Utsman Bin Affan Khalifah Yang Terzalimi

Ridhmedia
05/02/13, 16:04 WIB

Beliau ialah Abu Abdillah Utsman bin Affan bin al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf. Nasab ia bertemu dengan nasab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kakek keempat yaitu Abdu Manaf, di masa jahiliah ia dipanggil Abu Amr namun tatkala dari istri ia yaitu Ruqayyah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlahir seorang pria yang diberi nama Abdullah kemudian ia berganti menjadi Abu Abdillah, dan ia masyhur dengan julukan dzu nurain (pemilik dua cahaya).

Di masa jahiliyah Utsman bin Affan ialah seorang yang terpandang dan dimuliakan oleh kaumnya. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat pemalu, hartawan, dan pemilik petuah yang didengar. Karena itulah ia sangat dicintai dan dimuliakan oleh kaumnya. Ia tidak pernah sujud kepada sebuah patung pun, tidak pula berbuat keji, tidak pernah meminum khamar baik sebelum maupun sehabis Islam. Utsman bercerita, “Aku tidak pernah bernyanyi, tidak pula panjang angan-angan, saya pun tidak pernah menyentuh dzakarku dengan tangan kananku sehabis saya gunakan tangan itu untuk membai’at Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, saya tidak pernah minum khamar di masa jahiliah maupun sehabis Islam.”

Keutamaan Utsman bin Affan

Beliau termasuk as-sabiqun al-awwalun (orang-orang yang pertama menyambut dakwah Islam). Beliau mengikrarkan diri sebagai seorang muslim berkat dakwah Abu Bakr Ash-Shidddiq pada umur 34 tahun. Di dikala kaumnya menolak dan mengingkari usul dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ia justru membentangkan tangan, membuka hati, dan meyakini tanpa keraguan. Tatkala usul hijrah dikumandangkan ia ialah termasuk seorang yang tampil melaksanakan perintah sehingga ia dua kali berhijrah, ke negeri Habasyah dan Madinah.

Keunggulan sobat Utsman semakin tampak pada beberapa keadaan penting di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikala itulah figur Utsman dikenal sebagai salah satu sobat yang tidak disebut melainkan kebaikan. Di dikala animo paceklik panjang, kemiskinan dan kefakiran menjadi cuilan bagi setiap kaum muslimin. Di dikala itu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerukan usul jihad dan ia tengah menyiapkan pasukan besar untuk diberangkatkan dalam Perang Tabuk melawan pasukan Romawi. Pasukan itu disebut jaisyul ‘usroh lantaran sulitnya kondisi bahan para sobat pada dikala itu. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mendorong para sahabatnya untuk beramal dan bersedekah dalam rangka menyiapkan pasukan besar tersebut. Hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

“Barang siapa yang menyiapkan jaisyul usyroh, maka baginya surga.”

Tiba-tiba datanglah seorang saudagar kaya yang gemar memberi dialah Utsman bin Affan membawa kepingan-kepingan dinar berjumlah 1000 dinar kemudian diberikan di hadapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sambil memeganginya keluarlah ucapan yang masyhur dari bibir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia,

“Tidaklah memudharatkan Utsman apa yang ia lakukan sehabis ini.”

Dan juga pada dikala jumlah kaum muslimin semakin bertambah dan Masjid Nabawi serasa tidak sanggup lagi menampung jamaah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barang siapa membeli lokasi milik keluarga fulan kemudian menambahkan untuk ekspansi masjid dengan kebaikan maka ia kelak di surga.” Lalu Utsman membelinya dari kantong uang miliknya kemudian tanah itu diwakafkan untuk masjid.

Demikian juga tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah maka tidak dijumpai air tawar kecuali dari sumur rumah. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barang siapa membeli sumur dan mengakibatkan gayung miliknya bersama dengan gayung milik kaum muslimin maka kelak ia di surga.” Mendengar ucapan tersebut Utsman pun segera membelinya.

Kemudian satu hal yang dihentikan dilupakan – yang menambah kemuliaan sobat Utsman, ia ialah seorang mu’alim yang cinta kepada Alquran. Kecintaannya terhadap Quran telah membuahkan hasil yang senantiasa dikenang hingga hari kiamat, insiden pengumpulan Quran dan penyeragaman bacaan ialah bukti faktual bagi seorang yang mau merenunginya. Beliaulah sobat yang telah meriwayatkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,

“Sebaik-baik kalian ialah yang mempelajari Quran dan mengajarkannya.”

