[] Anies Baswedan. Sosok Gubernur DKI yang satu ini cukup fenomenal. Fenomenal terkait dengan proses politiknya, kebijakan-kerjanya, dan dinamika/tantangan yang dihadapinya Pertama, Anies diberhentikan mendadak dari mendikbud. Padahal, ia masuk tiga besar sebagai menteri terbaik. Belakangan diketahui bahwa Jokowi butuh kekuatan dukungan dari partai dan ormas. Maka, posisi mendikbud dipindahkan ke partai/ormas. Nasib yang sama dialamai Rizal Ramli dan Sudirman Said. Keduanya juga gak punya dukungan partai dan ormas.
Ada juga yang mengkaitkan pencopotan Anies alasannya namanya semakin terkenal dan berkibar. Ini berpotensi jadi bahaya buat presiden yang ketika itu lagi gencar iklan untuk pilpres 2019. Setidaknya ini berdasarkan ratifikasi sejumlah pejabat internal Kemendikbud.
Kedua, Anies lahir di tengah perseteruan keras antara Ahok dengan Umat Islam. Perseteruan makin seru ketika Anies berlimpah dukungan rakyat melawan Ahok yang diback up full oleh kekuasaan. Baik pegawanegeri maupun logistiknya. Kondisi menyerupai inilah yang menciptakan diantaranya Prof. Mahfudz MD gak yakin Ahok bisa dikalahkan. Wajar, alasannya ketika itu Ahok betul-betul berpengaruh elektabilitas dan logistiknya.
Ketiga, tak usang sesudah dilantik, Anies bikin gebarakan. Pidato pertamanya sebagai gubernur dilaporkan ke polisi. Gara-gara Anies menyebut kata “pribumi”. Bukan soal kata “pribumi”-nya yang dipolisikan, tetapi dari narasinya terbaca tekat Anies untuk memperjuangkan pribumi supaya bisa menikmati haknya secara layak di tanah air sendiri. Itulah yang dipersoalkan.
Dan kalau kita perhatikan dari banyak rangkaian jadwal kerja DKI dan kebijakan Anies, tekat untuk memperjuangkan hak-hak pribumi betul-betul direalisasikan. Inilah yang menciptakan para taipan yang selama ini menikmati dan dengan gampang bisa mengakses kemudahan negara merasa terganggu. Mereka berupaya memakai kaki-kakinya di struktur kekuasaan untuk terus melaksanakan perlawanan terhadap Anies
Berangkat dari sini mari kita bedah apa yang ada di otak Anies terkait dengan posisinya sebagai gubernur DKI yang berhadapan dengan dinamika dan tantangan politik di tengah kekuatan kapital yang sedang gerah terhadapnya. Dalam situasi menyerupai itu bagaimana Anies tetap konsisten membangun ibu kota dan terus berkomitmen memperjuangkan kelayakan hidup bagi warganya.
Pertama, Anies memproteksi Jakarta supaya tak dikuasai oleh segelintir orang. Dengan menyegel reklamasi, Anies mengawali langkahnya untuk menjaga Jakarta dari berdirinya kota di dalam kota. Jika 17 pulau reklamasi dibangun dan penghuninya dominan yakni pendatang dari luar Indonesia, maka pulau reklamasi akan jadi kota tersendiri. Kota di dalam kota. Sebelum ada penyegelan, pulau reklamasi sangat langsung dan tidak bisa diakses oleh warga. Kedepan, merekalah yang akan memilih siapa gubernur DKI. Bahkan juga siapa presiden RI. Tentu yang bisa mereka dikendalikan.
Pergub no 42/2019 perihal pembebasan pajak PBB diterbitkan Anies juga untuk memproteksi supaya para guru, purnawirawan, dan keluarga para satria tidak dengan terpaksa menjual rumahnya alasannya mahalnya pajak. Begitu juga pergub no 132/2018 perihal apartemen. Dengan pergub ini Anies ambil alih pengelola apartemen dari pengembang dan diserahkan ke penghuni. Pengembang yang selama ini memeras penghuni dengan mahalnya iuran bulanan, kini tak lagi punya dasar regulasinya. Meski dalam proses peralihannya para pengembang yang umumnya badung ini masih terus bermanuver untuk mempertahankan keserakahan bisnisnya dengan memanfaatkan para oknum di dinas perumahan yang selama jadi virus di DKI.
