Penulis: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik)
Dalam kasus konflik Natuna Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan menyatakan agar kasus pelanggaran hukum perairan Kepulauan Natuna tidak usah dibesar besarkan. Katanya takut mengganggu program investasi China. Tentu ungkapan ini direaksi keras publik, betapa lemahnya rasa nasionalisme sang Menteri. Kedaulatan negara dilanggar dianggap sepele. Kata anak gaul Luhut ini payah, ancur deh. Kacrut…!
Investasi China seolah menjadi segalanya padahal bangsa ini justru sedang mengkhawatirkan terlalu jauhnya China merambah negara. Investasi menjadi alat penguasaan atau penjajahan. Nyali Luhut yang berlatar belakang militer ternyata ciut, persis tikus cerurut atau tikus kacrut yang kecil. Masalah kedaulatan negara harusnya dipertahankan dan dibela dengan sepenuh jiwa raga bukan dengan mental jiwasraya yang keropos dan korup.
Kasus Luhut dengan sikap lemah dan pragmatis menunjukkan betapa perlunya para Menteri (juga Presiden) ditatar kembali substansi nasionalisme dan ideologi negara. Bukan saja rakyat yang selalu jadi obyek pembinaan dan penataran.
Para petinggi negeri ini penting untuk juga dibina karena kalimat kalimat yang keluar dari mulutnya adalah sikap yang dapat berdampak luas. Rasa nasionalisme yang rendah dan watak pengecut di kalangan Menteri adalah krisis nasional saat ini. Berbahaya sekali sebab negara ini bisa dijual demi investasi atau duit hutang luar negeri.
Luhut sudah berulangkali bersikap membela China. Tidak salah jika ada sebutan di medsos sebagai Dubes China. Mewakili negara dalam kerjasama dengan Pemerintah dan pengusaha China. Kadang sifat berangasannya mengingatkan kita pada Ahok yang angkuh dan juga tukang semprot. Sebagai Menko mestinya Luhut lebih bijak dan berwawasan kenegaraan yang luas. Tentara adalah patriot bukan tukang semprot atau “Judas Iskhariot” sang penghianat.
Ketika kita berkonflik dengan China gertakannya jangan membuat nyali ciut. Balas dengan ancaman kita untuk membatalkan semua kerjasama dengan China. Sentuh pemutusan hubungan diplomatik. Bilang bahwa di Indonesia banyak WNI yang masih merasa bangsa China. Jika macam macam bisa diusir dari NKRI. Teriakan seperti dulu “go to hell with your aid”.
Bagaimanapun China adalah negara komunis yang berbahaya, bukan sahabat.
Nah sekarang terbukti dengan peristiwa Natuna bahwa China bukan negara sahabat. Negara tukang cari gara gara. Seenaknya menginjak wilayah kita. Sombong, angkuh, dan menggertak. Semua tergantung kita juga, tergantung pemimpin kita, tergantung Menteri dan Presiden kita. Macankah atau tikus cerurut ?
Kalau Luhut sudah jelas payah, ancur deh. Kacrut…! (*)