Khalid Bin Walid

Ridhmedia
13/05/13, 19:12 WIB


“Orang menyerupai dia, tidak sanggup tanpa diketahui dibiarkan begitu saja. Dia harus diincar sebagai calon pemimpin Islam. Jika dia menggabungkan diri dengan kaum Muslimin dalam peperangan melawan orang-orang kafir, kita harus mengangkatnya kedalam golongan pemimpin.” Demikian keterangan Nabi ketika berbicara perihal Khalid sebelum calon pendekar ini masuk Islam.
Khalid dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Bani Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Ayahnya berjulukan Walid dan ibunya Lababah. Khalid termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, yakni isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main laga gulat. Khalid sanggup mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar sanggup diluruskan kembali dengan baik.
Ayah Khalid yang berjulukan Walid, yakni salah seorang pemimpin yang paling berkuasa di antara orang-orang Quraisy. Dia sangat kaya. Dia menghormati Ka’bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain epilog Ka’bah. Pada masa ibadah Haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang tiba berkumpul di Mina.
Ketika orang Quraisy memperbaiki Ka’bah tidak seorang pun yang berani meruntuhkan dinding-dindingnya yang renta itu. Semua orang takut kalau-kalau jatuh dan mati. Melihat suasana begini Walid maju ke depan dengan bersenjatakan sekop sambil berteriak, “Oh, Tuhan jangan murka kepada kami. Kami berniat baik terhadap rumahMu”.
Nabi mengharap-harap dengan sepenuh hati, supaya Walid masuk Islam. Harapan ini timbul lantaran Walid seorang kesatria yang berani di mata rakyat. Karena itu dia dikagumi dan dihormati oleh orang banyak. Jika dia telah masuk Islam ratusan orang akan mengikutinya.
Dalam hati kecilnya Walid merasa, bahwa Al Qur-’an itu yakni kalimat-kalimat Allah. Dia pernah menyampaikan secara jujur dan terang-terangan, bahwa dia tidak bisa berpisah dari keindahan dan kekuatan ayat-ayat suci itu.
Ucapan yang terus terperinci ini menawarkan harapan bagi Nabi, bahwa Walid akan segera masuk Islam. Tetapi keinginan dan harapan ini tak pernah menjadi kenyataan. Kebanggaan atas diri sendiri membendung bisikan-bisikan hati nuraninya. Dia takut kehilangan kedudukannya sebagai pemimpin bangsa Quraisy. Kesangsian ini menghalanginya untuk menurutkan rayuan-rayuan hati nuraninya. Sayang sekali orang yang begini baik, akhirnya mati sebagai orang yang bukan Islam.
Suku Bani Makhzum memiliki tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, Bani Muhzum lah yang mengurus gudang senjata dan gudang tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi prajurit-prajurit.
Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang bisa lebih dibanggakan menyerupai Bani Makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap orang-orang Islam di lembah Abu Thalib, orang-orang Bani Makhzum lah yang pertama kali mengangkat suaranya menentang pengepungan itu.
Latihan Pertama
Kita tidak banyak mengetahui mengenai Khalid pada masa kanak-kanaknya. Tetapi satu hal kita tahu dengan pasti, ayah Khalid orang berada. Dia memiliki kebun buah-buahan yang membentang dari kota Mekah hingga ke Thaif. Kekayaan ayahnya ini menciptakan Khalid bebas dari kewajiban-kewajibannya.
Dia lebih leluasa dan tidak usah berguru berdagang. Dia tidak usah bekerja untuk menambah pencaharian orang tuanya. Kehidupan tanpa suatu ikatan memberi kesempatan kepada Khalid mengikuti kegemarannya. Kegemarannya ialah laga tinju dan berkelahi.
Saat itu pekerjaan dalam seni peperangan dianggap sebagai tanda seorang Satria. Panglima perang berarti pemimpin besar. Kepahlawanan yakni satu hal terhormat di mata rakyat.
Ayah Khalid dan beberapa orang pamannya yakni orang-orang yang terpandang di mata rakyat. Hal ini menawarkan dorongan keras kepada Khalid untuk mendapatkan kedudukan terhormat, menyerupai ayah dan paman-pamanya. Satu-satunya undangan Khalid ialah supaya menjadi orang yang sanggup mengatasi teman-temannya di dalam hal laga tenaga. Sebab itulah dia menceburkan dirinya kedalam seni peperangan dan seni bela diri. Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya ke dalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang.
Pandangan yang ditunjukkannya mengenai taktik perang menakjubkan setiap orang. Dengan gamblang orang sanggup melihat, bahwa dia akan menjadi jago dalam seni kemiliteran. Dari masa kanak-kanaknya dia menawarkan harapan untuk menjadi jago militer yang luar biasa senialnya.
Menentang Islam
Pada masa kanak-kanaknya Khalid telah kelihatan menonjol diantara teman-temannya. Dia telah sanggup merebut daerah istimewa dalam hati rakyat. Lama kelamaan Khalid menanjak menjadi pemimpin suku Quraisy. Pada waktu itu orang-orang Quraisy sedang memusuhi Islam. Mereka sangat anti dan memusuhi agama Islam dan penganut-penganut Islam. Kepercayaan gres itu menjadi ancaman bagi kepercayaan dan adab istiadat orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy sangat menyayangi adab kebiasaannya. Sebab itu mereka mengangkat senjata untuk menggempur orang-orang Islam. Tunas Islam harus dihancurkan sebelum tumbuh berurat berakar. Khalid sebagai cowok Quraisy yang berani dan bersemangat berdiri digaris paling depan dalam penggempuran terhadap kepercayaan gres ini. Hal ini sudah masuk akal dan seirama dengan kehendak alam.
