Mulai dari Komisaris, Ya

Ridhmedia
01/12/19, 18:20 WIB

 Oleh Iramawati Oemar 

Ahok memang fenomenal. Jika saudara-saudara se-etnis-nya kebanyakan fokus pada sektor ekonomi, menjadi pebisnis sampai menggurita ladang bisnisnya, Ahok justru fokus merintis karir di bidang politik. Ahok tahu bahwa untuk itu dia butuh "anak tangga", dan Ahok tak keberatan mendakinya dari bawah. Dia memulai dengan bergabung pada partai "gurem" saat itu, untuk menjadi caleg DPRD pada Pemiluntahun 2004. Mengapa pilih partai kecil, bukan partai yang sudah settled? Justru di partai yang baru lahirlah Ahok tak punya pesaing, sehingga dia bisa tampak "moncer". Strateginya tidak salah, Ahok kemudian terpilih jadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur, periode 2004–2009.

Tak lama jadi anggota DPRD, hanya setahun saja Ahok sudah mundur, untuk maju dalam Pilkada Kabupaten Belitung Timur, tahun 2005. Kali ini Ahok menang lagi dan terpilih menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005–2010.

Namun baru setahunan dijalani, pada akhir tahun 2016 Ahok mundur dari jabatan bupati, untuk maju dalam Pilgub Bangka Belitung.

Pada Pilgub Babel tahun 2007 Ahok kalah, meski saat itu Gus Dur (alm.) sudah ikut berkampanye untuknya.

Kalah dalam Pilgub Babel 2007 tak membuat Ahok surut. Dia pindah partai, masuk Golkar, untuk maju jadi caleg DPR RI pada Pemilu 2009. Ahok terpilih jadi anggota DPR RI dan sempat duduk di Komisi II – yang membidangi soal pemerintahan – namun tak lama, pada 2012 dia mundur. Keluar dari Golkar lalu masuk partai Gerindra, hanya demi maju dalam Pilgub DKI 2012. Ahok memang ambisi politiknya luar biasa tak terbendung.

Berpasangan dengan Jokowi dan didukung pemberitaan masif media massa serta gencarnya "buzzer" terorganisir yang dinamai "Jasmev", Ahok lagi-lagi berhasil. Pada Oktober 2012 dia dilantik jadi Wagub DKI.

2 tahun kemudian, karena Jokowi jadi Presiden, maka pada November 2014 Ahok resmi dilantik menjadi Gubernur DKI.

2 tahun berikutnya, Ahok sudah berancang-ancang untuk maju lagi pada Pilgub DKI 2017. Awalnya Ahok berniat maju lewat jalur perseorangan, didukung oleh "Teman Ahok" yang sangat pro aktif membuka booth di hampir semual mall di Jakarta, untuk meminta warga mengumpulkan copy KTP demi mendukung Ahok. Tentu masifnya upaya mengumpulkan dukungan itu tak lepas dari guyuran dana besar-besaran dari para "sponsor".

Tetapi, malang tak bisa ditolak! Karena ucapannya yang menyinggung ummat Islam dan melecehkan surah Al Maidah ayat 51, Ahok harus menelan kekalahan telak 42% : 58% pada Pilgub putaran kedua. Setelah kalah di Pilgub DKI, Ahok masih harus menelan kenyataan pahit ketika majelis hakim menjatuhkan vonis  2 tahun penjara pada 9 Mei 2017 yang harus langsung ditahan.

Meski banyak pihak yang meragukan Ahok sempat menghuni sel baik di LP Cipinang maupun di rutan Mako Brimob.

*****

Sekarang Ahok sudah bebas. Tapi sebagai politikus, dia tentu tak boleh menganggur. Ahok butuh panggung agar tetap eksis. Namanya harus tetap diperbincangkan, aktivitasnya harus jadi pemberitaan media, agar lembaga-lembaga survey tetap punya alasan untuk mencantumkan namanya dalam berbagai polling ini - itu.

Menjadi mantan napi yang pernah dipidana dengan pasal yang ancaman pidananya sampai 5 tahun, tentu Ahok tak bebas lagi dipromosikan untuk jabatan tertentu. Tapi, "MENCUCI" namanya yang pernah tercemar adalah hal yang tetap WAJIB dilakukan, apapun caranya! Maka, jabatan apa yang masih mungkin baginya, itulah yang diberikan pada Ahok.

