RIDHMEDIA - Menteri Keuangan Sri Mulyani terus memutar otak guna menemukan cara mengejar pajak perusahaan penyedia layanan media streaming digital berbasis di Amerika Serikat (AS), Netflix.
Menurut Sri, memburu pajak dari perusahaan digital berbasis luar negeri kini menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Sebab, banyak perusahaan yang belum mempunyai permanent establishment atau bukan termasuk Badan Usaha Tetap (BUT). Status tersebut menyulitkan pemerintah mengumpulkan penerimaan perpajakan dari mereka.
"Tapi, kami bakal cari cara buat tetap mendapatkan hak perpajakan kita," ujar Sri di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah yakni lewat penciptaan regulasi pajak digital. Produk hukum ini direncanakan menggantikan UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan serta Fasilitas Perpajakan buat Penguatan Perekonomian.
Dalam undang-undang yang diusulkan Kemenkeu itu, konsep mengenai ekonomi digital tidak sekadar dilihat dari BUT di Indonesia, melainkan aktivitas mereka.
Pergeseran dasar penarikan pajak ini seiring dengan perkembangan teknologi yang membuat perusahaan digital sebenarnya telah ‘hadir’ di Indonesia tanpa perlu mempunyai BUT. Konsep ini diketahui selaku kehadiran ekonomis atau economy present yang signifikan.
"Oleh karna itu, mereka (perusahaan digital) wajib buat membayar pajak," kata Sri menegaskan.
Sistem penarikan pajak berdasarkan kehadiran ekonomi kini telah diterapkan di Australia serta Singapura. Bahkan, lanjut dia, kedua negara mempunyai istilah Netflix Tax.
Berkaca dari kebijakan di dua negara itu, menurut Sri, Pemerintah Indonesia, bakal bersungguh-sungguh menarik pajak dari perusahaan digital berbasis luar negeri yang mempunyai kehadiran ekonomi di Indonesia.
“Caranya dengan melihat volume aktivitasnya di sini,” ujar dia.[tsc]