Ridhmedia - Menko Polhukam Mahfud MD memastikan, Pemerintah Indonesia tidak akan bernegosiasi dengan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Hal itu terkait dengan klaim negara tersebut atas perairan Laut Natuna.
Demikian ditegaskan Mahfud usai menghadiri Peringatan Dies Natalis Ke-57 Universitas Brawijaya di Kota Malang, Jawa Timur.
Mahfud menyampaikan, berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, perairan Natuna adalah milik Indonesia.
Karena itu, tidak ada apapun yang bisa menjadi alasan melakukan negosiasi bilateral.
“Prinsipnya begini, Indonesia tidak akan melakukan negosiasi dengan Tiongkok,” tegasnya.
Menurutnya, negosiasi dilakukan bila ada masalah bilateral dan ada konflik soal Natuna.
Selama ini, China juga tidak memiliki konflik perbatasan dengan Indonesia. Melainkan dengan Vietnam, Malaysia, Brunei, Taiwan, dan Filipina.
“Nah, perairan Natuna ini tidak ada konflik,” sambungnya.
Guru besar ilmu tata negara ini menyatakan, Indonesia harus bersikap tegas terkait Natuna lantaran berkaitan dengan kedaulatan bangsa dan negara.
Jika dilakukan negosiasi, itu berarti sama saja Indonesia mengakui teori sembilan garis putus-putus yang dibuat negeri Tirai Bambu itu.
“(Natuna) Ini tidak ada sengketa, mutlak milik Indonesia secara hukum. Jadi tidak ada negosiasi,” ucapnya.
Karena itu, Mahfud meminta aparat keamanan mengusir kapal-kapal China yang melanggar batas wilayah kedaulatan Indonesia.
“Kita usir dengan segala kemampuan kita. Kita halau kapal-kapal dan nelayan-nelayan,” tegasnya lagi.
“Kita tidak membentuk tim negosiasi, tidak ada,” pungkasnya.
Sementara, Pengamat hubungan internasional, Hikmahanto Juwana menilai, Indonesia jangan sampai bersikap lembek terhadap China soal Natuna.
”Justru, bila perlu Presiden mengulang kembali bentuk ketegasan Indonesia pada tahun 2016 dengan mengadakan rapat terbatas di kapal perang Indonesia di Natuna Utara,” ujarnya.
Hikmato juga menyampaikan bahwa masalah Natuna tidak perlu diselesaikan melalui perundingan.
”Mengingat Tiongkok tidak mengakui ZEE Natuna Utara. Indonesia kan juga tidak mengakui klaim Traditional Fishing Right Tiongkok,” tuturnya.
Yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah meningkatkan patroli di Natuna Utara dan penegakan hukum jika ada nelayan asing, termasuk China, melakukan penangkapan ikan ilegal.
Peningkatan patroli itu juga bertujuan agar nelayan-nelayan Indonesia tidak mendapat gangguan dari kapal-kapal Coast Guard Tiongkok.
”Tapi perlu dipahami, Indonesia tidak dalam situasi akan berperang karena adanya pelanggaran yang dilakukan Coast Guard Tiongkok,” ungkap guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia tersebut.[psid]