Jadi, kalau sekarang dia "hanya" menjadi Komisaris Utama di Pertamina, jangan pernah berkata "alaah..., bisa apa sih komisaris? Kan tugasnya cuma mengawasi, gak punya kewenangan eksekusi".

Hohoho...., jangan selugu itu memprediksi. Waktu sudah membuktikan bahwa Ahok adalah politikus tangguh yang rela menapaki anak tangga dari yang terbawah sekalipun. Kalau bergabung dengan partai gurem sudah pernah dilakoninya dan dia justru berhasil dengan strategi itu, jangan dikira menjadi Komisaris membuat Ahok tak bisa berbuat banyak!

Kenapa Ahok Perlu "Mencuci" Namanya?

Lihatlah bagaimana reaksi para politikus lainnya ketika nama Ahok mulai disebut bakal masuk ke jajaran petinggi BUMN. Ada yang mengatakan Ahok BERHAK atas kesempatan itu, sebab dia sudah menjalani masa tahanannya selama 2 tahun (walaupun tak pernah terbukti Ahok berada di balik bui).

Bahkan nettizen pun banyak yang secara sukarela ikut "membela" hak Ahok untuk jadi pejabat BUMN. Seolah cukup dengan menyandang status terpidana 2 tahun, maka Ahok yang sekarang adalah Ahok reborn, yang sudah bersih dan layak diberi kesempatan.

Adapula yang mencoba memblow up betapa bersihnya Ahok, atau dia kompeten untuk itu karena dia seorang Insinyur, dan 1001 alasan lainnya.

Kemarin, Ahok sudah resmi ditetapkan jadi Komisaris Pertamina, sebuah BUMN papan atas. Prediksi bahwa keputusan itu baru akan diumumkan pada minggu pertama Desember, ternyata dilakukan lebih cepat, 9 hari sebelum bulan November berakhir.

Besok-besok, akan makin banyak perbincangan tentang Ahok, pembelaan atas dirinya, pembersihan nama baiknya, aksi-aksi pencitraan untuk menggambarkan Ahok yang sekarang sudah berubah karakternya dibanding Ahok yang dulu, dll.

Ke depan, tak usah kaget jika Ahok akan terus menanjak, menapaki anak-anak tangga lagi. Soal aturan, apa sih yang tak bisa direvisi di negeri ini? Atas nama kepentingan kelompok berbagi jabatan, beralasan "demi kepentingan bangsa, untuk negara", semua bisa diatur bersama.

Ahok bukan anak kemarin sore. Dia sudah pegang berlembar-lembar kartu truf! Kalau tak diakomodir dalam lingkaran kekuasaan, dia bisa jadi si "Joker", yang konon orang baik yang tersakiti.

Jaringan bisnis yang selama ini mensponsori Ahok juga tentu tak mau investasinya hancur hanya karena Ahok kalah dalam Pilgub DKI.

Harus ada terobosan lain, agar kelak Ahok bisa mendapat porsi yang lebih besar dan membuka akses bagi bisnis mereka.

Seperti pegawai di SPBU, yang selalu menyapa "mulai dari nol ya, pak/bu?"

Sekarang Ahok juga sama "mulai dari komisaris dulu ya?"

Dan jangan naif bahwa di posisi ini Ahok tak akan bisa berbuat banyak! At least, ini anak tangga pertama yang akan didakinya.

Sebagai politikus tangguh yang ambisius, Ahok pantang menyerah sampai tujuannya tercapai.

Rakyat Indonesia – terutama ummat Islam – bisa apa?!

Apalagi sebagian yang dulu ikut berjuang menumbangkan Ahok pada Pilgub DKI 2017 dan mati-matian mendorong agar proses hukum atas Ahok ditegakkan lewat Aksi 411 dan 212, kini sudah terpecah.

Ada yang sudah apatis, cuek, bahkan ada yang sudah menyeberang membela hak Ahok untuk menduduki jabatan publik, termasuk para buzzer! (*)
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+