwasraya. Hari ini, Sufmi Dasco telah menjadi “jubir” pimpinan DPR untuk menggeser tuntutan pansus menjadi panja.

Lolos di tingkat pimpinan DPR, tinggal eksekusi di tingkat Komisi VI DPR. Gerindra kembali menjadi “anak yang patuh” pada penguasa.

Alhasil, tinggal Demokrat dan PKS. Kedua fraksi ini yang sampai hari ini masih mendukung Pansus Jiwasraya. Meskipun begitu, jumlah keduanya terbilang kecil. Demokrat cuma punya 54 kursi, sementara PKS dengan 50 kursi.

Kalau ditotal cuma 104, tidak sepadan dengan jumlah pendukung panja Jiwasraya.Kedua fraksi ini pasti akan kalah. Tinggal tunggu waktu sebelum suara-suara kedua fraksi ini tenggelam dalam keriuhan para anggota DPR dari fraksi-fraksi parpol pendukung pemerintah.

Meskipun mereka akan kalah setidaknya rakyat Indonesia paham bahwa Demokrat dan PKS sudah memperjuangkan Pansus Jiwasraya sampai detik-detik terakhirnya.

Mengapa istana terkesan begitu sigap merespons soal kasus jiwasraya ini karena kasus ini memang sangat menyita perhatian masyarakat umum sampai elit pemerintah.

Sampai muncul pertanyaan apakah ada keterkaitan perlindungan dari pihak istana, atau memang ini benar-benar kesalahan pengelolaan terhadap management keuangan internal asuransi jiwasraya.

Menurut sumber informasi media yang terpercaya, ada oknum eks direksi keuangan jiwasraya yang bertugas di kantor kepala staff kepresidenan sebagai tenaga ahli utama kedeputian III bidang kajian dan pengelolaan isu-isu ekonomi strategis, dengan adanya keterkaitan jabatan strategis yang di emban eks direksi jiwasraya ini bisa kita simpulkan ada indikasi keterkaitan pihak istana bermain di tengah pusaran kasus jiwasraya yang merugikan negara 13,7triliun jumlahnya.

Kemudian juga kemungkinan dengan ikut sertanya peran Moeldoko sebagai kepala staff kepresidenan sehingga kemungkinan kasus jiwasraya ini bisa aman terkendali.

Tak kalah pentingnya juga peran penting Erick Tohir selaku Mentri BUMN dalam mengamankan kasus jiwasraya ini, public layak curiga atas indikasi praktik curang di tubuh jiwasraya, sangat mungkin atau patut dicurigai penggerogotan terhadap perusahaan dilakukan oleh actor-aktor yang berlindung dibalik agenda kekuasaan. Atas dasar itukah sehingga istana melakukan intervensi terhadap kasus jiwasraya ini ?

Antara Panja dan Pansus

Polemik yang terjadi di asuransi pelat merah, PT Asuransi Jiwasraya (Persero), turut memunculkan wacana pembentukan panitia khusus ( pansus) oleh DPR. Sejumlah fraksi berpandangan bila pansus merupakan tempat yang tepat untuk mengawal perkembangan kasus yang terjadi.

Bahkan, usulan itu sempat mencuat saat rapat paripurna di DPR, Senin (13/1/2020). Belakangan, usulan pembentukan pansus itu kian hilang. Hal itu menyusul adanya dorongan pimpinan DPR agar komisi terkait membentuk panitia kerja ( panja) masing-masing.

Lantas, apa perbedaan antara pansus dan panja?. Perbedaan antara Pansus dan Panja sesungguhnya bisa ditelusuri berdasarkan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR. Di dalam Pasal 93 hingga Pasal 102 diatur mengenai mekanisme pembentukan keduanya.

Pansus Secara sederhana, pansus dibentuk oleh DPR dan menjadi alat kelengkapan yang bersifat sementara. DPR sendiri memiliki sejumlah alat kelengkapan yang terdiri atas pimpinan DPR, komisi, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), serta sejumlah badan.

Pansus memiliki anggota paling banyak 30 orang yang ditetapkan melalui rapat paripurna serta diisi secara proporsional berdasarkan jumlah anggota fraksi. Keanggotaan di dalam pansus dapat lintas fraksi dan komisi.

Dalam melaksanakan tugasnya, pansus memiliki jangka waktu tertentu yang ditetapkan melalui rapat paripurna DPR. Jangka waktu ini dapat diperpanjang oleh Badan Musyawarah apabila pansus belum dapat menyelesaikan tugasnya.