Sejak kecil cowok Khalid bertekad menjadi pendekar Quraisy. Kesempatan ini diperolehnya dalam pertentangan-pertentangan dengan orang-orang Islam. Untuk membuktikan talenta dan kecakapannya ini, dia harus menonjolkan dirinya dalam segala pertempuran. Dia harus menunjukkan kepada sukunya kwalitasnya sebagai pekelahi.
Peristiwa Uhud
Kekalahan kaum Quraisy di dalam perang Badar menciptakan mereka jadi kegila-gilaan, lantaran penyesalan dan panas hati. Mereka merasa terhina. Rasa sombong dan pujian mereka sebagai suku Quraisy telah meluncur masuk lumpur kehinaan Arang telah tercoreng di muka orang-orang Quraisy. Mereka seolah-olah tidak bisa lagi mengangkat dirinya dari lumpur kehinaan ini. Dengan segera mereka menciptakan persiapan-persiapan untuk membalas pengalaman pahit yang terjadi di Badar.
Sebagai cowok Quraisy, Khalid bin Walid pun ikut mencicipi pahit getirnya kekalahan itu. Sebab itu dia ingin membalas dendam sukunya dalam peperangan Uhud. Khalid dengan pasukannya bergerak ke Uhud dengan satu tekad menang atau mati. Orang-orang Islam dalam pertempuran Uhud ini mengambil posisi dengan membelakangi bukit Uhud.
Sungguhpun kedudukan pertahanan baik, masih terdapat suatu kekhawatiran. Di bukit Uhud masih ada suatu tanah genting, di mana tentara Quraisy sanggup menyerbu masuk pertahanan Islam. Untuk menjaga tanah genting ini, Nabi menempatkan 50 orang pemanah terbaik. Nabi memerintahkan kepada mereka supaya bertahan mati-matian. Dalam keadaan bagaimana jua pun jangan hingga meninggalkan pos masing-masing.
Khalid bin Walid memimpin sayap kanan tentara Quraisy empat kali lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam. Tetapi mereka jadi ragu-ragu mengingat kekalahan-kekalahan yang telah mereka alami di Badar. Karena kekalahan ini hati mereka menjadi kecil menghadapi keberanian orang-orang Islam.
Sungguh pun begitu pasukan-pasukan Quraisy memulai pertempuran dengan baik. Tetapi setelah orang-orang Islam mulai mendobrak pertahanan mereka, mereka telah gagal untuk mempertahankan tanah yang mereka injak.
Kekuatannya menjadi terpecah-pecah. Mereka lari cerai-berai. Peristiwa Badar berulang kembali di Uhud. Saat-saat kritis sedang mengancam orang-orang Quraisy. Tetapi Khalid bin Walid tidak goncang dan sarafnya tetap membaja. Dia mengumpulkan kembali anak buahnya dan mencari kesempatan baik guna melaksanakan pukulan yang menentukan.
Melihat orang-orang Quraisy cerai-berai, pemanah-pemanah yang bertugas ditanah genting tidak tahan hati. Pasukan Islam tertarik oleh harta perang, harta yang ada pada mayat-mayat orang-orang Quraisy. Tanpa pikir panjang akan akibatnya, sebagian besar pemanah-pemanah, penjaga tanah genting meninggalkan posnya dan menyerbu kelapangan.
Pertahanan tanah genting menjadi kosong. Khalid bin Walid dengan segera melihat kesempatan baik ini. Dia menyerbu ketanah genting dan mendesak masuk. Beberapa orang pemanah yang masih tinggal dikeroyok bersama-sama. Tanah genting dikuasai oleh pasukan Khalid dan mereka menjadi leluasa untuk menggempur pasukan Islam dari belakang.
Dengan kecepatan yang tak ada taranya Khalid masuk dari garis belakang dan menggempur orang Islam di sentra pertahanannya. Melihat Khalid telah masuk melalui tanah genting, orang-orang Quraisy yang telah lari cerai-berai berkumpul kembali dan mengikuti jejak Khalid menyerbu dari belakang. Pemenang-pemenang antara beberapa menit yang lalu, kini telah terkepung lagi dari segenap penjuru, dan situasi mereka menjadi gawat.
Khalid bin Walid telah merobah kemenangan orang Islam di Uhud menjadi suatu kehancuran. Mestinya orang-orang Quraisylah yang kalah dan cerai-berai. Tetapi lantaran gemilangnya Khalid sebagai jago siasat perang, kekalahan-kekalahan telah disunglapnya menjadi satu kemenangan. Dia menemukan lobang-lobang kelemahan pertahanan orang Islam.
Hanya pendekar Khalid lah yang sanggup mencari saat-saat kelemahan lawannya. Dan dia pula yang sanggup menarik kembali tentara yang telah cerai-berai dan memaksanya untuk bertempur lagi. Seni perangnya yang luar biasa inilah yang mengungkap kekalahan Uhud menjadi suatu kemenangan bagi orang Quraisy.
Ketika Khalid bin Walid memeluk Islam Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sangat bahagia, lantaran Khalid memiliki kemampuan berperang yang sanggup dipakai untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan usaha jihad. Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan membuktikan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya. Betapapun hebatnya Khalid bin Walid di dalam medan pertempuran, dengan banyak sekali luka yang menyayat badannya, namun ternyata kematianya di atas ranjang. Betapa menyesalnya Khalid harapan untuk mati sahid di medan perang ternyata tidak tercapai dan Allah menghendakinya mati di atas daerah tidur, sehabis usaha membela Islam yang luar biasa itu. Demikianlah kekuasaan Allah. Manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya sesuai dengan kemaua-Nya.