Dan suatu hari Utsman memanggil orang-orang, kemudian berwudhu di hadapan mereka, kemudian ia mengatakan, “Barang siapa yang berwudhu semisal wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat dan tidak berbincang-bincang di dalamnya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

Beliau juga sering memperingatkan insan dari ancaman dusta atas nama agama, dari beliaulah diriwayatkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka silakan mengambil kawasan duduk di neraka.”

Dan masih banyak lagi keutamaan-keutamaan ia yang lain, namun tidak ada yang lebih menggembirakan dari itu semua dibandingkan persaksian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Utsman ialah min ahlil jannah (salah satu penghuni surga).

Dari Abu Musa al-Asy’ari ia berkata, “Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke sebuah kebun dan ia memerintahku untuk menjaga pintu kebun tersebut, maka datanglah seorang pria meminta izin untuk masuk maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Izinkanlah ia masuk dan berikan kabar bangga kepadanya berupa surga.’ Ternyata ia ialah Abu Bakr. Lalu tiba seorang pria yang lain dan meinta izin untuk masuk, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Izinkanlah ia masuk dan berikan kabar bangga kepadanya berupa surga.’ Ternyata dia ialah Umar. Kemudian tiba lagi seorang yang lain meminta izin untuk masuk, namun sejenak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terdiam, kemudian ia mengatakan, ‘Izinkanlah ia masuk dan berikan kabar bangga kepadanya berupa nirwana atas bala yang akan menimpanya.’ Ternyata dia ialah Utsman bin Affan.”

Ishaq bin Rahawaih mengatakan, “Tidak ada seorang pun sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam orang yang paling baik di muka bumi ini kecuali Abu Bakr, dan tidak ada orang yang lebih baik sepeninggalnya kecuali Umar, dan tidak ada orang yang lebih baik sepeninggalnya kecuali Utsman, serta tidak ada orang yang lebih baik dan lebih mulia sepeninggalnya kecuali Ali.”

Gelombang Fitnah

Merupakan mukjizat kenabian, apa yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam niscaya terjadi. Abu Hurairah telah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya kalian akan menjumpai setelahku fitnah dan perselisihan atau perselisihan dan fitnah.” Maka berkata salah seorang, “Lalu kepada siapa kami akan memihak?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berpegangteguhlah kalian kepada al-Amiin ini dan sahabat-sahabatnya.” Lalu ia mengisyaratkan kepada Utsman.”

Maka atas apa yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Utsman pun mengetahui bahwa kelak ia akan dibunuh secara zalim, dan orang-orang yang keluar darinya akan menghalalkan darahnya ialah orang-orang munafik. Apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar terjadi, sehabis ia diangkat menjadi Khalifah kaum muslimin yang sah, ia banyak menuai protes, banyak mendapatkan kritikan dan tuduhan dari para pemberontak. Api itu makin menghalalkan darah Utsman. Di antara tuduhan-tuduhan keji mereka:

Pertama: mereka menuduh Utsman tidak berlaku adil dalam pengangkatan para pejabatnya lantaran ia mengutamakan keluarganya dan mencopot jabatan sebagian sobat kibar (senior), serta menggantinya dengan orang-orang yang lebih muda umurnya.

Jawaban atas tuduhan tersebut:
Adapun penggantian jabatan dari sobat senior kepada para pemuda, maka sungguh bagi ia terdapat panutan yang baik sebelumnya. Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menyiapkan pasukan besar untuk memerangi Romawi kemudian ia menunjuk panglimanya ialah Usamah bin Zaid yang tatkala itu masih berusia belia, sedang di belakangnya banyak para sobat senior ibarat Abu Bakr dan Umar…?? dan sebelum pasukan besar tersebut diberangkatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlebih dahulu meninggal dunia. Apa reaksi insan tatkala itu, mereka tiba kepada Umar untuk membujuk Abu bakar, semoga ia mencopot jabatan Usamah bin Zaid sebagai panglima, maka sobat Abu Bakr murka besar dan menyampaikan kepada Umar, “Wahai Umar, ia ialah orang yang telah diangkat pribadi oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian engkau memintaku untuk mencopotnya?!!”

