RIDHMEDIA - Kasus dugaan penindasan terhadap etnis Muslim Uighur di Xinjiang, China, bukan sekadar kekerasan terhadap kelompok agama tertentu. Melainkan upaya penindasan terhadap hak-hak hidup manusia di muka bumi.
Karena itu, pemerintah dituntut oleh masyarakat untuk segera mengambil sikap terhadap dugaan penindasan terhadap kaum minoritas Uighur.
Sayang, kemarin Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko malah menyatakan hal yang berbeda. Moeldoko menyebut Pemerintah RI tidak akan mencampuri urusan pemerintahan China terkait kasus Uighur.
Meski demikian, menurut tokoh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie, kebijakan politik pemerintah itu tak akan mempengaruhi sikap masyarakat Indonesia dan dunia untuk terus membela etnis Muslim Uighur.
"Suara pemerintah hanya sebagian saja dari suara nurani bangsa," ujar Jimly saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (24/12).
Ia sendiri mengaku tak mau ikut campur terhadap sikap politik pemerintahan Presiden Joko Widodo yang disampaikan Moeldoko.
Karena menurutnya, sikap itu adalah pilihan politik pemerintah meski tidak sesuai dengan bunyi sila ke-2 dari Pancasila tentang kemanusiaan yang adil dan beradab.
"Di mana ini adalah sikap dasar bangsa kita dalam menghadapi semua masalah kemanusiaan di mana saja berada," ujar Jimly.
Oleh karena itu, Jimly mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia dan dunia untuk tidak membohongi hati nuraninya atas kasus Uighur ini.
"Suara nurani terlepas dari politik pemerintah tetap boleh disuarakan oleh setiap warga masyarakat madani (civil society)," pungkas Jimly. [rml]
Karena itu, pemerintah dituntut oleh masyarakat untuk segera mengambil sikap terhadap dugaan penindasan terhadap kaum minoritas Uighur.
Sayang, kemarin Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko malah menyatakan hal yang berbeda. Moeldoko menyebut Pemerintah RI tidak akan mencampuri urusan pemerintahan China terkait kasus Uighur.
Meski demikian, menurut tokoh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie, kebijakan politik pemerintah itu tak akan mempengaruhi sikap masyarakat Indonesia dan dunia untuk terus membela etnis Muslim Uighur.
"Suara pemerintah hanya sebagian saja dari suara nurani bangsa," ujar Jimly saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (24/12).
Ia sendiri mengaku tak mau ikut campur terhadap sikap politik pemerintahan Presiden Joko Widodo yang disampaikan Moeldoko.
Karena menurutnya, sikap itu adalah pilihan politik pemerintah meski tidak sesuai dengan bunyi sila ke-2 dari Pancasila tentang kemanusiaan yang adil dan beradab.
"Di mana ini adalah sikap dasar bangsa kita dalam menghadapi semua masalah kemanusiaan di mana saja berada," ujar Jimly.
Oleh karena itu, Jimly mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia dan dunia untuk tidak membohongi hati nuraninya atas kasus Uighur ini.
"Suara nurani terlepas dari politik pemerintah tetap boleh disuarakan oleh setiap warga masyarakat madani (civil society)," pungkas Jimly. [rml]