[] Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas dengan tegas menolak revisi UU KPK. Busyro pun menembak Jokowi dengan 3 pernyataan tajam.
Berikut yakni 3 pernyataan tajam Busyro yang disampaikannya kepada media Ahad, 15 September 2019.
1. Busyro menyebut ada cacat menempel seorang pemimpin pada perilaku Jokowi yang tega main-main dan seakan membodohi publik.
"Ada kontinuitas. Revisi UU itu semenjak zaman SBY, kemudian Jokowi, ditunda. Kalau SBY disetop. Jokowi ditunda. Ditambah lagi revisi UU yang ekstrakilat. Presiden ini masih tega-teganya main-main seolah-olah membodohi publik. Seakan-akan publik itu bodoh. Ini cacat menempel pada seorang pemimpin," kata Busyro.
2. Busyro menilai revisi UU KPK ini merupakan upaya pembunuhan KPK dan mengkhawatirkan revisi UU KPK ini sebagai bayaran Jokowi kepada pihak-pihak yang berjasa mengantarkannya ke bangku Presiden RI.
"Dia lebih mencerminkan bunyi di sekitarnya. Yang mengkhawatirkan bila bunyi itu ditentukan oleh kelompok yang berjasa besar di karirnya di periode pertama dan kedua. Nah, sekarang nagih bayaran. Bayarannya KPK ini," ujarnya.
Menurut Busyro, poin-poin yang diajukan Jokowi dalam revisi UU KPK, menyerupai dewan pengawas, ditunjuk presiden hingga pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) justru berakibat janjkematian KPK.
Sebab, poin-poin itu berisiko menghilangkan independensi KPK sebagai forum antirasuah.
"Lebih dari pada pelemahan. Supaya bangsa Indonesia itu bersahabat dengan yang lugas-lugas tidak kurang jelas seolah-olah santun. Saya menyampaikan pembunuhan. Pembunuhan. Lugas kan. Situasinya cocok saya untuk memakai kata itu daripada pelemahan. Sebab, bila isinya pelemahan presiden itu menolak pelemahan dengan menolak pasal-pasal yang diajukan oleh dewan perwakilan rakyat itu tapi tiga poin itu sehabis kita baca, diteliti KPK sendiri, diteliti teman-teman itu sama saja masih mengandung unsur yang kesannya pembunuhan KPK," papar Busyro.
3. Busyro menyampaikan revisi UU KPK simultan dengan pembentukan Pansel Capim KPK yang hasilnya amburadul kelewat batas.
"Yang hasil dari pansel KPK itu amburadulitasnya kelewat batas. Tapi itu tanggung jawab presiden selaku pembentuk dan penanggung jawab. Nah, sebab ini bersamaan, simultan, maka gres kali ini KPK itu dipimpin oleh polisi aktif. Dulu Pak Bibit itu sudah pensiun dan bukan Ketua KPK. Baru kali ini. Pak Ruki, Plt. Nah, pertamanya itu Pak Ruki memang, tapi sudah pensiun lho. Yang periode pertama. Dan polisi saat itu kan konteksnya beda dengan kini ini. Sekarang polisi sama-sama kita ketahui lah," katanya.
Saat ini, revisi UU KPK sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR. Poin-poin dalam revisi UU itu dikhawatirkan melumpuhkan KPK, dari penyadapan harus seizin dewan pengawas hingga kewenangan penghentian kasus.
Sumber: Detik