Jalur Evakuasi Defisit Bpjs Kesehatan

Ridhmedia
29/10/19, 18:51 WIB

OLEH: YUDHI HERTANTO
RIDHMEDIA - PERLU penanganan segera. Melebarnya defisit BPJS Kesehatan, menyampaikan pesan tentang masa depan program kesehatan nasional.

Sekurangnya terdapat situasi di mana seluruh pihak terkait menunggu dalam ketidakpastian, di mana dana bailout selisih anggaran BPJS Kesehatan tak selekasnya ditambal oleh pemerintah.

Nilai akumulasi defisitnya hingga 2019, diperkirakan bakal menyentuh Rp 32 triliun. Dibutuhkan gerak cepat serta perhatian oleh para pihak terkait guna menuntaskan persoalan tersebut secara komprehensif.

Gerakan moral yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Terawan buat menyumbangkan gaji serta tunjangan kinerjanya kepada BPJS Kesehatan merupakan niat mulia. Tetapi hal itu tak mencukupi. Memerlukan gerakan sistematik serta terstruktur, guna menyelesaikan problem defisit tersebut.

tahap progresif dengan menaikan cukai rokok rerata tertimbang sebesar 23 persen perlu diapresiasi. Setidaknya dalam dua hal;
(a) menambah income pendapatan cukai rokok,
(b) mereduksi jumlah perokok serta angka kesakitan akibat merokok.

Efektifkah? Masih dibutuhkan trial lapangan. Pada beberapa kajian ekonomi, kehendak merokok bakal tereliminasi dikala harga jual eceran rokok di atas Rp 70 ribu. Bila titik optimum harga buat berhenti merokok belum terlampaui, konversinya terjadi lewat penurunan jumlah konsumsi rokok.

Dengan kenaikan baru diperkirakan dampak domino pada harga eceran mengalami kenaikan 35 persen, sehingga belum bakal terlihat dampak domino langsung secara signifikan. Tetapi hal itu perlu diacungi jempol selaku sebuah kebijakan.

Solusi Naik Premi

Gagasan yang diusung serta Telah banyak dibicarakan ialah soal naik tarif premi BPJS Kesehatan, sebesar 100 persen buat kelas 1 serta 2, nampak menjadi opsi yang realistis. Hal itu merupakan penyelesaian ad hoc, selaku solusi parsial. Namun perlu dilakukan.

Bila dirunut ke belakang, skema negatif arus cash flow BPJS Kesehatan terjadi karna mermacam faktor penyebab. Dimulai dari persoalan kepatuhan pembayaran, moral hazard penggunaan pelayanan, hingga di titik ekstrim adanya potensi fraud.

Problem dominannya dikontribusi oleh kepentingan politik terkait. kenapa begitu? Karena persoalan perlindungan serta jaminan kesehatan, menjadi ranah kebijakan serta keputusan politik.

Narasi Jika negara memberikan perlindungan serta jaminan kesehatan ialah sebuah komitmen tekstual, belum sampai pada realitas faktual. Karena memang dibutuhkan sumberdaya yang mumpuni untuk  memastikan terciptanya perlindungan serta jaminan.

Dengan begitu, pilihan kenaikan premi ialah strategi jangka pendek. Perbaikan struktur layanan BPJS Kesehatan mengatasi defisit, membutuhkan kerangka jangka menengah-panjang. Termasuk pembenahan database peserta, hingga model rujukan layanan.

Paradoks dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan terjadi manakala keinginan besar atas jaminan serta perlindungan sektor kesehatan, berbanding terbalik dengan kapasitas serta kemampuan keuangan. Terlebih dengan model manfaat yang terlalu luas.

Mekanisme Hukuman

Pilihan naik premi serta atau rasionalisasi manfaat jelas perlu dihitung dampaknya. Rencana strategi yang bakal mulai dilakukan ialah mendorong proses penarikan premi lewat pendekatan kolektif berdasarkan wilayah, serta mendorong penerapan sanksi tunggakan.

Usulan buat menerapkan mekanisme punishment dengan sanksi berupa pembatasan akses layanan publik lainnya seperti tak bisa mengurus paspor, SIM, IMB, STNK serta pengurusan sertifikat tanah masih menjadi polemik kontroversial.

Penghilangan hak atas layanan publik selaku sebuah hukuman bagi warga negara akibat tak taat membayar premi BPJS Kesehatan, seolah menempatkan publik selaku sasaran objek sasaran.

Pada konteks komparasi yang berimbang, tak ada sanksi yang berlaku sama bagi para pejabat yang tak melaporkan harta kekayaannya, atau penghentian layanan publik selaku faktor pemberat hukuman bagi pelaku korupsi. Situasi kontras terjadi.

Maka prinsip hukuman yang tajam ke bawah tumpul ke atas kian tertanam dalam persepsi publik. Lebih jauh lagi, konsep keadilan yang berpihak pada kepentingan publik secara meluas menjadi tak terwakilkan. Pengelolaan pola manfaat perlu dibuat dalam mengantisipasi perilaku gagal bayar premi.

Sebagai sebuah asuransi gotong royong, yang berbeda dari prinsip asuransi komersial, mengakibatkan dua hal, (a) tata kelola yang disiplin serta (b) komitmen utuh dari pemangku kebijakan.

Bila aspek manajemen dengan sejumlah langkah Telah dirumuskan, sementara defisit tak juga tertanggulangi, maka langkah terakhir dikeluarkan selaku jurus pamungkas, yaitu pemenuhan dana talangan tanpa perlu ditunda-tunda.

Hanya dengan itulah kita melihat aktualisasi konkret selaku political will kekuasaan buat melindungi serta menjamin kepentingan seluruh publik tanpa terkecuali. Kita tak hendak proses evakuasi atas BPJS Kesehatan melaju layaknya gerak zig-zag, laju ambulans di keramaian. 

Penulis sedang menempuh Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid(rmol)
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+