Pribadi yang mengaku tidak tahu dimana dan dari mana kehidupannya bermula, kecuali di suatu hari dimana ia berjabat tangan dengan Rasulullah saw, berikrar dan bersumpah setia….saat itulah dia merasa dilahrikan kembali sebagai insan “Dialah orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu dikala Khalid bin Walid pernah menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju Madinah kepada Rasulullah:

“Aku menginginkan seorang sobat seperjalanan, kemudian kujumpai Utsman bin Thalhah; kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar dari kota Mekah sekitar dini hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash.

Maka berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah, sehingga kami hingga di kota itu di awal hari bulan Safar tahun yang ke delapan Hijriyah. Setelah akrab dengan Rasulullah saw kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Sejak itulah saya masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang haq…”

Rasulullah bersabda, “Sungguh saya telah mengetahui bahwa anda memiliki logika sehat, dan saya berharap, logika sehat itu hanya akan menuntun anda kejalan yang baik…” Oleh lantaran itulah, saya berjanji setia dan bai’at kepada beliau, kemudian saya Mohon “Mohon Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah…”

Dalam perang Muktah, ada tiga orang Syuhada Pahlawan, mereka yakni Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga yakni Syuhada Pahlawan si Pedang Allah di Tanah Syria. Untuk keperluan perang Muktah ini, pasukan musuh, Pasukan Romawi mengerahkan sekitar 200.000 prajurit.

Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersama panjinya hingga ia tewas. Kemudian panji tersebut diambil alih oleh Ja’far, yang juga bertempur bersama panjinya hingga ia gugur sebagai syahid. Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia juga gugur sebagai Syahid.”

“Kemudian panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang Allah, kemudian Allah membukakan kemenangan di tangannya.”

Sesudah Panglima yang ketiga gugur menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin Arqam menuju bendera perang tersebut, kemudian membawanya dengan tangan kanannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam supaya barisan mereka tidak kacau balau, dan semangat pasukan tetap tinggi…
Tak usang sehabis itu, dengan gesit ia melarikan kudanya kearah Khalid bin Walid, sambil berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman…!”

Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang gres masuk Islam, tidak layak memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshor dan Muhajirin yang terlebih dahulu masuk Islam daripadanya, Sopan, Rendah hati, pintar bijaksana, itulah sikapnya. Ketika itu ia menjawab, “Tidak….. jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling berhak memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai perang Badar!”

Tsabit menjawab, “Ambillah, lantaran engkau lebih tahu siasat perang daripadaku, dan demi Allah saya tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!” kemudian ia berseru kepada semua pasukan muslim, Bersediakah kalian di bawah pimpinan Khalid?” mereka menjawab, “Setuju!”
Dengan gesit panglima gres ini melompati kudanya, di dekapnya panji suci itu dan mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan hendak memecahkan semua pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk di dobrak dan diterjang. Sejak dikala itulah, kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan mencapai klimaks yang telah ditentukan oleh Allah baginya…
Saat perang Muktah inilah korban di pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, dengan tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang balatentara Romawi dengan jumlah yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang terus menyapu medan tempur.