Al-Imad Ibnu Katsir mengatakan, “Utsman ialah seorang yang berakhlak mulia, sangat pemalu, dan dermawan. Beliau sering mendahulukan keluarga dan kerabat-kerabatnya lantaran Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam rangka untuk ta’liful qulub (melunakkan hati), untuk suatu tujuan yang kekal melalui perkara-perkara dunia yang fana sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah memberi suatu kaum dan tidak menunjukkan kepada kaum yang lain untuk suatu tujuan semoga mereka menerima hidayah dan iman, dan sungguh untuk tujuan ini suatu kaum memahaminya, tidak sebagaimana kaum Khawarij telah melaksanakan protes atas apa yang diperbuat oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.”

Kedua: ia dituduh telah menciptakan masalah gres yang tidak ada rujukan sebelumnya ibarat pengumpulan ayat-ayat Quran dalam sebuah mushaf, ia tidak meng-qashar shalat tatkala di Mina, dan ia menambahkan adzan menjadi dua kali pada hari Jumat.

Jawaban atas tuduhan tersebut:
Adapun ia aben seluruh mushaf dan mengakibatkan satu mushaf saja yang disepakati maka justru para ulama memandang hal itu ialah perbuatan mulia yang mengakibatkan kemuliaan bagi sobat Utsman, lantaran berarti ia telah memupus benih-benih perpecahan di badan kaum muslimin perihal bacaan kitab suci mereka. Lihatlah apa tindakan Abu Hurairah sehabis Utsman melaksanakan apa yang ia lakukan terhadap Quran kemudian sobat Abu Hurairah menemuinya seraya mengatakan, “Sungguh engkau telah benar dan mencocoki kebenaran.”

Adapun tatkala di Mina ia shalat tepat dan tidak meng-qashar, maka ia menjawab sendiri tuduhan tersebut, “Ketahuilah, yang demikian ialah lantaran saya mendatangi suatu negeri yang di dalamnya terdapat keluargaku, sehingga saya menyempurnakannya lantaran dua asalan bermukin dan menjenguk keluarga.”

Dan Al-Hafizh telah menukil dari Al-Iman az-Zuhri ia mengatakan, “Utsman shalat tepat di Mina empat rakaat lantaran orang badui (Arab pegunungan) di tahun itu sangatlah banyak, maka Utsman hendak mengajari mereka bahwa shalat (zhuhur dan Ashar) ialah empat rakaat.”

Adapun perihal ia menambahkan adzan sebelum Jumat lantaran ia memandang terdapat maslahat yang menuntut akan hal tersebur, lantaran kota Madinah semakin luas dan orang-orang semakin banyak sehingga adzan tersebut ialah tanda bahwa shalat Jumat akan segera ditegakkan.

Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Saib bin Yazid bahwa Utsman menambahkan adzan kedua pada masanya lantaran tatkala itu insan yang tinggal di Madinah sudah sangatlah banyak.

Dan seandainya perbuatan itu munkar maka niscaya akan diingkari oleh para sobat senior yang tatkala itu masih hidup. Kalau demikian keadaannya, maka hal itu merupakan salah satu sunah khulafaur rasyidin dan sunah mereka ialah termasuk sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kita diperintah untuk berpegang teguh dengannya.

Ketiga: Beliau dicela lantaran beberapa tindakan di antaranya lantaran ia telah mangkir dalam Perang Badar, dan ketika Perang Uhud ia termasuk orang-orang yang ikut lari ke belakang dan ia tidak ikut dalam Bai’at Ridhwan.

Sahabat Abdullah bin Umar telah menjawab tuduhan-tuduhan tersebut sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari:

Seorang pria tiba dari Mesir untuk berhaji, kemudian ia melihat suatu kaum tengah duduk-duduk. Ia bertanya, “Siapa mereka?” Lalu dijawab, “Mereka ialah orang-orang Quraisy.” Ia berkata, “Siapa syaikh mereka?” Mereka menjawab, “Abdullah bin Umar.” Lalu ia bertanya, “Wahai Abdullah bin Umar, saya akan menanyakan beberapa hal kepadamu. Apakah engkau tahu bahwa Utsman telah lari dalam Perang Uhud?” Beliau menjawab, “Benar.” Ia melanjutkan, “Apakah engkau tahu bahwa ia juga telah mangkir dari Perang Badar?” Beliau menjawab, “Benar.” Ia bertanya lagi, “Apakah engkau tahu bahwa ia juga telah mangkir dalam Bai’at Ridhwan?” Beliau menjawab, “Benar.” Lalu pria itu mengatakan, “Allahu Akbar!!”

