RIDHMEDIA - Anak pertama Presiden Joko Widodo semakin pasti makin mencalonkan dirinya sebagai calon walikota SOlo, Jawa Tengah. Partai-partai berbondong-bondong memberikan dukungan politiknya terhadap rencana pemilih usaha martabak Markobar itu.
Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID), Jajat Nurjaman menyatakan, partai politik yang telah memberikan dukungan kepada Gibran dalam Pilkada Solo telah membangun opini sesat karena seolah itu bukan merupakan bagian dari oligarki.
Menurut Jajat, meskipun secara sistem ini merupakan pemilihan langsung, namun peran dari Jokowi sebagai bapak dan juga Presiden tidak mungkin dilepaskan baik secara langsung ataupun tidak.
“Mendompleng nama besar untuk menarik popularitas dalam politik kita merupakan hal yang biasa, namun cara politik AJS (Asal Jokowi Senang) yang ditunjukan oleh parpol saat ini sangat memprihatinkan, di satu sisi selalu membahas tentang bagaimana demokrasi seharusnya tapi di sisi lain parpol pendukung pemerintah ini seperti tersandera akibat koalisi ditingkat pusat,” tutur Jajat.
Jajat menambahkan, secara aturan tidak ada larangan bagi parpol untuk mengusung anak atau mantu presiden dalam pilkada.
Secara etika, tegas Jajat, pilihan politik Anak Sulung Jokowi itu keliru, terlebih yang diandalkan hanya mendompleng nama besar keluarga tanpa mempertimbangankan poin penting yaitu kapasitas dan kafabilitasnya dalam memimpin.
“Jika demokrasi kita ingin berjalan sehat sebaiknya partai politik tidak perlu ikut-ikutan membangun opini pembenaran yang hanya bertujuan untuk menyenangkan Jokowi. Saya kira poin pentingnya adalah apakah partai siap bertanggung jawab jika calon yang diusungnya kelak tidak sesuai ekspektasi dalam memimpin, apalagi dasar yang dibangun hanya sebatas mengandalkan nama besar di belakangnya,” tutup Jajat.[psid]
Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID), Jajat Nurjaman menyatakan, partai politik yang telah memberikan dukungan kepada Gibran dalam Pilkada Solo telah membangun opini sesat karena seolah itu bukan merupakan bagian dari oligarki.
Menurut Jajat, meskipun secara sistem ini merupakan pemilihan langsung, namun peran dari Jokowi sebagai bapak dan juga Presiden tidak mungkin dilepaskan baik secara langsung ataupun tidak.
“Mendompleng nama besar untuk menarik popularitas dalam politik kita merupakan hal yang biasa, namun cara politik AJS (Asal Jokowi Senang) yang ditunjukan oleh parpol saat ini sangat memprihatinkan, di satu sisi selalu membahas tentang bagaimana demokrasi seharusnya tapi di sisi lain parpol pendukung pemerintah ini seperti tersandera akibat koalisi ditingkat pusat,” tutur Jajat.
Jajat menambahkan, secara aturan tidak ada larangan bagi parpol untuk mengusung anak atau mantu presiden dalam pilkada.
Secara etika, tegas Jajat, pilihan politik Anak Sulung Jokowi itu keliru, terlebih yang diandalkan hanya mendompleng nama besar keluarga tanpa mempertimbangankan poin penting yaitu kapasitas dan kafabilitasnya dalam memimpin.
“Jika demokrasi kita ingin berjalan sehat sebaiknya partai politik tidak perlu ikut-ikutan membangun opini pembenaran yang hanya bertujuan untuk menyenangkan Jokowi. Saya kira poin pentingnya adalah apakah partai siap bertanggung jawab jika calon yang diusungnya kelak tidak sesuai ekspektasi dalam memimpin, apalagi dasar yang dibangun hanya sebatas mengandalkan nama besar di belakangnya,” tutup Jajat.[psid]