Dalam situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang bagaimanapun, akan bisa merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang sanggup dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah bagaimana melepaskan tentara Islam ini dari kemusnahan total, dengan mencegah jatuhnya korban yang terus berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat
Pada dikala yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot seluruh medan tempur yang luas itu, dengan kedua matanya yang tajam. Diaturnya rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membagi pasukannya kedalam kelompok-kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk terus. Setiap kelompok diberinya kiprah target masing-masing, kemudian dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa mukjizat, dengan kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga akhirnya ia berhasil membuka jalur luas diantara pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan selamat. Karena prestasinya dalam perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid, “Si Pedang Allah yang senantiasa terhunus”.

Sepeninggal Rasulullah, wafat, Abu Bakar memikul tanggung jawab sebagai Khalifah. Dia menghadapi tantangan yang sangat besar dan berbahaya, yaitu gelombang kemurtadan yang hendak menghancurkan agama yang gres berkembang ini. Berita-berita perihal pembangkangan kaum-kaum dan suku-suku Di Jazirah Arab ini, dari waktu ke waktu semakin membahayakan. Dalam keadaan genting menyerupai ini, Abu Bakar sendiri maju untuk memimpin pasukan Islam. Tetapi para sahabat utama tidak sepakat dengan tindakan Abu Bakar ini. Semuanya sepakat untuk meminta Khalifah supaya tetap tinggal di Madinah.
Sayyidina Ali terpaksa menghadang Abu Bakar dan memegang tali kekang kuda yang sedang di tungganginya untuk mencegah keberangkatannya bersama pasukannya menuju medan perang, sembari berkata, “Hendak kemana Engkau wahai Khalifah Rasulullah, akan kukatakan kepadamu apa yang pernah dikatakan Rasulullah di hari Uhud: “Simpanlah pedangmu wahai Abu Bakar, jangan engkau cemaskan kami dengan dirimu!”

Di hadapan desakan dan bunyi bundar kaum muslimin, Khalifah terpaksa mendapatkan untuk tetap tinggal di kota Madinah. Maka setelah itu, di bagilah tentara Islam menjadi sebelas kesatuan, dengan beban kiprah tertentu. Sedang sebagai kepala dari keseluruhan pasukan tersebut, diangkatlah Khalid bin Walid. Dan setelah menyerahkan bendera kepada masing-masing komandannya, Khalifah mengarahkan pandangan kepada Khalid bin Walid, sambil berkata:

Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahwa sebaik-baik hamba Allah dan mitra sepergaulan, ialah Khalid bin Walid, sebilah pedang diantara pedang Allah yang ditebaskan kepada orang-orang kafir dan munafik…!”

Khalid pun segera melaksanakan tugasnya dengan berpindah-pindah dari suatu daerah medan tempur ke pertempuran yang lain, dari suatu kemenangan ke kemenangan berikutnya.
Datanglah perintah dari Khalifah Abu Bakar, kepada Panglima yang tak tertandingi ini, supaya berangkat menuju Yamamah untuk memerangi Bani Hanifah bersama kabilah-kabilah yang telah bergabung dengan mereka yang terdiri dari campuran aneka ragam tentara murtad yang paling berbahaya. Pasukan ini di pimpin oleh Musalimah al-Kadzdzab..

Khalid bersama pasukannya mengambil posisi di dataran bukit-bukit pasir Yamamah, dan menyerahkan bendera perang kepada komandan-komandan pasukannya, sementara Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kedurhakaan bersama dengan pasukan tentaranya yang sangat banyak, seolah-olah tak akan habis-habisnya.

Di tengah pertempuran yang berkecamuk amat dahsyat ini, Khalid melihat keunggulan musuh, ia kemudian memacu kudanya ke suatu daerah tinggi yang terdekat, kemudian ia melayangkan pandangannya ke seluruh medan tempur. Pandangan cepat yang diliputi ketajaman dan naluri perangnya, dengan cepat ia sanggup mengetahui dan menyimpulkan titik kelemahan pasukannya.

Ia sanggup merasakan, ada rasa tanggung jawab yang mulai melemah di kalangan parajuritnya di tengah serbuan-serbuan mendadak pasukan Musailamah. Maka diputuskanlah secepat kilat untuk memperkuat semangat tempur dan tanggung jawab pasukan muslimin itu. Di panggilnya komandan-komandan teras dan sayap, ditertibkannya posisi masing-masing di medan tempur, kemudian ia berteriak dengan suaranya yang mengesankan kemenangan:

