Kabinet Rekonsiliasi: Jokowi Bukan (lagi) Petugas Partai
Pengumuman kabinet Jokowi Jilid II mengirim satu pesan penting : Jokowi bukan lagi petugas partai, seperti pernah dinisbahkan oleh Ketua Umum PDIP Megawati.
Jokowi sudah menjadi Presiden yang “mandiri.” Tak mau didekte oleh partai, maupun ormas pengusungnya.
Ia menyusun kabinet berdasarkan kepentingan taktis serta strategis politiknya. Tentu tetap mengakomodasi kepentingan partai pendukung, serta akuisisi terhadap lawan politik.
Pesan tegas itu sangat terlihat bila kita mencermati komposisi kabinet yang baru saja diumumkan Jokowi, Rabu (23/10/2019).
(1) Pertama, Jokowi memperkokoh posisinya selaku Presiden dengan ditopang oleh dua kekuatan utamanya: Geng Luhut Binsar Panjaitan serta profesional dengan pilar utama geng alumni Universitas Gadjah Mada (UGM).
Sebelum pembentukan kabinet banyak rumor serta spekulasi yang menyebutkan kemungkinan Luhut, tangan kanan Jokowi tidak bakal masuk kabinet. Megawati tidak menyukainya.
Spekulasi kian kencang seiring menguatnya peran Kepala BIN Budi Gunawan. Ia berhasil mempertemukan Prabowo dengan Jokowi, serta kemudian dengan Megawati.
Alih-alih tergusur, Luhut tetap menduduki posisi lamanya selaku Menko Maritim. Perannya kian besar karna ditambahi bidang investasi.
Dengan peran baru itu posisi Luhut bakal menjadi makin kuat serta penting. Apalagi dikaitkan dengan kian besarnya investasi Cina yang masuk ke Indonesia.
Bersama Luhut masuk juga seorang sekondan lamanya Jenderal (TNI) Fahrul Razi selaku Menteri Agama.
Pria Aceh ini satu angkatan dengan Luhut di Akabri 1970. Dalam dua kali pilpres, aktif selaku ketua tim Bravo-5, tim pemenangan Jokowi yang dibentuk Luhut.
Fahrul juga menjadi salah satu petinggi perusahaan milik Luhut PT Toba Sejahtera.
Pilar lain pendukung Jokowi ialah para profesional. Erick Tohir yang menggantikan Rini M Soemarno selaku Menteri BUMN. Kepala KSP Moeldoko, Menkop/UKM Teten Masduki, Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia, Mendikbud/Dikti Nadiem Makarim, Menkes Mayjen TNI Dr Terawan AP, Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro, Menteri Pariwisata Wisnuthama.
Masuk dalam barisan ini ialah mantan Kapolri Tito Karnavian yang ditunjuk selaku Mendagri. Tito pantas menduduki posisi sangat penting serta berpengaruh itu. Di bawah komandonya Polri punya andil besar dalam kemenangan Jokowi.
Sementara sejumlah nama profesional yang masuk dalam geng alumni UGM ialah Menteri PUPR Basoeki Hadimulyono, Menhub Budi Karya Sumadi, Menlu Retno LP Marsudi, serta Mensesneg Pratikno. Dalam barisan ini juga bisa ditambahkan nama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
(2) Kedua, benar PDIP menjadi partai terbanyak mendapatkan kursi di kabinet seperti diinginkan Megawati. 5 kursi. Namun beberapa diantaranya tidak cukup prestisius.
Pramono Anung serta Yasona Laoly tetap dalam posisi semula selaku Mensekab serta Menkumham. Dua wajah baru Juliari P Batubara selaku Mensos, IG Ayu Bintang Darmawati selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan serta Anak.
Sementara Mantan Mendagri Tjahjo Kumolo posisinya terdowngrade jauh. Ia hanya menjadi Menpan.
Sebuah kementrian yang anggaran tahunannya kalah jauh dibanding dengan satu direktorat jenderal di Kemendagri.
Anggaran Kemenpan tahun 2020 yang disetujui DPR hanya sebesar Rp 304, 310 miliar.
