Radikalisme Said Aqil Sirodj

Ridhmedia
31/10/19, 12:16 WIB

Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan*

PIMPINAN utama organisasi Islam terbesar di dunia, Nahdatul Ulama, Said Aqil Siroj, kemarin, sebagaimana diberitakan mermacam media, meminta kita menghormati serta mendoakan Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Sihab (HRS).

Ini Berita awal yang menyertakan suara Ketua Umum NU itu sejak Jokowi melantik Menteri Agama dari kalangan eks militer serta menugaskannya buat membasmi radikalisme.

Suara Said Agil ini tentunya menambah besar polemik serta diskursus radikalisme di Indonesia. Sebab, yang diminta buat dihormatinya ialah tokoh paling radikal di Indonesia.

Sebelumnya, kita juga mendengar pandangan Profesor Din Syamsudin, mantan Ketua Umum Muhammadiyah, terkait penugasan Jokowi yang utama kepada Menag soal radikalisme ini, agar pemerintah mengganti Kementerian Agama menjadi kementerian urusan radikal. Dan isu radikal itu perlu mempertimbangkan dimensi lain selain agama, seperti radikalisme ekonomi, dll.

Sebelumnya juga, ekonom Dr Rizal Ramli Sudah mensinyalir kalau isu radikalisme ini sengaja dimainkan rezim Jokowi buat menutupi situasi perekonomian nasional yang bobrok serta bakal kian buruk.

Adhi Masardi, mantan juru bicara Gus Dur, dalam tulisannya "Isu Radikal, Permainan Politisi Lokal", menekankan kekonyolan permainan isu ini. Menurutnya ini seperti anak kecil yang dimarahi orang tuanya lalu keluar rumah serta melempari rumahnya sendiri. Alias merusak rumahnya sendiri serta memalukan di mata tetangga.

Margarito Kamis, dalam "Jokowi Bicara Radikalisme" (fnn.com), menyoroti bahayanya Jokowi memainkan isu radikalisme ini tanpa difinis/konsep yang jelas soal radikalisme ini. Jokowi disebutkan bisa Sahaja membelakangi konstitusi. Sebab, sebelum konsep itu memiliki landasan hukum yang tegas, isu itu dapat menyasar kepada kebencian tehadap umat Islam.

Suara Said Aqil ini mengandung beberapa pesan penting yang perlu kita kaji:
1. Penghormatan terhadap HRS ialah penghormatan terhadap tokoh yang paling radikal di Indonesia- dalam perspektif rezim Jokowi selama ini.
2. NU arus utama menganulir sikap-sikap mereka sebelumnya terhadap pandangan serta aksi FPI maupun 212, yang selama ini dikecamnya.
3. Mendoakan serta menghormati HRS dapat berarti mendukung radikalisme gerakan HRS.

Mispersepsi Radikalisme

Radikal ialah sebuah kata latin "radic" yang berarti dalam atau ke akar-akarnya. Sebuah pandangan radikal dikaitkan dengan konsep transformasi sosial yang dalam, sampai ke akar-akarnya.

Di Barat, kosa kata ini awalnya dilabelkan kepada gerakan kiri serta komunis yang mau mengganti sistem negara kapitalis barat menjadi sosialistik. Namun, label itu kemudian disematkan juga kepada gerakan-gerakan lain yang prinsipnya menghancurkan sistem sosial yang dominan. Di Amerika misalnya, gerakan supremasi kulit putih (white supremacy), juga dilabeli dengan radikal.

Alex Schmid, dalam "Radicalization, De-Radicalization, Counter-Radicalization: A Conceptual Discussion and Literature Review", 2013, mengemukakan perbedaan konsep antara radikal serta ekstrimis.

Radikal dapat dengan kekerasan serta tanpa kekerasan. Namun radikal merupakan kelompok "open-minded" atau berpikir terbuka. Sebaliknya ekstrimis memiliki pandangan sempit atau "closed minded", yang cenderung meyakini sesuatu kebenaran dalam versi Dia sendiri (mono-causal interpretation) serta cenderung menganjurkan kekerasan. Radikal cenderung bisa demokratik serta "historically, tend to be more open to rationality and pragmatic compromise... "

Sebagai profesor bergengsi dalam bidang radikalisme serta terorisme, Schmid menyarankan agar pembahasan soal radikalisme ini mengaitkan konteks agar tidak "misleading" dalam membuat kesimpulannya.

Seraphin Alava et.al dalam "Youth and Violent Extrimism On Social Media: Mapping The Research", UNESCO, 2017, juga menyarankan pentingnya penggunaan isu radikalisme dalam konteks nasional tertentu. Di China, misalnya, radikalisme serta ekstrimisme cuma diarahkan kepada orang-orang Uighur atau radikalisme lebih diidentikkan dengan separatisme.

Di Indonesia, penggunaan kata radikal, ekstrimis, serta teroris seringkali tertukar serta tidak merujuk pada suatu definisi yang pasti. Sehingga ini membahayakan dalam agenda aksi pemerintah menangani keselamatan warganya.

