TNI Tambah Kekuatan Siaga Tempur, Kapal China Harus Angkat Kaki dari Natuna

Ridhmedia
05/01/20, 18:09 WIB

Ridhmedia - Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa perairan Laut Natuna adalah milik Indonesia, bukan sebagaimana klaim China.

Karena itu, TNI siap menjaga kedaulatan bangsa dan negara dengan melaksanakan operasi siaga tempur di Natuna Utara tanpa ada batas waktu.

Demikian disampaikan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksamana Madya TNI Yudo Margono dalam konferensi pers di Pangkalan Udara TNI AL, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Minggu (5/1/2020).

Saat ini, pihaknya menurunkan dua unsur KRI guna mengusir kapal-kapal China agar benar-benar angkat kaki dari wilayah Indonesia.

“Fokus kami sekarang ialah menambah kekuatan TNI di sana,” ujarnya dilansir Antara.

Bahkan, pihaknya memastikan akan menambah kekuatan operasi siap tempur itu untuk ditempatkan di Natuna.

“Besok akan ada penambahan empat unsur KRI lagi untuk mengusir kapal-kapal tersebut,” sambungnya.

Dari pengamatan udara, kapal-kapal nelayang China itu menangkap ikan dengan menggunakan pukat harimau yang ditarik dua kapal.

“Berdasarkan pantauan kami dari udara, mereka memang nelayan China (Tiongkok) yang menggunakan pukat harimau,” bebernya.

PUkat harimau sendiri sudah dilarang penggunaannya oleh pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015.

Berdasarkan catatan, kali terakhir nelayan China menggunakan pukat Natuna tahun 2016 silam dan menangkap dua kapal.

Sejak saat itu, tidak ada lagi kapal nelayan negeri Tirai Bambu tersebut melanggar wilayah perairan Natuna.

Sekarang, mereka kembali masuk ke wilayah maritim Indonesia untuk menjarah kekayaan laut di Natuna.

“Bahkan aktivitas nelayan mereka kini didampingi dua kapal penjaga pantai (coast guard) dan satu pengawas perikanan China,” jelasnya.

Sejak kembali terdeteksi memasuki wilayah Indonesia, pihaknya sudah melakukan upaya persuasif agar kapal China itu meninggalkan Natuna.

Padahal, merujuk aturan, seharusnya kapal-kapal China itu diseret dan diproses hukum.

Sedangkan kapal perang dan penjaga pantai China diusir keluar dari perairan Indonesia.

“Kami lakukan upaya damai. Meminta mereka keluar dengan sendirinya, di samping upaya negosiasi juga dilakukan Kementerian Luar Negeri Indonesia dengan China,” ujarnya.

Sementara, Menko Polhukam Mahfud MD memastikan, Pemerintah Indonesia tidak akan bernegosiasi dengan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, perairan Natuna adalah milik Indonesia.

Karena itu, tidak ada apapun yang bisa menjadi alasan melakukan negosiasi bilateral.

“Prinsipnya begini, Indonesia tidak akan melakukan negosiasi dengan Tiongkok,” ujarnya usai menghadiri Peringatan Dies Natalis Ke-57 Universitas Brawijaya di Kota Malang, Jawa Timur.

Menurutnya, negosiasi dilakukan bila ada masalah bilateral dan ada konflik soal Natuna.

Selama ini, China juga tidak memiliki konflik perbatasan dengan Indonesia. Melainkan dengan Vietnam, Malaysia, Brunei, Taiwan, dan Filipina.

“Nah, perairan Natuna ini tidak ada konflik,” sambungnya.

Guru besar ilmu tata negara ini menyatakan, Indonesia harus bersikap tegas terkait Natuna lantaran berkaitan dengan kedaulatan bangsa dan negara.

Jika dilakukan negosiasi, itu berarti sama saja Indonesia mengakui teori sembilan garis putus-putus yang dibuat negeri Tirai Bambu itu.

“(Natuna) Ini tidak ada sengketa, mutlak milik Indonesia secara hukum. Jadi tidak ada negosiasi,” ucapnya.

Karena itu, Mahfud meminta aparat keamanan mengusir kapal-kapal China yang melanggar batas wilayah kedaulatan Indonesia.

“Kita usir dengan segala kemampuan kita. Kita halau kapal-kapal dan nelayan-nelayan,” tegasnya lagi.

“Kita tidak membentuk tim negosiasi, tidak ada,” pungkasnya. [psid]
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+