“Tunjukkanlah kelebihanmu masing-masing…, akan kita lihat hari ini jasa setiap suku!”
Orang-orang Muhajirin maju dengan panji-panji perang mereka, dan orang-orang Anshor pun maju dengan panji-panji perang mereka, kemudian setiap kelompok suku dengan panji-panji tersendiri. Semangat juang pasukannya jadi bergelora lebih panas membakar, yang dipenuhi dengan kebulatan tekad, menang atau mati syahid. Sedangkan Khalid terus menggemakan Takbir dan Tahlil, sambil menawarkan komando kepada para komandan lapangannya. Dalam waktu singkat, berubahlah arah pertempuran, prajurit-prajurit pimpinan Musailamah mulai berguguran, laksana nyamuk yang meggelepar berjatuhan.
Khalid bin Walid berhasil menyalakan semangat keberaniannya menyerupai sengatan aliran listrik kepada setiap parajuritnya, itulah salah satu keistimewaannya dari sekian banyak keunggulannya. Musailamah tewas bersama para prajuritnya, bergelimpangan memenuhi seluruh area medan pertempuran, dan terkuburlah selama-lamanya bendera yang menyerukan kebohongan dan kepalsuan.

Selanjutnya, Khalifah Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk berangkat menuju Irak, maka berangkatlah sang Mujahid ini ke Irak. Ia memulai operasi meliternya di Irak dengan mengirim surat ke seluruh Pembesar Kisra (Kaisar Persia) dan Gubernur-Gubernurnya di semua wilayah Irak.

“Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid Ibnu Walid kepada para pembesar Persi. Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk. Kemudian segala puji kepunyaan Allah yang telah memporak porandakan kaki tangan kalian, dan merenggut kerajaan kalian, serta melemahkan muslihat kalian. Siapa yang shalat menyerupai shalat kami, dan menghadap kiblat kami, jadilah ia seorang muslim. Ia akan mendaptkan hak menyerupai hak yang kami dapatkan, dan ia berkewjiban menyerupai kewajiban kami. Bila telah hingga kepada kalian surat ini, maka hendaklah kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah dariku sumbangan bila tidak, maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, akan kukirimkan kepada kalian satu kaum berani mati, padahal kalian masih sangat menyayangi hidup…!”
Para biro diam-diam yang disebarkannya ke seluruh penjuru Persia tiba memberikan info perihal keberangkatan pasukan bala tentara yang sangat besar yang dipersiapkan oleh panglima-panglima Persia di Irak.

Khalid tidak membuang-buang waktu, dengan cepat ia memersiapkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Persia tersebut. Dalam perjalanan menuju Persia ini ia berhasil memperoleh kemenangan-kemenangan, mulai dari Ubullah, As-Sadir, di susul Najaf, kemudian Al-Hirah, Al-Ambar, hingga Khadimiah. Di setiap daerah yang berhasil ia taklukkan ia disambut wajah berseri penduduknya, lantaran di bawah bendera Islam, mereka orang-orang yang lemah yang tertindas penjajah Persia, sanggup berlindung dengan aman.
Rakyat yang terjajah dan lemah selama ini banyak mengalami derita perbudakan dan penyiksaan dari orang Persia. Khalid selalu berpesan dengan peringatan keras, kepada seluruh pasukannya setiap kali akan berangkat ke medan tempur:

“Jangan kalian sakiti para petani, biarkanlah mereka bekerja dengan aman, kecuali bila ada yang hendak menyerang kalian, perangilah orang-orang yang memerangi kalian…”.
Kemenangan yang diraih oleh orang-orang Islam di Irak dari orang Persia menjadikan harapan diperolehnya kemenangan yang sama pada orang Romawi di Syria. Khalifah Abu Bakar mengerahkan sejumlah pasukan dan menunjuk bebrapa orang pilihan sebagai Panglimanya, menyerupai Abu Ubaidah bin Jarrah, Amr bin Ash dan Yazid bin Abu Sufyan serta Muawiyah bin Abu Sufyan.

Pada dikala balatentara Islam ini mulai bergerak, info ini hingga kepada Kaisar Romawi. Ia menyarankan para menteri dan Jenderal-jenderalnya supaya berdamai saja dengan orang-orang Islam, dan berperang melawan mereka, lantaran itu hanya akan menjadikan kerugian saja. Tetapi para menteri dan Jenderal-Jenderalnya tetap bersikeras hendak meneruskan perang sambil sesumbar: “Demi Tuhan, akan kita layani Abu Bakar itu, hingga ia tidak bisa mendatangkan pasukan berkudanya ke negeri kita ini.”
Mereka menyiapkan tidak kurang dari 240.000 tentara untuk peperangan ini. Para biro diam-diam pasukan tentara Islam mengirimkan citra perihal situasi gawat ini kepada Khalifah. Mengetahui hal itu Abu Bakar berkata, “Demi Allah, semua kekhawatiran dan keragu-raguan mereka akan kusembuhkan dengan kedatangan Khalid.” Penyembuh kekhawatiran ini, berupa perintah berangkat ke negeri Syam kepada Khalid untuk memimpin seluruh pasukan Islam yang sudah mendahului berada di sana. Dengan sigap Khalid bin Walid melaksanakan perintah Khalifah, dan menyerahkan pimpinan pasukan di Irak kepada Mutsanna bin Haritsah, setelah semua urusannya di Irak selesai, ia segera berangkat menuju Syam.