Kedua, Anies memberi ruang seluas-luasnya terutama kepada rakyat kecil untuk terus bisa mengakses banyak sekali kemudahan supaya terjadi proses peningkatan kelayakan dan kesejahteraan hidup mereka. Jl. Thamrin dan Soedirman yang semula “verboden” buat kendaraan bermotor, kini dibuka. Tak kurang dari 38.000 sepeda motor yang setiap harinya lewat kedua jalan itu. Bicara soal ekonomi, berapa uang yang setiap hari bisa mengalir ke tukang gojek, pengantar makanan, pedagang asongan, dll. Selain itu, Anies juga membangun rumah DP 0% yang semula dianggap hayalan. Ternyata terealisasi. Warga Jakarta kini sudah punya rumah sendiri.
Demikian juga dengan kebutuhan air bersih. Warga yang rumahnya tak terpasang pipa harus keluar 40 ribu perhari untuk kebutuhan air bersih. Ini bisnis air yang bertahun-tahun dinikmati oleh Salim group. Anies gak perpanjang kontrak, dan DKI akan ambil alih. Diharapkan kedepan pipa air higienis bisa menjangkau semua rumah warga DKI dan mereka bisa menikmati air dengan harga yang jauh lebih murah.
Tidak hanya dari aspek ekonomi, Anies juga menghidupkan warisan seni dan budaya warga Jakarta. Lenong, wayang dan perayaan hari besar keagamaan Anies gelar sesering mungkin di lokasi-lokasi strategis di Jakarta, menyerupai di Ancol, Bundaran HI, Balaikota, Monas, dan Kota Tua.
Ketiga, DKI aktif mengambil tugas terhadap kasus nasional. Dimanapun ada tragedi di Indonesia, Anies mengirim tim lengkap dengan pemberian logistiknya. Anies pun mengomandoi langsung jadwal ini. Terkini, Anies mengirim 65 tim untuk membantu tragedi kebakaran di Riau. Mungkin alasannya inilah rakyat menyebut Anies sebagai Gubernur Indonesia.
Keempat, Anies berupaya memotret Ibu Kota dengan kamera global. Dimulai menata kota Jakarta layaknya kota-kota modern di dunia. Lihat Jl. Soedirman dan Thamrin, mungkin gak kalah penampilannya dengan New York di Amerika dan Paris di Eropa. Begitu juga dengan Jakarta Internasional Stadion (JIS) yang sedang dalam proses pembangunan di Jakarta Utara. Stadion ini diibangun tak kalah besar dan moderennya dengan stadion punya Real Madrit di Spanyol. Anies juga menggelar banyak sekali even internasional diantaranya yakni balap kendaraan beroda empat bergensi yaitu Formula E.
Kelima, Anies dengan kemampuannya berkomunikasi berhasil merangkul semua pihak. Emosinya yang stabil bisa menjaga kharismanya sebagai pemimpin untuk semuanya. Bukan hanya pemimpin untuk para pendukungnya. Ini sekaligus juga yang membedakan Anies dari umumnya para pemimpin di Indonesia. Tidak hanya dengan warga, tapi juga kemampuan berkomunikasi dengan dunia internasional. Bagi Anies, cara dan kemampuan berkomunikasi itu menjadi ukuran leadership seseorang. Seseorang layak disebut pemimpin lokal, nasional atau internasional, diantaranya sanggup dilihat dari cara dan kemampuannya berkomunikasi. Disinilah orang sering melihat perbedaan antara Anies dengan Jokowi.
Dari lima kategori di atas kita bisa melihat apa isi otak Anies untuk Ibu Kota dan Indonesia.
Penulis: Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)