Sahkan Revisi Uu Kpk, Dpr Tak Mau Korupsi Dibasmi

Ridhmedia
07/09/19, 12:22 WIB

[]  Waspadai manuver para koruptor. Sekarang, wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan dipangkas habis. Tidak ada gunanya lagi. Yang berkuasa nantinya ialah Dewan Pengawas (DP) KPK. Ada semacam “board of directors” (dewas direktur) yang akan mengendalikan kerja KPK.

Hampir pasti, para koruptor atau siapa saja yang berkepentingan akan dapat menyusup ke DP. Mereka dapat ‘order’ apa yang mereka inginkan. Bisa ‘order’ biar masalah si anu dihentikan, biar masalah ini dikaburkan, biar masalah itu didiamkan.

Satu kata: kurang ajar.

Saya tak menemukan kata lain yang lebih pas untuk menggambarkan manuver orang-orang yang ingin mengebiri KPK.

Proses pengebirian ini berlangsung di DPR. Atas inisiatif forum wakil rakyat ini. Hebatnya, semua fraksi setuju. Yang mereka sepakati itu ialah revisi UU No. 30 tahun 2002 ihwal KPK, kemarin (Kamis, 5/9/2019)

Ini poin-poin penting yang akan menciptakan KPK menjadi singa ompong. Pertama, KPK akan dilengkapi Dewan Pengawas (DP). Kekuasaan DP ini sangat besar. Kedua, komisioner KPK harus minta izin ke DP untuk melaksanakan penyadapan telefon dan penggeledahan. Kalau DP tak setuju, tidak dapat dilaksanakan. Ini tentu celah yang berbahaya. Oknum DP dapat saja nanti memberitahukan operasi penyadapan kepada terduga yang mau disadap.

Ketiga, KPK boleh menghentikan penyidikan atas sesuatu kasus. Bisa diterbitkan semacam SP3. Ini juga dapat membuka peluang untuk ‘deal’. Nantinya dapat saja oknum DP mengarahkan biar masalah seseorang tidak boleh saja oleh KPK.

Yang tak kalah penting ialah status karyawan KPK akan disamakan menyerupai ASN. Mereka akan menjadi pegawai negeri biasa. Tunduk pada semua hukum ihwal ASN.

Revisi ini sangat berbahaya. KPK tidak punya keistimewaan lagi. Hampir niscaya OTT tidak akan semudah dan seseru sekarang. Sebab, OTT hanya dapat dilakukan dengan penyadapan telefon. Ini yang justeru dipangkas oleh DPR.

Siapa yang berkepentingan dengan revisi ini?

Semua fraksi setuju. Itu artinya, semua fraksi merasa OTT KPK mengancam kader mereka, baik yang duduk di dewan perwakilan rakyat maupun yang duduk sebagai kepala kawasan (gubernur, bupati atau walikota).

Selama ini, para gubernur dan bupati-walikota yang kena OTT berasal dari hampir semua fraksi di DPR. Yang paling banyak ialah dari fraksi PDIP. Dan di DPR-RI, fraksi PDIP-lah yang terbesar.

Itu artinya, revisi ini menjadi tanggung jawab PDIP. Mereka inilah yang menjadi penentu di DPR. Kalau mereka tak setuju, niscaya revisi tidak akan terjadi.

Fraksi yang kedua ialah Golkar. Partai ini juga mencatat sekian banyak kadernya dijaring KPK lewat OTT. Begitu juga Partai Nasdem, Partai Demorkrat, Partai Gerindra, dll.

Jadi, publik kini tahu bahwa dewan perwakilan rakyat tidak menghendaki korupsi diberantas dan dicegah di Indonesia ini. Mereka sebaliknya menginginkan biar kader-kader mereka tetap dapat bebas mencuri uang negara atau memperkaya diri sendiri melalui wewenang yang mereka miliki di jajaran eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Ketua KPK Agus Rahardjo menggelar jumpa pers, kemarin (5/9/2019). Dia menyampaikan KPK sedang beradada di ujung tanduk. Agus tidak menjelaskan apakah itu tanduk banteng PDIP atau tanduk-tanduk yang sedang bermunculan di kepala para anggota dewan perwakilan rakyat yang sangat bersemangat dengan revisi ini.

Diberitakan bahwa dewan perwakilan rakyat akan memburu pengukuhan revisi sebelum masa jabatan mereka berakhir bulan depan.

Penulis: Asyari Usman

Komentar

Tampilkan

Terkini