PBNU Minta Pemerintah Tak Terkecoh soal SKT, FPI: Pancasila-UUD '45 Harga Mati

Ridhmedia
01/12/19, 17:36 WIB

RIDHMEDIA - PBNU meminta pemerintah tak terkecoh terkait perpanjangan surat keterangan terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI). FPI menegaskan Pancasila dan UUD 1945 merupakan harga mati.

"Dari dulu bagi kita Pancasila dan UUD negara '45 itu harga mati," kata pengurus DPP FPI, Slamet Maarif, kepada wartawan, Sabtu (30/11/2019) malam.

Saat dimintai tanggapan terkait pernyataan PBNU soal suatu organisasi menganut ideologi bertentangan Pancasila atau melawan konstitusi tak layak mendapat legitimasi dari pemerintah, Slamet justru balik bertanya.

"Tunjukkan mananya yang melawan konstitusi?" ujar dia.

Seperti diketahui, pemerintah belum memperpanjang SKT FPI meski dokumen-dokumen persyaratan sudah diserahkan. PBNU meminta pemerintah tidak terkecoh oleh surat tanpa sikap yang nyata.

"Tak ada tawar-menawar dalam mengokohkan persaudaraan (ukhuwah), baik persaudaraan sesama iman, antarwarga negara, maupun persaudaraan kemanusiaan. Islam jelas dan tegas mengajarkan hal itu," kata Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU Robikin Emhas kepada wartawan, Sabtu (30/11).

Namun, selain itu, lanjutnya, Islam mengajarkan prinsip keadilan, kejujuran, dan memegang komitmen atau janji. Para pendiri negara ini sudah berkomitmen dengan mengikat janji bersama untuk berdirinya suatu negara.

Dalam organisasi, kata Robikin, komitmen tersebut tak cukup hanya dipegang oleh individu pimpinan organisasi dengan menuangkannya di atas kertas. Robikin menegaskan tidak cukup hanya melampirkan di atas kertas.

"Namun harus terkonfirmasi dari ujaran, sikap, dan perbuatan. Jika nyata berdasarkan dokumen legal atau ujaran, sikap, dan perbuatan suatu organisasi menganut ideologi yang bertentangan dengan Pancasila atau melawan konstitusi atau hendak menghapus sekat negara bangsa (khilafah), maka organisasi seperti itu tak layak mendapat legitimasi dari pemerintah Indonesia," paparnya.

Robikin mengatakan pemerintah tidak boleh tertipu oleh surat pernyataan setia. Robikin juga menyinggung soal siasat untuk memperoleh legitimasi administratif dari pemerintah.

"Otoritas pemerintah tak boleh terkecoh dengan mendasarkan lembar surat pernyataan kesetiaan kepada Pancasila, UUD NRI 1945, dan NKRI. Pernyataan kesetiaan seperti itu harus ditindaklanjuti oleh keputusan organisasi melalui forum permusyawaratan tertinggi organisasi, apakah itu bernama muktamar, kongres, musyawarah nasional, atau apa pun namanya. Jika tidak, hal itu lebih terkesan sebagai siasat agar mendapat legitimasi administratif dari pemerintah. Suatu yang tak bisa dibenarkan," tuturnya. [dtk]
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+