RIDHMEDIA - Komisi Orang Hilang serta Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kembali menyoroti kasus tewasnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo akibat ditembak aparat kepolisian ketika berunjuk rasa.
Kali ini, KontraS menyoroti minimnya akuntabilitas Polri dalam menangani kasus tersebut. Meski Telah menjatuhkan saksi kepada enam anggota polisi yang terlibat dalam penembakan, Polda Sulawesi Tenggara tidak menggelar pemeriksaan soal adanya tindak pidana dalam kasus tersebut.
Koordinator KontraS, Yati Andriyani menilai, Polri terkesan melindungi pelaku penembakan yang menewaskan Immawan Randi mahasiswa Fakultas Perikanan serta Ilmu Kelautan UHO serta La Ode Yusuf Badawi.
"Keputusan Polda Sulawesi Tenggara yang cuma menjatuhkan sanksi karna pelanggaran kode etik kepada enam orang anggota kepolisian, tanpa lekas diikuti dengan pemeriksaan pidana terhadap terduga pelaku serta penanggungjawab penembakan menunjukkan Polri terkesan tengah melindungi terduga pelaku penembakan," ujar Yati lewat keterangan tertulis, Kamis (31/10/2019).
tidak cuma itu, KontraS menilai Polri juga terkesan melindungi penanggung jawa komando dalam pengamanan aksi unjuk rasa. Pasalnya, hasil putusan sidang etik serta disiplin tidak sebanding dengan melayangnya nyawa seseorang.
"Akibatnya, hingga kini tidak terungkap siapa pelaku yang diduga menggelar penembakan serta kekerasan hingga jatuhnya korban ketika aksi di Kendari tersebut," katanya.
Atas hal tersebut, KontraS khawatir kalau tidak transparannya Polri cuma membuat kasus ini tidak bermuara alias kelam. Sama halnya dengan tewasnya sembilan orang pada ketika rusuh tanggal 22 serta 23 Mei di Bawaslu, Jakarta Pusat.
Yati menyebut, Polri dalam hal ini Polda Sulawesi Tenggara perlu transparan serta akuntabel dalam mengusut kasus ini. tidak cuma itu, KontraS menuntut pihak kepolisian buat menyebutkan peran pelaku dalam pelanggaran kode etik ketika mengamankan aksi unjuk rasa.
"Oleh karenanya berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami kembali mendesak Kapolda Sulawesi Tenggara kalau ditemukan adanya bukti yang cukup Telah terjadi penyalahgunaan senjata api yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, maka sudah sudah seharusnya proses penyelidikan serta penyidikan pidana kasus ini perlu lekas dilakukan Polda Sulawesi Tenggara. Dan lembaga-lembaga independen negara perlu pro aktif mengawasi Kepolisian dalam penanganan kasus ini," tutup Yati.
Sebelumnya, enam anggota Polda Sulawesi Tenggara Telah menjalani sidang etik serta disiplin terkait tewasnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo akibat luka tembak ketika berunjuk rasa. Hasilnya, keenam anggota tersebut dinyatakan bersalah.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Asep Adi Saputra menyebut, keenam anggota itu terbukti membawa senjata api ketika mengamankan aksi unjuk rasa. Hanya saja, Asep tidak membeberkan identitas enam anggota polisi tersebut.
"Saat ini sudah diputuskan keenam anggota tersebut dinyatakan bersalah karna melanggar aturan disiplin tersebut," kata Asep di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Senin (28/10/2019).
Asep menjelaskan, mereka dijatuhi hukuman berupa teguran lisan hingga penundaan kenaikan pangkat. Bukan cuma itu, keenamnya ditempatkan di tempat khusus selama 21 hari. [sc]