Hindari Nasdem Beroposisi, Presiden Harus Ajak Ngobrol Surya Paloh

Ridhmedia
31/10/19, 08:45 WIB

OLEH: SAID SALAHUDIN

SIKAP politik Nasdem yang membuka peluang menjadi partai oposisi bisa dibaca pada dua kemungkinan. Pertama, selaku gertakan politik. Kedua, selaku kesungguhan politik.

Pernyataan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (SP) terkait kemungkinan partainya bakal berperan selaku oposisi bisa sahaja dianggap selaku sebuah siasat dari partai itu buat merealisasikan kehendak-kehendak politiknya.

Di dalam praktik politik, salah satu siasat yang lazim digunakan parpol ialah melaksanakan gertakan politik. Lewat teknik ini partai berharap dapat menaikan posisi tawarnya sehingga kepentingan-kepentingan politiknya dapat diakomodir.  

Jadi, kalau mau dimajukan selaku probabilitas, bisa sahaja pernyataan SP itu dianggap selaku gertakan politik kepada Presiden karna bisa menjadi juga ada target politik yang tengah disasar Nasdem. Misalnya, jabatan di pemerintahan.

Sekalipun jabatan menteri sudah penuh, masih ada sejumlah jabatan lain di lingkungan pemerintah yang bisa diincar. Sebut sahaja jabatan Dewan Pertimbangan Presiden, Staf Khusus Presiden, pimpinan lembaga non-kementerian, bahkan jabatan wakil menteri yang bisa menjadi sahaja kelak bakal ditambah oleh Presiden.

Pertanyaannya, apakah buat mengincar jabatan-jabatan itu Nasdem sampai perlu menggertak Presiden dengan membuka opsi menjadi oposisi? aku kok tidak terlalu yakin dengan itu.

Oleh sebab itu perlu juga dibuka kemungkinan yang lain. Bisa sahaja pernyataan SP tersebut merupakan sebuah rencana politik yang pada waktunya sungguh-sungguh bakal dilakukan Nasdem.

Setidaknya ada tiga gejala politik yang bisa dibaca selaku indikasi kalau Nasdem mempunyai kesungguhan politik menjadi partai oposisi. Pertama, dilihat dari intensitas pernyatannya. Kedua, ditilik dari waktu pernyataannya. Ketiga, ditinjau dari tempat pernyataan itu disampaikan.

Apabila kita ikuti pernyataan SP selama ini, bukan baru sekali Dia menyuarakan opsi oposisi secara terbuka. tidak cuma disampaikan secara berulang-ulang, diksi yang digunakan SP dari waktu ke waktu juga makin tegas.

Coba perhatikan kalimat SP usai bertemu dengan petinggi PKS kemarin (30/10/2019). Disitu Pak Surya sudah berani berkata secara lugas tentang kemungkinan Partai Nasdem buat berhadapan dengan pemerintah.

Kata "berhadapan" itu tiada lain maknanya kecuali terkait dengan urusan tentang-menentang atau melawan. Jadi, Nasdem ini sepertinya sudah memikirkan masak-masak serta tampak sungguh-sungguh dengan rencananya menjadi partai penentang pemerintah.

Kemudian kalau kita lihat dari sisi waktunya, pernyataan SP terakhir di Kantor PKS pada tingkat tertentu sebetulnya Telah mematahkan dugaan kalau Nasdem tengah berusaha menekan Presiden.

Apabila pernyataan itu disampaikan sebelum Presiden membentuk kabinet, masih masuk akal buat menduga pernyataan soal oposisi itu digunakan Nasdem selaku cara buat menekan Presiden agar kadernya dapat menduduki lebih banyak kursi di kabinet.

Tetapi setelah Kabinet Indonesia Maju terbentuk serta Nasdem sendiri Telah mendapatkan jatah tiga jabatan menteri, maka agak sulit memahami jika pernyataan itu tetap dikualifikasi selaku sebuah gertakan politik.

Apabila bermaksud menekan Presiden buat jabatan yang lain, pernyataan itu terbilang 'over dosis'. Sebab, Nasdem pasti tahu betul risiko yang perlu ditanggung jika mereka bermain-main dengan opsi oposisi demi jabatan yang tidak terlalu strategis.

Jadi, dikala opsi buat beroposisi itu konsisten disuarakan setelah Nasdem mendapatkan jatah menteri, maka hal ini menunjukan ada gelagat yang serius dari Nasdem buat berada di luar pemerintahan.   

Belum pernah ada sejarahnya parpol yang sudah diberikan jatah menteri dalam jumlah yang signifikan mengeluarkan pernyataan semacam itu di awal pembentukan kabinet. Ini baru kesatu kali terjadi. Apabila ancaman itu disampaikan di akhir periode pemerintahan atau menjelang pemilu, ada banyak sekali contohnya.

tidak cuma dari pada itu, dugaan kalau Nasdem mempunyai kesungguhan politik buat beroposisi makin menguat dikala SP mengulangi pernyataannya di kantor parpol yang Telah bertekad bulat menjadi oposisi, yaitu PKS.

Dengan menyampaikan kembali pernyataannya di kantor partai oposisi, SP seperti mau memberi pesan kepada Presiden kalau partainya tidak ragu buat mengambil pilihan politik yang sama dengan PKS.

Ringkasnya, kalau Presiden merasa tidak senang dengan pernyataan Nasdem, SP seolahi mau berkata: silahkan pecat menteri dari Nasdem kapan pun Bapak mau, karna kami siap setiap dikala menjadi partai penentang pemerintah.

Jadi, menurut saya pernyataan SP itu tidak bisa lagi dianggap main-main atau dianggap sepele oleh Presiden. Agar opsi itu jangan sampai menyulitkan pemerintahan Jokowi-Maruf, ada baiknya Presiden selekasnya mengagendakan pertemuan dengan Surya Paloh guna mengetahui secara pasti apa yang sesungguhnya diharapkan Nasdem dari pemerintah. 

Penulis ialah pemerhati politik serta kenegaraan, Direktur Sinergi masyarakat buat demokrasi Indonesia (Sigma). [rmol]
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+