Di medan perang, sebelum pertempuran di mulai, ia berdiri di tengah-tengah pasukannya sambil berpidato, “Hari ini yakni hari-hari Allah, tak pantas kita di sini berbangga-bangga dan berbuat durhaka….Ikhlaskanlah jihad kalian, dan harapkan Ridlo Allah dengan perangmu! Mari kita bergantian memegang pimpinan, yaitu secara bergiliran. Hari ini salah seorang memegang pimpinan, besok yang lain, lusa yang lain lagi, sehingga seluruhnya menerima kesempatan memimpin…!”

Balatentara Romawi, bila dilihat dari besarnya jumlah tentara dan perlengkapan persenjataan yang mereka miliki, merupakan sesuatu yang sangat mendebarkan bagi siapa saja yang melihatnya. Tak diragukan lagi, bahwa pasukan Islam sebelum kedatangan Khalid bin Walid merasa gentar dan cemas serta gelisah dalam jiwa mereka. Hanya lantaran keyakinan merekalah yang menciptakan hati mereka mantap.
Bagaimanapun hebatnya orang-orang Romawi dan balatentaranya, tapi Abu Bakar telah berkata, “Khalid yang akan menyelesaikannya…, Demi Allah, segala kekhawatiran mereka akan kulenyapkan dengan seorang Khalid! Biarkan orang-orang Romawi dengan segala kehebatannya itu datang! Bukankah bagi kaum muslimin ada tukang pukulnya?”

Khalid bin Walid membrifing komandan-komandan tentaranya, dengan mempersiapkan dan membagi-bagi pada beberapa kesatuan besar. Diaturnya langkah-langkah taktik dan seni administrasi untuk menyerang dan bertahan, untuk menandingi taktik-taktik tentara Romawi, menyerupai yang telah dialaminya dari kawan-kawannya orang Persia di Irak, dengan melukiskan setiap kemungkinan dari peperangan ini.
Sebelum terjun ke kancah peperangan, ada satu hal yang sedikit menganggu pikirannya, yaitu kemungkinan sebagian anggota pasukannya yang melarikan diri, terutama mereka yang gres saja masuk Islam, setalah mereka melihat kehebatan dan keseraman tentara Romawi.

Salah satu diam-diam kemenangan-kemenangan istimewa yang diraih Khalid dalam setiap pertempuran,ialah “Tsabat” artinya tetap sabar dan disiplin. Ia melihat, bahwa larinya dua tiga orang prajurit, akan membuatkan kepanikan dan kekacauan pada seluruh kesatuan yang akan berakibat fatal, dan ini merpakan bencana. Oleh lantaran itu, tindakannya sangat tegas dan keras sekali terhadap mereka yang membuang senjata dan melarikan diri dari medan pertempuran. Maka dalam peperangan Yarmuk ini, setelah seluruh pasukannya mangambil posisi, dipanggilnya perempuan-perempuan Muslimah untuk memanggul senjata. Mereka diperintahkan untuk mengambil posisi dibelakang barisan pasukan muslimin di setiap penjuru. Khalid berpesan kepada mereka, “Siapa saja yang melarikan diri dari medan pertempuran ini, bunuh saja mereka!”
Sebelum pertempuran dahsyat itu berlangsung, Panglima tentara Romawi meminta Khalid Tampil ke depan, lantaran ingin berbicara dengannya. Khalid tampil ke depan sehingga mereka berdua saling berhadapan di atas punggung kuda masing-masing, di suatu daerah tanah lapang diantara kedua pasukan.
Panglima pasukan tentara Romawi yang berjulukan Mahan itu berkata kepada Khalid:

“Kami tahu, bahwa yang mendorong kalian keluar dari negeri kalian tidak lain hanyalah lantaran kelaparan dan kesulitan, bila kalian setuju, saya beri dari masing-masing kalian ini 10 dinar lengkap dengan pakaian dan makanan, asalkan kalian pulang kembali ke negeri kalian. Dan di tahun yang akan tiba saya akan kirimkan sebanyak itu pula……!
Mendengar itu, bukan main marahnya Khalid, tapi hal tetap ditahan, sambil menggetakkan giginya, ia menganggap suatu penghinaan dan kekurang fatwa dari panglima Romawi itu. Lalu di jawabnya dengan berucap:

