Ridhmedia - Hubungan ekonomi dan dagang China-Indonesia terus tumbuh. China menjadi salah satu tujuan ekspor terbesar Indonesia sekaligus importir bagi China. China juga menjadi negara terbesar ketiga investasi asing langsung ke Indonesia.
Pengamat dari Guangxi University for Nationalities (GUN) Nanning, China, Ge Hongliang, menyebut Indonesia dan China harusnya bisa meningkatkan kerja sama untuk mewujudkan cita-cita masing-masing.
"Seharusnya kedua negara ini memanfaatkan kemitraan strategis komperehensif untuk mewujudkan cita-citanya dengan memperkuat hubungan bilateral," ujarnya dalam artikel yang ditulis di China Daily, Senin (6/1).
Ge Hongliang yang juga adalah Wakil Dekan Fakultas ASEAN di salah satu perguruan ternama di Daerah Otonomi Guangxi itu mengamati bahwa cita-cita 100 tahun Indonesia dan cita-cita 200 tahun China memiliki arah tujuan pembangunan yang hampir sama. Seperti halnya pemerintah China, pemerintah Indonesia juga berkomitmen meningkatkan pembangunan ekonomi dan sosial.
"Setelah terpilih sebagai Presiden Indonesia, Joko Widodo melakukan pendekatan pragmatis untuk meningkatkan pembangunan. Beliau membangun kawasan industri dan berupaya menarik investor asing untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur. Hasilnya bisa dilihat, pembangunan selama kepemimpinan Joko Widodo pada periode pertama sangat bagus," ungkap Ge.
Ia mengutip data periode 2015-2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus meningkat dari 4,88 persen, 5,03 persen, 5,07 persen, menjadi 5,17 persen.
Pada 2018 itu pertumbuhan ekonomi Indonesia menduduki peringkat ketiga di antara negara-negara kelompok 20 (G20).
Namun, Ge masih melihat adanya beberapa kendala dalam menyinergikan mimpi bersama kedua negara.
"Pertama, nilai perdagangan dan investasi yang tidak seimbang. Indonesia masih defisit 18,22 miliar dolar AS dalam neraca perdagangannya dengan China pada 2018, naik 40,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya," sebutnya.
"Kedua, sejumlah perusahaan China masih menghadapi beberapa kesulitan saat hendak membangun pabrik di Indonesia, seperti pembebasan lahan dan masa berlaku visa kerja yang sangat terbatas," lanjut Ge.
Yang ketiga, perbedaan budaya, khususnya faktor agama masih menjadi isu utama di kedua negara.
Ge pun mendorong penguatan dialog antara Beijing dan Jakarta, terutama dalam mengatasi isu Natuna.
Menurut Ge, China dan Indonesia sedang menghadapi eskalasi persaingan yang kompleks dari kekuatan kawasan lain seiring dengan cepatnya perubahan situasi global, terutama lanskap keamanan yang tidak stabil dan penyesuaian masalah ketenagakerjaan.
"Oleh karena itu, kedua negara perlu memperkuat dialog strategis dan menyinergikan kebijakan pembangunan bersama agar bisa beradaptasi dengan perubahan besar di kawasan dan global serta mendukung program pembangunan bersama," demikian Ge mengakhiri tulisannya di harian berpengaruh di China itu. [rm]