Ridhmedia - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Said Aqil Siradj mengatakan, persoalan kebangsaan yang belum selesai hingga saat ini adalah kesenjangan ekonomi. Menurut dia, rakyat sudah dilecehkan dan menjadi korban dari masalah ketimpangan ekonomi.
"(Persoalan) yang belum (selesai) adalah toleransi di bidang ekonomi, harmonis di bidang ekonomi. Di kita sudah jadi korban, kita sudah ditinggal, kita selalu dilecehkan. Ketika ada kepentingan politik, kita diajak. Sudah selesai, kita ditinggal, rakyat ditinggal," kata dia dalam konferensi pers tentang refleksi akhir tahun 2019 di kantor PBNU, Jakarta, Kamis (2/1).
Kiai Said menambahkan, implementasi terhadap sila kelima Pancasila masih jauh dari apa yang telah dicita-citakan. Sedangkan untuk persoalan toleransi, dia mengatakan bagi NU itu sudah selesai. NU sudah paham semua dari pengurus pusat sampai ranting soal toleransi.
"Bahkan kita jadi pionir barisan paling depan dalam mengimplementasi toleransi, kebinekaan, kemanusiaan dan persatuan. Tapi sila kelima, bicara sosial, masih jauh dari yang kita cita-citakan," ucap dia.
PBNU, kata Kiai Said, juga mengingatkan tugas pemerintah adalah mengakselerasi pemerataan distribusi kesejahteraan dan sumber-sumber daya ekonomi yang berkeadilan.
NU mendorong agar pemerintah fokus menjalankan program pemerataan dan memotong mata rantai ketimpangan.
"NU melihat tujuh dekade pembangunan nasional belum mampu melenyapkan penyakit ketimpangan. Penyakit ini telah diwariskan sejak era kolonial yang menciptakan stratifikasi sosial berdasarkan penguasaan atas kue ekonomi," ujar dia.
Kiai Said menyebut bahwa penyakit itu diwariskan turun temurun setelah Indonesia merdeka. Ini terlihat dari langgengnya oligarki yaitu penguasaan atas aset ekonomi oleh segelintir orang. Presiden dan pemerintahan silih berganti, tetapi oligarki tidak pernah pergi. [rol]