Ridhmedia - Hingga kini keberadaan politikus PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku- penyuap anggota KPU Wahyu Setiawan, belum diketahui. Harun buron dengan menyandang status tersangka.
Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, yang ditemui wartawan disela-sela Rakernas I PDI Perjuangan di JIExpo Kemayoran, Jakarta, saat ditanya keberadaan Harun mengaku tidak tahu dan tidak kenal.
“Kalau Harun Arsyid di dalam cerita kita sering mendengar, tapi kalau Harun ini saya nggak tahu. Di dalam khususnya dimana,” kata Hasto Jumat (10/01/2020).
Padahal Harun pernah direkomendasikan DPP PDIP sebagai pengganti antarwaktu (PAW) anggota DPR, almarhum Nazarudin Kiemas.
Selain ditanya soal Harun, Hasto juga dihujani pertanyaan terkait kabar insiden penyidik KPK diminta tes urin saat menyambangi kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ketika ramai operasi tangkap tangan (OTT) anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Saat itu kasus Wahyu Setiawan diduga melibatkan Hasto. Dan Hasto diisukan bersembunyi di salah satu kediaman petinggi Polri di kompleks PTIK untuk menghindari kejaran penyidik KPK.
“Disebut-sebut saya berada di PTIK, teman-teman tahu ini (persiapan) rakernas dan HUT partai memerlukan konsentrasi. Dan teman-teman bisa lihat hasilnya,” jelas Hasto.
Wartawan yang tak puas dengan penjelasan Hasto, kembali menanyakan hal yang sama. Dan Hasto pun menjawab dengan pernyataan yang substansinya sama dengan yang sebelumnya.
Sebelumnya Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Raden Prabowo Argo Yuwono pun membantah kedatangan penyidik KPK di kompleks PTIK untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
“Informasinya, anggota KPK ingin melaksanakan shalat di masjid PTIK,” katanya.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan anggota KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerimaan suap terkait PAW anggota DPR Harun Masiku menggantikan almarhum Nazarudin Kiemas.
KPK juga turut menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina serta seorang swasta bernama Saeful sebagai tersangka.
Dalam perkara ini Wahyu meminta dana operasional Rp 900 juta untuk membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan Doni advokat mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.
“Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019,” ungkap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli.
Gugatan itu kemudian dikabulkan MA pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu.
“Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan HAR sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut,” katanya.
Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti almarhum Nazarudin Kiemas.
Dua pekan kemudian atau tanggal 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan pada 23 September mengirimkan surat berisi penetapan caleg.
“SAE menghubungi ATF dan melakukan lobi untuk mengabulkan HAR sebagai PAW,” ujar Lili. [ipc]