Khilafah Merusak, atau Merawat?

Ridhmedia
09/01/20, 04:52 WIB
Oleh : Intan Ayu Agustin (Aktivis Muslimah Kota Cilegon)

Di tengah berbagai musibah yang melanda negeri, seharusnya menjadi renungan dan bahan introspeksi bagi kita semua, bahwa negeri ini sedang tak baik-baik saja. Negeri ini butuh solusi yang tepat agar segala permasalahan bisa diselesaikan. Karena jika kita sadari dengan keimanan kita, musibah banjir, longsor, dan musibah lainnya yang melanda negeri tak lepas dari peringatan yang diberikan oleh Sang Pencipta alam semesta. Allah SWT berfirman :

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (TQS. Al-A’raf : 96)

Maka, seharusnya kita bersegera untuk memperjuangkan tegaknya syari'at Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah. Karena nyatanya, demokrasi sekular kapitalis yang diusung negeri sudah tak mampu mengurus negeri. Meski begitu, penguasa terus mengeluarkan pernyataan yang menjadikan ajaran Islam sebagai biang kerusakan.

Menko Polhukam Mahfud MD beberapa waktu lalu menegaskan bahwa ajaran khilafah itu bersifat merusak.

Hal tersebut disampaikan Mahfud usai menerima kunjungan perwakilan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI).

"Sistem khilafah yang sekarang yang ditawarkan yang sebenarnya itu agendanya merusak," ujar Mahfud di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (3/1). (kumparan.com)

Pernyataan Mahfud MD ini tidak memiliki landasan yang jelas. Ia menilai Khilafah ataupun ide dan agendanya merusak tatanan negara Indonesia, tetapi nyatanya negeri ini bukan rusak karena ide Khilafah. Banyaknya problematika di negeri ini bukan karena Khilafah. Korupsi yang sistemik serta hutang negara yang menggunung pun jelas bukan gara-gara Khilafah. Belum lagi segudang permasalahan lainnya di negeri ini. Pernyataan Menko Polhukam ini kembali menegaskan bahwa agenda untuk mengerdilkan ajaran Islam itu tetap ada dan harus terus digaungkan. Permusuhan penguasa terhadap Islam itu terbukti dengan terus digulirkannya penyesatan opini publik mengenai Khilafah. Sebaliknya masalah mega korupsi, bencana alam, dan permasalahan lainnya yang butuh segera untuk di selesaikan, nyatanya penguasa tidak segera turun tangan. Kasus dugaan skandal Jiwasraya pun butuh proses yang 'panjang', dalihnya.
Lantas, apakah benar Khilafah itu merusak?

Khilafah Merawat, bukan Merusak

Dari abad kedigdayaannya selama lebih dari 13 abad, khilafah nyatanya tidak merusak. Tetapi justru merawat. Khilafah merawat dan melindungi keberagaman (pluralitas) bangsa-bangsa yang berada dalam naungannya. Dalam khilafah, pluralitas adalah sunnatullah dimana Allah SWT menciptakan manusia berbeda-beda. Sebagaimana firman-Nya:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. al-Hujurat, 13).

Khilafah juga merawat keadilan antara muslim dan non muslim (ahlu dzimmah) serta melindungi darah dan kehormatannya.

Imam Qarafi menyinggung masalah tanggung jawab negara terhadap ahlu dzimmah. Ia menyatakan, “Kaum Muslim memiliki tanggung jawab terhadap para ahlu dzimmah untuk menyantuni, memenuhi kebutuhan kaum miskin mereka, memberi makan mereka yang kelaparan, menyediakan pakaian, memperlakukan mereka dengan baik, bahkan memaafkan kesalahan mereka dalam kehidupan bertetangga, sekalipun kaum Muslim memang memiliki posisi yang lebih tinggi dari mereka. Umat Islam juga harus memberikan masukan-masukan pada mereka berkenaan dengan masalah yang mereka hadapi dan melindungi mereka dari siapa pun yang bermaksud menyakiti mereka, mencuri dari mereka, atau merampas hak-hak mereka.”

T.W. Arnold, dalam bukunya "The Preaching of Islam" , menuliskan bagaimana perlakuan yang diterima oleh non muslim yang hidup di bawah pemerintahan Daulah Utsmaniyah. Dia menyatakan, “Sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan pada mereka, dan perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen”.

Khilafah pun menyemai dan memberikan pelayanan serta merawat rakyatnya hingga terwujud kesejahteraan. Hal ini yang tidak akan pernah kita dapatkan di era demokrasi kapitalis. Kesejahteraan hanyalah sesuatu yang utopis dan mustahil terwujud bagi seluruh rakyat.

Di era pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab selama 10 tahun, kaum Muslimin menikmati kemakmuran dan kesejahteraan. Buktinya, tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal di wilayah Yaman. Muadz adalah staf Rasulullah SAW yang diutus untuk memungut zakat di Yaman. Muadz pada masa Umar pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Umar di Madinah, karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Namun, Umar mengembalikannya. Demikian berulang pada tahun berikutnya. Umar pun memberikan gaji yang besar kepada pegawai negara.

Hal yang sama terjadi di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Sampai-sampai tak ada lagi orang miskin yang berhak menerima zakat.

Begitu pun pada masa Daulah Abbasiyah. Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid, seorang khalifah yang taat beragama, salih, dermawan, hampir bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Azis dari Bani Umayyah. Jabatan khalifah tidak membuatnya terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam hari, tujuannya untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya. Ia ingin melihat apa yang terjadi dan menimpa kaum lemah dengan mata kepalanya sendiri untuk kemudian memberikan bantuan.

Pada masa itu, Baghdad menjadi mercusuar kota impian 1.001 malam yang tidak ada tandingannya di dunia pada abad pertengahan. Daulah Abbasiyah pada masa itu, mempunyai wilayah kekuasaan yang luas, membentang dari Afrika Utara sampai ke Hindukush, India. Kekuatan militer yang dimilikinya juga sangat luar biasa.

Inilah kisah peradaban mulia dalam naungan Khilafah Islamiyah. Fakta menunjukkan bahwa Khilafah itu merawat dan mengurusi rakyat. Karena di dalam Islam tugas pemimpin adalah sebagai Raa'in.

Rasulullah Saw. bersabda:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Jadi, ternyata Khilafah itu bukan merusak, justru hanya syari'at Islam satu satunya aturan yang mampu melepaskan negeri dari berbagai kerusakan.

Wallahu'alam bisshowwab
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+