Di Mana Bahayanya?

Agenda aksi pemerintahan Jokowi, membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tanpa lewat pengadilan dalam kacamata Barat disebut selaku "illiberal democracy". Suatu cara yang diasumsikan selaku praktik nondemokrasi dalam menegakkan atau mempertahankan demokrasi.

Dalam 10 tahun pemerintahan SBY, misalnya, semua kejahatan politik berakhir lewat pengadilan. Karena dalam demokrasi hakim ialah orang terakhir yang mengungkapkan "kebenaran". Dan HTI tidak terbukti di pengadilan mengadakan kekerasan.

Bersamaan dengan pembubaran HTI, rezim Jokowi jilid satu terindikasi menyasar pembubaran FPI. Pemerintahan Jokowi ketika itu mengulur-ulur perpanjangan izin ormas FPI di Kementerian Dalam Negeri.

Bahaya yang dimaksudkan di atas ialah antara "illiberal democracy" serta "freedom of speech & freedom to organize" dapat kian kabur, tergantung dari kacamata sempit rezim penguasa. Dan ini bakal boleh menjadi mendorong negara menjadi "state actor terrorism".

Kejahatan negara terhadap rakyatnya setidaknya mulai terindikasi dengan penemuan-penemuan Amnesti Internasional, LBH, Kontras, dll kalau negara bertanggung jawab atas kematian serta kekerasan yang dialami demonstran yang menolak hasil pemilu pada 21-22 Mei 2019 serta mahasiswa yang menolak revisi UU KPK lalu.

Berbeda dengan urusan terkait ormas Islam itu, pengamat barat, khususnya kelompok Indonesianis di Australia, melihat rezim Indonesia yang berkuasa ketika ini sudah kembali menjadi rezim otoritarian (Authoritarian-turn), sebagaimana dinyatakan profesor Aspinal dkk dari Australia National University.

Radikal dalam konteks nasional tertentu dapat di musuhi oleh sebuah negara, namun dapat difahami komunitas human rights internasional, terutama terkait aksi membela diri kelompok masyarakat dari kekerasan negara (state-actor terrorism).

Kelompok bersenjata di Irlandia, IRA, misalnya, beberapa dekade lalu, mendapatkan dukungan mermacam kelompok internasional, khususnya Gereja Katolik, karna dianggap mempertahankan diri dari kekejaman pemerintah serta dukungan Inggris kala itu.

Begitu juga kelompok bersenjata di Papua, yang mengadakan kekerasan terhadap penduduk Indonesia non-Papua serta militer/polisi, mendapat dukungan internasional. Khususnya komunitas masyarakat Israel, Australia, Inggris, negara-negara Pasifik, serta Amerika.

Untuk menghindari mispersepsi pada konsep radikalisme, kembali perlu melihat konteks dalam lingkup sosial politik nasional yang tengah berlangsung.

Melihat radikalisme dalam konteks sebuah bangsa bakal melengkapi pemahaman atas mana yang benar-benar menjadi musuh bersama sebuah bangsa serta mana yang cuma menjadi komoditas politik kekuasaan tertentu.

Penutup

Said Aqil Sudah mendoakan serta menghormati Habib Rizieq. Habib Rizieq Sihab ialah manusia paling radikal di Indonesia. Karena perjuangan HRS ialah buat merombak struktur sosial yang dikuasai segelintir ologarki, khususnya menurut Dia Sembilan Naga.

Rizieq bersumpah bakal mengubah Sembilan Naga menjadi Sembilan Cacing. Dan gerakan Rizieq mendapat apresiasi besar dari umat Islam.

Masa lalu organisasi FPI yang prokekerasan, selama 5 tahun terakhir ini berkembang ke arah demokrasi. Yakni menyertakan diri pada kontestasi politik via pemilu serta pilkada. Meskipun pergeseran ini belum menghilangkan luka serta keraguan kelompok-kelompok minoritas atas FPI, yang dipersepsikan masih memasukkan kekerasan dalam aksinya.

Sejauh ini kita sudah melihat radikalisme itu dapat tanpa kekerasan, tapi dapat juga dengan kekerasan. Namun radikalisme tidak perlu mengarah pada ekstrimisme. Ekstrimisme, seperti gerakan Abubakar Baasyir, misalnya, tidak juga sama dengan gerakan radikalisme HRS. Radikalisme mengutuk terorisme sedangkan ekstrimisme dapat mendorong ke arah terorisme.

Pertanyaan besar kemudian bagaimana Kalau ulama pimpinan utama Nahdatul Ulama mendukung dan  mendoakan Habib Rizieq Sihab? Bagaimana lebel yang perlu diberikan pada Said Aqil Siroj?

Ini merupakan misteri dari radikalisme Said Aqil Siroj tentunya.

*) Sabang Merauke Circle 
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+