RIDHMEDIA - Presiden Joko Widodo telah memberikan grasi kepada narapidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau yang menjerat mantan Gubernur Riau, Annas Maamun.
Komitmen Presiden Jokowi terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia semakin dipertanyakan setelah memberikan grasi terhadap narapidana kasus korupsi. Apalagi, Presiden Jokowi enggan mengeluarkan Perppu KPK yang banyak ditolak masyarakat lantaran dinilai dapat melemahkan lembaga Antirasuh tersebut.
Menanggapi putusan Presiden Jokowi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD enggan mengomentari terkait putusan presiden.
Padahal, Presiden Jokowi telah menyatakan mendapatkan rekomendasi dari Menko Polhukam sebelum memberikan grasi terhadap Annas Maamun.
Selain enggan mengomentari, Mahfud bahkan menyarankan agar tidak mempersoalkan dan membiarkan putusan presiden.
"Enggak ada, kan sudah pulang, biarkan saja," singkat Mahfud MD kepada wartawan usai menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (2/12).
Diketahui, KPK juga telah merespons atas putusan presiden. KPK merasa kaget mendengar keputusan tersebut. Sehingga, beberapa hari usai putusan grasi tersebut, KPK kembali membuka kasus lama yang menjerat Annas.
Selain kasus korupsi kasus alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun juga pernah dijadikan tersangka kasus pemberian suap terhadap sejumlah mantan anggota DPRD Provinsi Riau. Kasus tersebutlah yang kembali di buka penyidik KPK.
Berkas perkara tahap 1 tersebut juga telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sehingga, KPK berharap tidak terlalu lama lagi bisa masuk ke pelimpahan berkas tahap dua dan segera di sidangkan.
Diketahui, KPK telah menetapkan Annas sebagai tersangka karena telah melakukan pemberian janji atau sesuatu kepada mantan anggota DPRD Provinsi Riau pada 20 Januari 2015 lalu lantaran diduga terlibat suap dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) Tahun 2014 dan RAPBD Tambahan (RAPBDTA) Tahun 2015 di Provinsi Riau.
Pada kasus tersebut, Annas dijerat dengan pasal pemberian suap. Saat itu, KPK juga menetapkan tersangka terhadap anggota DPRD Provinsi Riau, Ahmad Kirjauhari sebagai tersangka penerima suap.
Dalam dakwaannya, Ahmad Kirjauhari disebut menerima uang Rp 1 miliar dari Annas terkait pembahasan RAPBD tersebut dan telah divonis bersalah.[rmol]
Komitmen Presiden Jokowi terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia semakin dipertanyakan setelah memberikan grasi terhadap narapidana kasus korupsi. Apalagi, Presiden Jokowi enggan mengeluarkan Perppu KPK yang banyak ditolak masyarakat lantaran dinilai dapat melemahkan lembaga Antirasuh tersebut.
Menanggapi putusan Presiden Jokowi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD enggan mengomentari terkait putusan presiden.
Padahal, Presiden Jokowi telah menyatakan mendapatkan rekomendasi dari Menko Polhukam sebelum memberikan grasi terhadap Annas Maamun.
Selain enggan mengomentari, Mahfud bahkan menyarankan agar tidak mempersoalkan dan membiarkan putusan presiden.
"Enggak ada, kan sudah pulang, biarkan saja," singkat Mahfud MD kepada wartawan usai menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (2/12).
Diketahui, KPK juga telah merespons atas putusan presiden. KPK merasa kaget mendengar keputusan tersebut. Sehingga, beberapa hari usai putusan grasi tersebut, KPK kembali membuka kasus lama yang menjerat Annas.
Selain kasus korupsi kasus alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun juga pernah dijadikan tersangka kasus pemberian suap terhadap sejumlah mantan anggota DPRD Provinsi Riau. Kasus tersebutlah yang kembali di buka penyidik KPK.
Berkas perkara tahap 1 tersebut juga telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sehingga, KPK berharap tidak terlalu lama lagi bisa masuk ke pelimpahan berkas tahap dua dan segera di sidangkan.
Diketahui, KPK telah menetapkan Annas sebagai tersangka karena telah melakukan pemberian janji atau sesuatu kepada mantan anggota DPRD Provinsi Riau pada 20 Januari 2015 lalu lantaran diduga terlibat suap dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) Tahun 2014 dan RAPBD Tambahan (RAPBDTA) Tahun 2015 di Provinsi Riau.
Pada kasus tersebut, Annas dijerat dengan pasal pemberian suap. Saat itu, KPK juga menetapkan tersangka terhadap anggota DPRD Provinsi Riau, Ahmad Kirjauhari sebagai tersangka penerima suap.
Dalam dakwaannya, Ahmad Kirjauhari disebut menerima uang Rp 1 miliar dari Annas terkait pembahasan RAPBD tersebut dan telah divonis bersalah.[rmol]