Ibnu Umar mengatakan, “Kemarilah, saya akan jelaskan kepadamu. Adapun Utsman telah lari dalam Perang Uhud maka saya bersaksi bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memaafkannya, lantaran Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ تَوَلَّوْا مِنكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطَانُ بِبَعْضِ مَاكَسَبُوا وَلَقَدْ عَفَا اللهُ عَنْهُمْ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh setan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan gotong royong Allah telah memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”(Q.S. Ali-Imran: 155)

Adapun ia mangkir dalam Perang Badar lantaran tatkala istri ia yaitu putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang sakit keras, sehingga ia diizinkan untuk tidak hadir dalam peperangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepadanya, “Sesungguhnya bagimu ibarat pahalanya orang yang ikut menyaksikan Perang Badar.” Dan mengenai absennya ia dalam Bai’at Ridhwan lantaran seandainya ada orang yang lebih mulia dari Utsman di Mekah maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengutusnya ke Mekah, maka tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya, ia menyampaikan ini ialah bai’atnya Utsman.” Setelah itu Ibnu Umar menyampaikan kepada pria tersebut, “Sekarang pergilah engkau.”

Wafatnya Utsman bin Affan Khalifah

Tatkala syubhat-syubhat – yang hakikatnya lemah tersebut – tidak sanggup terbendung maka api kebencian telah menyulut pada hati-hati para pemberontak. Akhirnya, mereka tiba ke Madinah dan mengepung rumah Utsman. Mereka meminta semoga Utsman meninggalkan kekhalifahannya atau mereka akan membunuhnya.

Namun, Ibnu Umar segera masuk menemui Utsman dan mendorongnya semoga ia jangan hingga menanggalkan kekhalifahannya lantaran berarti itu telah menciptakan sunah yang jelek, sehingga setiap kali insan tidak menyenangi pemimpinnya, maka mereka akan mencopot paksa kepemimpinan tersebut. Utsman pun menyadari bahwa inilah fitnah yang semenjak jauh-jauh hari telah diberitakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu, Utsman hanya sanggup bersabar dan menyerahkan urusannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Akhirnya, orang-orang Khawarij tersebut memanjat rumah Utsman, kemudian pedang-pedang mereka mengalirkan darah Utsman yang suci sedang ia tengah berpuasa dan membaca kitabullah, hingga tetesan darah pertama tatkala membaca,

فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Maka Allah akan memelihara kau dari mereka. Dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 137)

Di malam hari sebelum Utsman meninggal dunia, ia bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ia mengatakan, “Wahai Utsman, berbukalah bersama kami.” Dan tatkala shubuh ia berpuasa dan meninggal dunia di hari itu juga.

Mutiara Teladan

Beberapa pelajaran berharga di antaranya:

Aksi demonstrasi dan protes ialah buah teladan dari kaum Khawarij, dengan berpijak pada syubhat-syubhat yang lemah mereka menghalalkan yang haram. Pada hakikatnya mereka ialah orang-orang yang bahagia menciptakan kerusakan di muka bumi.
Merupakan kewajiban seorang mukmin tatkala mendapatkan gosip hendaklah untuk tasabbut (mencari kebenaran berita) terlebih dahulu, jangan pribadi asal percaya. Terlebih lagi jikalau gosip itu tiba dari orang-orang fasik yang tidak menjaga muru’ah. Quran mengajari kita berhati-hati dalam mendapatkan berita-berita yang belum terang sumbernya apalagi yang menyangkut kehormatan kaum muslimin.
Figur Utsman ialah teladan bagi kita dalam membelanjakan harta yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka hendaknya para saudagar kaya, para konglomerat, sadar bahwa harta akan bermanfaat baginya bila dipakai untuk menunjang kehidupan alam abadi yang kekal.
Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi 08 Tahun ke-10 Muharram 1431 H/2010

Artikel: www.KisahMuslim.com
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+