RIDHMEDIA - Sistem demokrasi di Indonesia saat ini sedang bermasalah. Hal itu ditandai dengan hilangnya oposisi dan dilemahkannya kekuatan masyarakat sipil.
Ketua Dewan Pengurus LP3ES Profesor Didik J Rachbini mengatakan, suara masyarakat sipil saat ini sangat lemah karena adanya kekuatan yang berupaya menekan. Hal itu terlihat ketika aspirasi publik di dunia maya diserang dan ditimpuk oleh pasukan siber. Selain itu, pemberangusan suara masyarakat sipil juga terjadi di dunia nyata.
"Orang berdemonstrasi ditangkap," kata Prof Didik dalam seminar "Outlook Demokrasi LP3ES: Menyelamatkan Demokrasi Indonesia" di Gedung ITS Tower, Jakarta Selatan, Sabtu (21/12/2019).
Melemahnya suara masyarakat sipil itu, lanjut Didik, semakin diperparah dengan hilangnya oposisi dalam sistem politik Indonesia pasca-pemilu 2019. Akibatnya, pemerintah berjalan tanpa kontrol.
"Meskipun oposisi dalam Pilpres, tapi akhirnya masuk juga ke koalisi pemerintah. Tanpa oposisi maka tak ada check and balance sehingga demokrasi menjadi cacat," ujar Didik.
Lebih lanjut, Didik menyebut suara DPR hari ini tidaklah mewakilkan aspirasi publik, melainkan suara yang seirama dengan kepentingan pemerintah. Apalagi dengan semakin menguatnya posisi seroang Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden.
"Ini siklus 20 tahunan," kata Didik.
Dalam kata pengantar Outlook Demokrasi LP3ES, Didik juga menjelaskan siklus ini. Setelah menikmati keterbukaan dan kebebasan usai runtuhya sistem Orde Baru, kini 20 tahun berselang terjadi pembalikan.
Siklus itu, kata dia, juga tampak ketika ide Nusantara bersatu mulai muncul pada 1908 lalu diikuti oleh Sumpah Pemuda tahun 1928. Lalu pada 1945 Indonesia Merdeka. 20 tahun berselang terjadi konflik sosial yang ditandai dengan Gerakan 30 September.
Kini, lanjut Didik, siklus itu kembali datang setelah 20 tahun reformasi. "Sistem demokrasi formal ini (sekarang) mengalami masalah," katanya. [ts]