RIDHMEDIA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta pemerintah Indonesia tidak hanya menjadi penonton dalam menyikapi isu kemanusiaan terhadap etnis Uighur yang tinggal di kamp-kamp yang dibangun di wilayah Xinjiang, China.
Menurut Hidayat, dengan merujuk pada alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, sudah sewajarnya Indonesia terlibat aktif menghadirkan perdamaian dunia yang berdasarkan keadilan sosial.
“Dan jelas terjadi ketidakadilan sosial di Xinjiang kepada etnis Uighur, dan itu pasti menghadirkan kondisi yang tidak damai,” kata dia saat ditemui di Jakarta, Rabu.
Peran aktif Indonesia untuk membantu penyelesaian isu tersebut semakin diharapkan mengingat Indonesia saat ini duduk sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dan pada 2020 akan memulai tugasnya sebagai anggota Dewan HAM PBB.
“Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton. Indonesia harus memainkan perannya, politik luar negeri yang bebas aktif berdasarkan kepentingan Indonesia dan komitmen kepada UUD kita,” tutur Hidayat.
Sebelumnya, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin meminta pemerintah China lebih membuka akses informasi terkait dugaan perlakuan buruk dan pelanggaran HAM terhadap warga Muslim Uighur di Xinjiang.
Menurut Ma’ruf, pemerintah China telah membantah tudingan kekerasan dalam kamp-kamp konsentrasi di Xinjiang, dan menyebutnya sebagai kamp pelatihan.
“Kita berharap semua pihak lebih terbuka, termasuk (pemerintah) China. China sudah memberikan alasannya bahwa kamp-kamp mereka bukan untuk indoktrinasi tetapi semacam (kamp) pelatihan,” kata Ma’ruf di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (17/12).
Wapres juga menegaskan sikap pemerintah Indonesia untuk mendorong prinsip perlindungan HAM, khususnya terhadap etnis Muslim Uighur yang diduga menerima perlakukan diskriminatif oleh otoritas China.
Dugaan persekusi dan diskriminasi terhadap etnis Muslim Uighur di wilayah Xinjiang telah berlangsung lama. Para ahli dan aktivis PBB mengatakan sedikitnya satu juga warga Uighur dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang sejak 2017, seperti dilaporkan Reuters.
Selain itu, pemerintah China dikabarkan melarang etnis Uighur dan warga Muslim lainnya di Xinjiang untuk menjalankan ibadah. Larangan itu terutama berlaku bagi pegawai negeri sipil, guru, dan pelajar.[tpc]
Menurut Hidayat, dengan merujuk pada alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, sudah sewajarnya Indonesia terlibat aktif menghadirkan perdamaian dunia yang berdasarkan keadilan sosial.
“Dan jelas terjadi ketidakadilan sosial di Xinjiang kepada etnis Uighur, dan itu pasti menghadirkan kondisi yang tidak damai,” kata dia saat ditemui di Jakarta, Rabu.
Peran aktif Indonesia untuk membantu penyelesaian isu tersebut semakin diharapkan mengingat Indonesia saat ini duduk sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dan pada 2020 akan memulai tugasnya sebagai anggota Dewan HAM PBB.
“Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton. Indonesia harus memainkan perannya, politik luar negeri yang bebas aktif berdasarkan kepentingan Indonesia dan komitmen kepada UUD kita,” tutur Hidayat.
Sebelumnya, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin meminta pemerintah China lebih membuka akses informasi terkait dugaan perlakuan buruk dan pelanggaran HAM terhadap warga Muslim Uighur di Xinjiang.
Menurut Ma’ruf, pemerintah China telah membantah tudingan kekerasan dalam kamp-kamp konsentrasi di Xinjiang, dan menyebutnya sebagai kamp pelatihan.
“Kita berharap semua pihak lebih terbuka, termasuk (pemerintah) China. China sudah memberikan alasannya bahwa kamp-kamp mereka bukan untuk indoktrinasi tetapi semacam (kamp) pelatihan,” kata Ma’ruf di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (17/12).
Wapres juga menegaskan sikap pemerintah Indonesia untuk mendorong prinsip perlindungan HAM, khususnya terhadap etnis Muslim Uighur yang diduga menerima perlakukan diskriminatif oleh otoritas China.
Dugaan persekusi dan diskriminasi terhadap etnis Muslim Uighur di wilayah Xinjiang telah berlangsung lama. Para ahli dan aktivis PBB mengatakan sedikitnya satu juga warga Uighur dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang sejak 2017, seperti dilaporkan Reuters.
Selain itu, pemerintah China dikabarkan melarang etnis Uighur dan warga Muslim lainnya di Xinjiang untuk menjalankan ibadah. Larangan itu terutama berlaku bagi pegawai negeri sipil, guru, dan pelajar.[tpc]