“Bahwa yang mendorong kami keluar dari negeri kami, bukan lantaran lapar menyerupai yang anda kira, tapi kami yakni suatu bangsa yang biasa minum darah. Dan kami sangat paham, bahwa tak darah yang lebih manis dan lebih lezat dari darah orang-orang Romawi, lantaran itulah kami datang!”
Panglima Khalid bin Walid menggeretakkan kekang kudanya, sambil kembali ke barisan pasukannya, diangkatnya bendera tingi-tinggi sebagai tanda dimulainya pertempuran. “Allahu Akbar,……berhembuslah angin surga,” teriaknya. Di tengah-tengah poertempuran sengit itu berlangsung, ada salah seorang dari tentara muslim yang mendekati Abu Ubaidan bin Jarrah, sambil berkata, “Aku sudah bertekad untuk mati syahid, apakah anda memiliki pesan penting yang bisa kusampaikan kepada Rasulullah saw, bila saya menemuinya nanti?” Abu Ubaidah menjawab, “Ada, sampaikan kepada beliau, Ya Rasululullah, bahwasanya kami telah menemukan bahwa apa yang telah di janjikan Allah, memang benar!”

Setelah itu, lelaki itu pergi menyeruak ke tengah-tengah medan pertempuran dengan menyerang bagai anak panah yang lepas dari busurnya. Ia menyerbu ke tengah-tengah pertempuran dahsyat, merindukan daerah peraduan, hingga akhirnya ia mati syahid. Dia yakni Ikrimah Abu jahal, anak Abu Jahal. Ia berseru kepada barisan tentara orang-orang Islam, pada dikala tekanan tentara Romawi semakin berat, dengan bunyi lantang, dia berkata, “Sungguh saya telah usang memerangi Rasulullah di masa lalu, sebelum saya menerima hidayah dari Allah, masuk Islam. Apakah pantas saya lari hari ini, dari musuh-musuh Allah ini?” sambil berteriak ia berseru kepada pasukan Muslim, “Siapa yang bersedia dan berjanji untuk mati?”

Sekelompok pasukan muslimin berjanji kepada Ikrimah untuk berjuang hingga mati, kemudian mereka sama-sama menyerbu ke jantung pertahanan musuh, mereka hanya mencari kemenangan, tetapi bila kemenangan itu harus ditebus dengan jiwa raganya, mereka sudah siap untuk mati syahid….. Allah mendapatkan pengorbanan dan bai’at mereka, mereka semuanya mati syahid.
Di tengah pertempuran sengit itu, Khalid bin Walid mengerahkan 100 orang tentaranya, tidak lebih. Mereka diperintahkan untuk bersamanya menyerbu sayap kiri pasukan tentara Romawi yang jumlahnya tidak kurang dari 40.000 orang tentara. Khalid berpesan kepada mereka,: “Demi Allah, yang diriku di tangan-Nya, tak ada lagi kesabaran dan ketabahan yang tinggal pada orang-orang Romawi, kecuali apa yang kami lihat! Sungguh, saya berharap Allah menawarkan kesempatan kepada kalian untuk menebas batang-batang keher mereka…!”

Kehebatan Khalid bin Walid ini sangat mengagumkan para panglima dan komandan tentara Romawi. Hal ini mendorong salah seorang dari mereka, berjulukan Georgius, mengundang Khalid pada saat-saat peperangan berhenti beristirahat, untuk bercakap-cakap. Panglima Romawi itu berkata kepada Khalid:
“Tuan Khalid,….jujurlah anda kepadaku, jangan berbohong, lantaran orang merdeka itu tak pernah bohong! Apakah Tuhan telah menurunkan sebilah pedang kepada Nabi anda dari langit, kemudian pedang itu diberikannya kepada anda, hingga setiap anda hunuskan terhadap siapapun, pedang tersebut niscaya membinasakannya?” jawab Khalid, “Oh, tidak.”

Orang itu bertanya lagi, “Mengapa anda dinamakan Si Pedang Allah?” Jawab Khalid, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Rasul-Nya kepada kami, sebagian kami ada yang membenarkannya, dan sebagian lagi ada yang mendustakannya sehingga Allah menjadikan hati kami mendapatkan Islam, dan memberi petunjuk kepada kami melalui Rasul-Nya, kemudian kami berjanji setia kepadanya……, Rasulullah mendoakanku dan berkata kepadaku, “Engkau yakni pedang Allah diantara sekian banyak pedang-pedang-Nya.” Demikianlah, maka saya diberi julukan pedang Allah”.

Dialog selanjutnya terjadi antara panglima itu dengan Khalid:

Kepada siapa anda sekalian diserunya?
Kepada Men-tauhid-kan Allah dan kepada Islam
Apakah orang-orang yang masuk Islam kini akan mendapatkan pahala menyerupai anda juga?
Memang, bahkan lebih……..
Bagaimana sanggup terjadi, padahal anda telah lebih dahulu memasukinya?

