Mush'ab ketika tinggal di Habsyi dan Mekkah menerima ujian dan penderitaan yang harus dilalui olehnya, namun ia berhasil menempa corak kehidupannya berdasarkan pola yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Ia merasa puas bahwa kehidupannya telah layak untuk dipersembahkan kepada Allah Swt.
Pada suatu hari Mush'ab tampil di hadapan beberapa orang Muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah Saw. Mereka memandang Mush'ab dengan menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya berair sebab duka. Mereka sedih sebab melihat Mush'ab menggunakan jubah lama yang bertambal-tambal, padahal sebelum ia masuk Islam ialah seorang cowok yang tak obahnya ibarat kembang dengan pakaian berwarna-warni dan mengembangkan amis yang harum. Tetapi Rasulullah Saw. menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta dan syukur di dalam hati, diselah bibirnya tersemat senyuman bahagia, seraya bersabda:
"Dahulu saya lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya. Kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya."
Semenjak ibunya merasa frustasi untuk mengembalikan Mush'ab kepada agama yang lama, ia telah menghentikan segala proteksi yang biasa dilimpahkan kepadanya, bahkan ia tak sudi makanannya dimakan oleh orang yang telah mengingkari berhala dan patut menerima kutukan daripadanya, walau anak kandungnya sendiri. Akhirnya pertemuan Mush'ab dengan ibunya, ketika wanita itu hendak mengurungnya lagi sewaktu ia pulang dari Habsyi. Ia pun bersumpah dan menyatakan tekadnya untuk membunuh orang-orang suruhan ibunya kalau rencana itu dilakukan. Karena mengetahui kebulatan tekad anaknya, ibunya kemudian mengusirnya dengan cucuran air mata. Sementara itu Mush'ab mengucapkan selamat tinggal dengan mengangis pula.
Ketika ibunya mengusir Mush'ab dari rumah sambil berkata, "Pergilah sesuka hatimu! Aku bukan ibumu lagi.' maka Mush'ab pun menghampiri ibunya sambil berkata, "Wahai bunda! Telah saya sampaikan pesan yang tersirat kepada ibu, dan saya menaruh kasihan kepada ibu. Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad ialah hamba dan utusan-Nya."
Dengan marah dan naik darah ibunya menyahut: "Demi bintang! Sekali-kali saya takkan masuk ke dalam agamamu itu. Otakku sanggup jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi."
Suatu ketika Mush'ab dipilih Rasulullah untuk melaksanakan suatu kiprah penting ketika itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan bai'at kepada Rasulullah di bukit 'Aqabah. Disamping itu mengajak orang-orang lain untuk menganut agama Islam, serta mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut "hijratul Rasul" sebagai insiden besar. Mush'ab memikul amanah itu dengan bekal karunia Allah kepadanya berupa pikiran yang cerdas dan budi pekerti yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran, dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam. Sesampai di Madinah, didapatinya kaum Muslimin disana tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah bai'at di bukit 'Aqabah. Tetapi tiada hingga beberapa bulan kemudian, meningkatlah orang-orang Madinah masuk Islam berkat Mush'ab bin Umair.
Pada isu terkini haji berikuknya dari perjanjian 'Aqabah, kaum Muslimin Madinah mengirim utusan kepada Rasulullah saw. yang dipimpin oleh duta yang dikirim oleh Nabi saw sendiri, yaitu Mush'ab bin Umair. Dengan tindakan yang sempurna dan bijaksana, Mush'ab bin Umair telah menandakan bahwa pilihan Rasulullah saw. atas dirinya itu tepat. Di Madinah Mush'ab tinggal sebagai tamu dirumah As'ad bin Zararah. Dengan didampingi As'ad, ia pergi mengunjungi kabilah-kabilah, rumah-rumah dan tempat-tempat pertemuan untuk membacakan ayat-ayat Allah, memberikan kalimat Allah "Bahwa Allah Tuhan Maha Esa" secara hati-hati.
Halaman : «« Sebelumnya