HAK prerogatif ialah hak istimewa yang dimiliki seseorang oleh karena jabatan tertentu, dimana dalam pengambilan keputusan atau berbuat sesuatu ia tidak perlu meminta persetujuan pihak manapun.
Sejak pelantikan dirinya sebagai Kepala Kepolisian RI bulan November lalu, sampai tulisan ini dibuat Jenderal Idham Azis belum menunjuk Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) pengganti dirinya.
Meski dapat saja berlindung atas nama hak prerogatif, tetapi ini juga mesti dibatasi karena dapat saja hal ini menghambat kinerja dan tujuan organisasi Kepolisian.
Kalau persoalan organisasi tersebut dipetakan, kelihatannya ada dua faktor hambatan, dari internal dan eksternal. Jika mau ditelusuri, hambatan dari internal adalah jumlah perwira perwira polisi yang berbintang tiga atau bintang dua. Posisi Kabarskrim adalah peluang bagi perwira berbintang tiga dan bintang dua.
Jika ternyata banyak jumlah dan pilihan maka akan muncul "kegaduhan kompetisi" untuk mencari perwira yang pantas mengisi jabatan ini mengingat posisi Kabareskrim adalah jabatan yang strategis dan sentral dalam penegakan hukum. Juga, ini adalah salah satu jabatan istimewa dan prestitius di Kepolisian.
Dari faktor eksternal bisa saja ada pihak atau kelompok tertentu yang mengintervensi hak prerogatif Kapolri tersebut. Atau, memberikan catatan-catatan, syarat tertentu pada Kapolri.
Sebagai mana diketahui "jabatan bintang" adalah jabatan politik, jadi penempatannya sangat selektif dimana arah warna dan pendapatnya haruslah sama dan seimbang.
Terlepas dari faktor internal dan faktor eksternal tersebut di atas, hal lain yang juga harus menjadi catatan penting bagi Kapolri dalam hal ini adalah: ia harus tegas.
Kekosongan pejabat strategis ini membuat Kepolisian ibarat kapal yang tidak punya juru mudi. Akibatnya, nahkoda pun tak berani memberi kepastian arah. Akhisnya lagi, kapal bisa tak sampai pada tujuan.
Staf presiden harus segera menyampaikan masalah serius ini pada Presiden, dan Presiden mengingatkan Kapolri agar segera menunjuk dan melantik Kabareskrim. Hanya dengan demikian kekuatan sentral penegakan hukum pada fungsi Kepa Bareskrim dan tujuan organisasi Polri dapat berjalan lebih optimal.
Azmi Syahputra
Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)