Ketika tugasnya berakhir atau dinyatakan selesai, DPR dapat membubarkan pansus. Pansus memiliki sejumlah wewenang dalam melaksanakan tugasnya, antara lain melakukan rapat kerja, rapat panitia kerja, rapat tim perumus atau tim kecil, serta rapat tim sinkronisasi.Selain itu, pansus juga dapat melaksanakan rapat dengan mekanisme lain sepanjang disepakati oleh pimpinan dan anggota rapat pansus.

Sementara itu, Panja dibentuk oleh alat kelengkapan yang tadi disebutkan. Bisa oleh pimpinan DPR, komisi-komisi, MKD, dan badan-badan di DPR. Jumlah anggota dalam panja paling banyak separuh dari jumlah anggota alat kelengkapan DPR.

Adapun keanggotaannya lintas fraksi di dalam satu alat kelengkapan. Soal waktu kinerja, panja memiliki pola yang sama. Hanya, yang menentukannya adalah alat kelengkapan DPR yang membentuknya.

Panja dapat dibubarkan alat kelengkapan setelah jangka waktu tugasnya berakhir atau tugasnya selesai. Sementara panja dalam melaksanakan tugasnya dapat mengadakan rapat dengar pendapat dan rapat dengar pendapat umum.

Tata cara kerja ditetapkan oleh alat kelengkapan yang membentuknya. Adapun hasil kerja panja akan ditetapkan oleh alat kelengkapan yang membentuknya.

Mengapa Harus Pansus

Meskipun mirip dari sisi kerja, tetapi daya dorong Pansus jauh lebih kuat ketimbang Panja. Pasalnya, Panja hanya di level komisi. Kewenangannnya amat terbatas. Sementara Pansus bersifat lintas komisi. Bertanggungjawab langsung kepada pimpinan DPR.

Makanya, hasil pansus terbilang produk DPR secara institusional. Implikasinya, daya getar untuk memaksa pemerintah menyelesaikan mega korupsi Jiwasraya jauh lebih kuat ketimbang Panja.

Pansus dapat mengawasi persoalan yang terjadi di Jiwasraya secara lebih intensif. Apalagi, kerugian yang disebabkan krisis di tubuh Jiwasraya diduga mencapai belasan triliun rupiah.

Keinginan rakyat untuk mengetahui akar permasalahan yang terjadi di jiwasraya harus dibongkar secara tuntas alias terang benderang. Dan hal ini hanya bisa dilakukan melalui Pansus karena daya tekannya lebih besar ketimbang Panja.

Melalui Pansus, DPR dapat memanggil berbagai sumber informasi seperti para ahli untuk mengkaji permasalahan kasus jiwasraya ini secara objektif. Para ahli dari berbagai disiplin ilmu termasuk para pejabat terkait bisa dipanggil secara bergiliran untuk ditanyai seputar masalah jiwasraya.

Pemanggilan bisa diliput oleh media secara terbuka sehingga rakyat bisa langsung ikut mengikuti jalannya pemeriksaan.

Logikanya skandal Century yang jumlah kerugiannya hanya 6,7 triliun saja begitu ribut dan kemudian di bentuk Pansus, mengapa skandal jiwasraya yang menyebabkan kerugian lebih dari 13 triliun tidak dibentuk pansusnya ?. Pada hal kasus ini melibatkan jutaan korban dan mencoreng nama baik negara yang sedang bersusah payah membangun citra menarik investasi.

Kalau Pemerintah Jokowi berkomitmen untuk memberantas korupsi seperti ini mestinya pembentukan Pansus harus menjadi prioritas.

Apalagi perampokan Jiwasraya ini menyangkut iuran uang warga yang jumlah kerugiannya luar biasa. Uang rakyat perginya ke mana, dan untuk apa serta apa masalahnya dan seterusnya, perlu di ungkap dengan seterang terangnya.

Logikanya kalau Pemerintah merasa tidak terkait dengan kasus jiwasraya ini mengapa harus ada resistensi untuk pembentukan Pansusnya.

Jika ada anggapan pembentukan Pansus memerlukan waktu lama sebenarnya hal itu tidak tepat karena kalau fraksi fraksi yang di DPR memiliki kesepahaman yang sama dan komitmen bersama untuk mengungkap kasus jiwasraya secara terbuka tentu tidak ada halangan untuk pembentukannya.

Kalau memang demikian halnya, apa kira kira yang menjadi penyebab pergeseran sikap DPR untuk pembentukan Pansus menjadi Panja ?(*)
Komentar

Tampilkan

Terkini