Karena bahwasanya kami telah hidup bersama Rasulullah dan kami telah melihat gejala Kerasulan dan mukjizatnya, dan masuk akal bagi setiap orang yang telah melihat menyerupai yang kami lihat, dan mendengar menyerupai yang kami dengar, akan masuk Islam dengan mudah. Adapun anda, wahai orang-orang yang belum pernah melihat dan mendengarnya, kemudian anda beriman kepada yang gaib, maka pahala anda lebih berlipat ganda dan besar, bila anda membenarkan Allah dengan hati nrimo serta niat yang suci…
Panglima Romawi itu kemudian berseru sambil memajukan kudanya ke akrab Khalid dan berdiri disampingnya “Ajarkanlah kepadaku Islam itu, wahai Khalid….! Maka setelah itu masuk islamlah si panglima itu, dan salat dua rakaat, satu-satunya salat yang sempat dilakukan, lantaran setelah insiden itu kedua pasukan mulai bertempur lagi. Panglima Romawi, Georgius, yang kini bertempur di pihak kaum muslimin itu, dengan matian-matian menuntut syahid, hingga ia mencapainya dan ia mendapatkannya……..
Kehidupan Khalid bin Walid yakni perang semenjak lahir hingga matinya. Lingkungan, Pendidikan, pertumbuhan dan seluruh hidupnya, sebelum dan sehabis Islam, seluruhnya merupakan arena bagi seorang pendekar Berkuda yang sangat lihai dan ditakuti

Pedangnya yakni alat yang sangat ampuh sebagai penebus masa lalunya. Pedang yang berada dalam genggaman seorang panglima berkuda menyerupai Khalid, dan tangan yang menggenggam pedang itu digerakkan oleh hati yang bergelora serta di dorong oleh pembelaan yang mutlak terhadap agama yang suci, sungguh amat sulit bagi pedang ini untuk melepaskan diri sama sekali dari pembawaannya yang keras dan dahsyat, dan ketajamannya yang memutus…….

Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata, “Tak ada seorang perempuan pun yang akan sanggup melahirkan lagi pria menyerupai Khalid.” Ia yakni pribadi yang sering dilukiskan oleh para sahabat-sahabat maupun musuh-musuhnya, dengan: “Orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu dikala ia pernah berkata: “Tak ada yang sanggup menandingi kegembiraanku, bahkan lebih pada dikala malam pengantin, atau di dikala dikaruniai Bayi, yaitu suatu malam yang sangat genting, dimana saya dengan ekspedisi tentara bersama orang-orang Muhajirin menggempur kaum musyrikin di waktu subuh.”
Ada sesuatu yang selalu merisaukan pikirannya sewaktu masih hidup, yaitu kalau-kalau ia mati di atas daerah tidur, padahal ia telah menghabiskan seluruh usianya di atas punggung kuda perang dan dibawah kilat pedangnya.

Ketika itu ia berkata: “Aku telah ikut serta berperang dalam pertempuran di mana-mana, seluruh tubuhku penuh dengan tebasan pedang, bacokan tombak serta tancapan anak panah…….kemudian inilah aku, tidak menyerupai yang saya inginkan, mati di atas daerah tidur, laksana matinya seekor unta.”
Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia berwasiat kepada Khalifah Umar, supaya Khalifah mewakafkan harta kekayaan yang ia tinggalkan, yang berupa Kuda dan Pedangnya. Selebihnya tidak ada lagi barang berharga yang sanggup dimiliki oleh orang.
Seumur hidupnya ia tak pernah dipengaruhi oleh keinginan, kecuali menikmati kemenangan dan berjaya mengalahkan musuh kebenaran.

Tak satupun kesenangan duniawi yang sanggup mempengaruhi keinginan nafsunya, kecuali hanya satu, yaitu barang yang dengan sangat hati-hati sekali dan mati-matian ia menjaganya. Barang itu berupa Kopiah. Pernah suatu ketika, kopiah itu jatuh dalam perang Yarmuk. Ia bersama beberapa pasukannya dengan susah payah mencarinya. Ketika orang lain mencelanya lantaran itu, ia berkata, “Di dalamnya terdapat beberapa helai rambut dari ubun-ubun Rasulullah saw”.

Di dikala jenazahnya di usung beberapa sahabat keluar dari rumahnya, sang ibu memandangnya dengan kedua mata yang bercahaya menunjukkan kekerasan hati tapi disaput awan sedih cita, kemudian melepaskannya dengan kata-kata:

Jutaan orang tidak sanggup melebihi keutamaanmu….
Mereka gagah perkasa tapi tunduk di ujung pedangmu…
Engkau pemberani melebihi Singa Betina…..
Yang sedang mengamuk melindungi anaknya……
Engkau lebih dahsyat dari air bah…..
Yang terjun dari celah bukit curam ke lembah……
Rahmat Allah bagi Abu Sulaiman,
Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada yang ada di dunia.
Ia hidup terpuji, dan berbahagia setelah mati…..
Komentar

Tampilkan

Terkini