PDIP masih dapat tambahan “satu pos baru” tapi secara tidak langsung. Jaksa Agung ST Baharuddin ialah adik kandung politisi PDIP TB Hasanuddin yang semula disebut-sebut disiapkan selaku Menhan.
Nama Kepala BIN Budi Gunawan yang semula diperkirakan akan menjadi orang kuat baru secara mengejutkan tidak muncul di kabinet.
Kemungkinan ia tetap di pos semula. Tetap bermain di balik layar.
Dengan komposisi ini PDIP tidak menempati satu pun pos Triumvirat (Menhan, Menlu, serta Mendagri). Ketiga pos ini menjadi sangat penting manakala terjadi kekosongan kekuasaan.
(3) Ketiga, Jokowi memberikan pos Menteri Pertahanan kepada Prabowo, namun menolak memberikan pos Menteri Pertanian kepada Waketum Gerindra Edhie Prabowo.
Pos tersebut diberikan kepada Syahrul Yasin Limpo dari Nasdem. Edhie dipindahkan menjadi Menteri Kelautan serta Perikanan.
Jauh-jauh hari Gerindra memberi syarat hanya bakal bergabung ke dalam kabinet bila mendapatkan pos di bidang pertahanan serta ketahanan pangan. Bila tidak, lebih baik di luar kabinet.
Dengan hanya dua pos menteri, maka akuisisi politik terhadap Prabowo biayanya sangat murah.
(4) Keempat, Jokowi bisa tetap memaksa Nasdem dalam kabinet dengan kompensasi Menteri Pertanian yang semula diincar Gerindra.
Nasdem juga mendapat jatah dua menteri lainnya, yakni Menkominfo Johny G Plate serta Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya.
Bandingkan dengan posisi Nasdem sebelumnya. Mendapat jatah Jaksa Agung serta Menteri Perdagangan. Dua posisi sangat strategis yang disebut-sebut ikut menjadi penentu naiknya perolehan suara Nasdem pada Pemilu 2019. Sebelumnya Nasdem juga pernah mendapat pos selaku Menteri Agraria.
(5) Kelima, Jokowi berani melanggar pakem baku yang selama ini disediakan buat dua ormas terbesar NU serta Muhammadiyah.
Pos Kemenag yang biasanya menjadi jatah NU diberikan ke seorang jenderal. Pos Mendikbud yang secara tradisional menjadi jatah Muhammadiyah diberikan ke bos Gojeg.
Representasi NU cukup diwakili oleh PKB yang mendapat jatah tiga menteri: Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Menaker Ida Fauziah, serta Menteri Desa Abdul Halim Iskandar.
Nama-nama tokoh NU seperti Yenny Wahid, atau Ketua Umum GP Anshor, Yaqut Cholil Qoumas, Ipang Wahid tidak masuk kabinet. Padahal mereka ikut berkeringat. Pasang badan bela Jokowi.
Ketua PB NU Said Agil Siradj sudah mengungkapkan siap menyetorkan sejumlah nama.
Sementara Muhammadiyah hanya kebagian satu pos menteri, yakni Menko PMK Muhajir Effendy. Posisi tinggi tapi tanpa portofolio.
(6) Keenam, beberapa partai pendukung Jokowi yang tidak lolos parlemen gigit jari. Hanura, PSI, Perindo, PKPI, serta PBB Yusril tidak mendapat jatah.
Termasuk dalam posisi ini Partai Demokrat serta PAN. Mereka tidak diajak masuk dalam kabinet.
Kemungkinan bahwa beruntung mereka bakal mendapat jatah wakil menteri, kepala badan, atau jabatan-jabatan lain di luar kabinet.
Dari komposisi tersebut Jokowi sudah menunjukkan posisinya. Para partai pendukung --termasuk PDIP-- boleh mengusulkan nama. Jadi tidaknya yang menentukan Jokowi serta orang dekat dalam lingkar kekuasaannya.
Apakah mereka puas serta bisa menerima pembagian jatah di kabinet itu? Waktu yang bakal berbicara.
Satu pesan penting yang harus diingat. Yang sudah masuk kabinet, jangan terlalu gembira. Yang belum masuk jangan terlalu sedih berlebihan. Apalagi sampai memaki-maki.
Toh masih ada reshufle kabinet. Banyak berdoa saja. end.
Oleh: Hersubeno Arief