Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sobat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.
Melihat hal itu, orang buta tersebut terbahak dan berkata, "Buat apa aku bawa pelita ? Kan sama saja buat aku ! Saya dapat pulang kok."
Dengan lembut sahabatnya menjawab, "Ini biar orang lain dapat melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu." Akhirnya orang buta itu baiklah untuk membawa pelita tersebut.
Tak berapa usang dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, "Hei, kau kan punya mata ! Beri jalan buat orang buta dong !" Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.
-----***-----
Kemudian orang buta tersebut melanjutkan perjalanan. Tak berapa lama, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, "Apa kau buta ? Tidak dapat lihat ya ? Aku bawa pelita ini supaya kau dapat lihat !"
Pejalan itu menukas, "Kamu yang buta ! Apa kau tidak lihat, pelitamu sudah padam !"
Si buta tertegun. Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, "Oh, maaf, sayalah yang 'buta', aku tidak melihat bahwa Anda yakni orang buta."
Si buta tersipu menjawab, "Tidak apa-apa, maafkan aku juga atas kata-kata bernafsu saya." Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanannya masing-masing.
-----***-----
Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta tersebut. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, ia bertanya dengan santun, "Maaf, apakah pelita aku padam ?"
Penabraknya menjawab, "Lho, aku justru mau menanyakan hal yang sama."
Senyap sejenak. Secara berbarengan mereka bertanya, "Apakah Anda orang buta ?"
Secara serempak pun mereka menjawab, "Iya.," sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan setelah bertabrakan.
-----***-----
Ketika mereka sedang mencari pelita mereka, lewatlah seseorang. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka yakni orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini, "Sepertinya aku perlu membawa pelita, jadi aku dapat melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga dapat ikut melihat jalan mereka."
Refleksi Hikmah :
Pelita melambangkan terperinci kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan budi dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari banyak sekali aral rintangan (tabrakan !).
Si buta pertama, mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, TIDAK SADAR bahwa LEBIH BANYAK JARINYA yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan "pulang", ia berguru menjadi bijak melalui bencana demi bencana yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati alasannya yakni menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga berguru menjadi pemaaf.
Penabrak pertama, mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka menentukan untuk "membuta" walaupun bergotong-royong mereka dapat melihat.
Penabrak kedua, mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka dapat menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.
Orang buta kedua, mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita bila kita bahkan tidak dapat melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus berguru biar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.
Orang terakhir yang lewat, mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya mempunyai pelita kebijaksanaan.
Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing ? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam ? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.
---------- www.alkisaah.blogspot.com ----------