RIDHMEDIA - Dalam Rapat Dengar Pendapat, Kementerian Kesehatan bersama BPJS dibanjiri interupsi oleh Komisi IX DPR.
Hampir semua, anggota komisi IX DPR RI menolak adanya kenaikan iuran tarif BPJS Kesehatan, khususnya untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.
Ketua Komisi IX Felly Estelita mengatakan, berdasarkan rapat kerja terakhir yang dilakukan pada 12 Desember 2019 bersama Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto dan Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Fahmi Idris, solusi untuk menuntaskan masalah defisit keuangan bukan cuma menaikkan iuran.
Felly bercerita, Menkes Terawan memberikan tiga skema alternatif untuk iuran BPJS Kesehatan. Alternatif yang disepakati antara pemerintah dan Komisi IX saat itu yakni pemerintah akan tetap memberikan subsidi kepada Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.
Berdasarkan keputusan bersama dengan Komisi IX DPR, alternatif untuk subsidi kelas diambil dari surplus yang diperoleh dari kenaikan iuran di kelas lain.
Namun faktanya, BPJS Kesehatan tetap menaikan iuran BPJS Kesehatan untuk PBPU dan BP Kelas III.
"Berdasarkan keputusan bersama dengan Komisi IX DPR, alternatif untuk subsidi kelas diambil dari surplus yang diperoleh dari kenaikan iuran di kelas lain. Atas dasar poin-poin tersebut Komisi IX meminta ketegasan sikap Kemenkes dan BPJS terkait kenaikan iuran PBPU dan BP," kata Felly saat rapat kerja bersama BPJS Kesehatan dan Kemenkes, Senin (20/1/2020) seperti melansir CNBCIndonesia.com.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi IX Saleh Daulay mengatakan, berdasarkan peninjauannya di daerah, meskipun iuran BPJS Kesehatan sudah naik, faktanya pelayanan rumah sakit di daerah belum juga membaik.
Saleh pun menimpali, apabila berdasarkan Undang-undang BPJS Kesehatan, seluruh masyarakat wajib untuk menjadi peserta BPJS.
"Lantas bagaimana masyarakat yang tidak mampu bayar? Apa dia tidak akan bisa mendapatkan perawatan di rumah sakit apabila mereka jatuh sakit?" tanya Daulay.
Anggota Komisi IX yang lain, Imam Suroso juga mengatakan, setelah rapat berkali-kali, kenapa pemerintah dalam hal ini BPJS Kesehatan tidak melaksanakan dan ingkar janji, dan apa sebenarnya yang menjadi kendala.
"Melihat Hasil dari paparan materi pak menteri terlihat sekali sudah angkat tangan. Apa kendala pemerintah yang tidak bisa membela hak rakyat?" ujarnya.
Di sisi lain, anggota Komisi IX DPR Ketut Setiawan malah mempertanyakan kinerja dari Fachmi Idris sebagai Direktur Utama.
Kata dia, "Kalau tidak mampu jadi pengurus BPJS lebih baik mundur saja, kenapa sekarang jadi berkelit seperti ini kenapa jadi lembaga independen kaya gini sekarang," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX Dewi Asmara justru mengatakan, apabila pemerintah dalam hal ini BPJS Kesehatan tidak bisa dikoreksi kinerjanya oleh DPR, lebih baik BPJS Kesehatan dan Kemenkes berkerja tanpa perlu diproses di parlemen.
"Kalau tidak ingin dikoreksi, sebaiknya tidak perlu rapat dengan BPJS Kesehatan. Silahkan berjalan sendiri. Kita perlu bersurat ke Banggar atau Komisi XI untuk bisa menyampaikan mitra kerja yang secara resmi kita terima pada rapat paripurna sebagai mitra kerja, tidak lagi menjadi mitra kerja dengan DPR RI," kata Dewi.[ljc]