Kisah Inspiratif: Wisudawan Terbaik Itb 2019, Anak Seorang Sopir

Ridhmedia
20/10/19, 03:49 WIB

Wisudawan Terbaik ITB 2019, Anak Seorang Sopir

“Cing pang bikinkeun pidato, bisi orang tua disuruh sambutan di acara wisuda, alhamdulillah si reza di wisuda tgl 19, comlaude 3,98, si rezana terpilih buat pidato mewakili wisudawan. orang tuana bisi di titah naik buat ngomong tapi teu bisa sieun grogi. pangnuliskeun sedikit tong panjang panjang, bikin ucapan terimakasih ka kampus jeung ka pengajar”. 

(Tolong buatkan konsep pidato, kalau-kalau saya diminta memberikan sambutan dalam acara wisuda. Alhamdulillah si Reza diwisuda tanggal 19, Cum Laude 3,98, si Reza terpilih buat berpidato mewakili wisudawan, orangtua takutnya diminta naik panggung tapi takutnya gak bisa ngomong. Tolong buatkan beberapa kalimat saja, ucapan terima kasih ke kampus serta para pengajar.)

Pesan lewat WA saya terima, sore hari. Membuat mata saya berkaca-kaca.

Bangga campur haru. Betapa tidak? Orang yang mengirim WA tersebut yaitu anak bibi. Saya, tahu banget kondisi ekonomi serta keluarganya. Sejak SMP ia sudah menjadi yatim piatu. SMA berjuang sendiri. Sewaktu SMA ia dengan temannya, sedang malam sering mencuri-curi belajar menyetir mobil truk punya temannya. Karena, buat belajar mengemudi dengan les tidak memiliki biaya. Ia minta temannya, buat mengajari mengemudi.

Setelah berkeluarga serta memiliki 3 orang anak. Berkah keterampilan belajar mengemudi otodidak, ia bekerja selaku sopir ekspedisi. Beberapa kali pindah perusahaan, bahkan pernah menjadi sopir sebuah travel Bandung – Jakarta. Namun, karna bangkrut travel tersebut. Ia perlu menganggur lama serta mencoba melamar menjadi sopir pribadi seorang pengusaha keturunan. Ekonomi keluarganya sangat jauh dari layak. Tapi, berkah kejujuran serta kesabaran akhirnya ia menjadi sopir pribadi pengusaha konveksi di Cimahi sampai sekarang.

Rumahnya sangat sempit beralaskan tanah, bahkan ketika disurvey pada waktu anaknya bakal mendapatkan bea siswa dari ITB oleh pihak kampus. Mereka sampai menggeleng-gelengkan kepala serta berdecak kagum. Orangtua calon mahasiswa yang bakal diberi bea siswa, benar-benar dari keluarga tidak mampu. Walaupun begitu, bisa mendidik seorang anak serta lolos ke ITB lewat bidik misi.

Rasanya belum lama sewaktu SMP, saya melihat ia dibonceng motor GL butut Bapaknya. Berkah hasil didikan Bapak-Ibunya yang mengutamakan adab serta karakter serta pengetahuan agama. Anak ini sangat rendah hati, setiap berbicara selalu membungkukkan badannya serta mencium tangan orang yang lebih tua. Bersekolah di pesantren Darul Falah, Cihampelas, Kab. Bandung Barat. Sebelumnya ia bersekolah di sebuah pesantren modern, karna cerdas ia mendapatkan bea siswa di sekolah tersebut. Namun ia pindah sekolah, karna tidak suka orangtuanya dikecewakan serta dibuat menangis oleh sekolah pertamanya.

Keadaan ekonomi yang serba kekurangan, karna pekerjaan hanya seorang sopir. Serba susah dalam segala hal, tidak menjadikan ia serta istrinya gagal dalam mendidik anak-anaknya. Kakaknya Reza, Firman bahkan menjadi guru honorer di salah satu sakola swasta. Tak jarang, honor Firman yang tidak seberapa. Harus diberikan ke Reza. “Buat biaya kuliah Reza aja, ia lebih membutuhkan daripada saya!” kata Firman kepada Ibunya, Bi Ika. Reza serta Firman perlu berpuasa Senin-Kamis buat mengurangi biaya makan. Mereka juga, membuka les belajar matematika serta fisika di rumahnya yang kecil. Untuk nambah-nambah biaya kuliah. Anak-anak yang mengikuti les di Reza sangat kerasan, karna ia mengajar dengan sabar serta gampang dimengerti.

Kemana-mana sering saya lihat, ia selalu membawa buku bacaan. Daripada mengobrol dengan teman sebayanya, ia lebih suka menghabiskan waktu dengan membaca buku. Pernah satu kali ia mencoba memecahkan satu soal matematika yang rumit. Ia tidak mau berhenti, terus mencari pemecahan soal yang sulit itu. Ia cari rumusnya serta ia pecahkan dengan caranya sendiri sampai ketemu. Reza pintar mengaji, setiap ada acara keluarga pasti ia membacakan Al Quran sebelum acara dimulai.

Disuruh Pulang Sendiri serta Diancam Tak Naik Kelas

“Urang mah pernah nyeri hate euy, basa Reza keur SMA. Abong ka jelema teu boga Reza pernah diancam ku sakolana teu naek kelas.” (Saya pernah sakti hati banget waktu si Reza di SMA. Mungkin karna kami orang gak punya).

“Kenapa sampai diancam gak naik kelas Mang?” Tanya saya.

“Sebabnya si Reza kan lolos seleksi olimpiade tingkat Asia di Surya Institut BSD. Si Reza, keukeuh pingin ikutan olimpiade membawa nama sekolah. Tapi sekolahnya gak mau menjamin si Reza naik kelas. Waktu itu kelas 2. Diancam tidak nak kelas karna di BSD perlu ikut karantina selama satu bulan,” Mang Wawan menjelaskan

“Terus?” Tanya saya, penasaran.

“Si Reza merasa kecewa banget serta sakit hati. Sekolah yang mau diwakili nama baiknya, malah belakang mengancam dia. Ia berangkat, ikut karantina di BSD. Namun, karna sikap sekolahnya yang tidak mendukung. Si Reza tidak bisa konsentrasi. Dalam Olimpiade Tingkat Asia ia hanya mendapat peringkat ke-9 dari seratus peserta dari seluruh Indonesia. Pulang dari tempat lomba, sekolahnya tidak mau menjemput. Terpaksa ia pulang sendiri dengan uang seadanya. Sampai di rumah ia menangis dalam pelukan ibunya. Sakit hati oleh perlakuan sekolahnya!” Mang Wawan, terhenti kalimatnya. Matanya berkaca-kaca, air mata keluar dari sudut matanya. Mata saya ikut basah.

"Keesokan harinya, diantar oleh ibunya ia minta pindah dari sekolah tersebut. Untunglah pesantren Darul Falah, yang juga memiliki SMA di Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat bersedia menerimanya. Bahkan, si Reza diberi bea siswa, seragam, peralatan sekolah. Pokoknya gratis semua. Gak bayar sepeser pun. Alhamdulillah, masih tahun yang sama mewakili SMA Darul Falah, ikut Olimpiade Sains tingkat Nasional (OSN). Si Reja berhasil meraih juara ke-1 tingkat Kabupaten, juara ke-1 tingkat Propinsi serta juara ke-2 tingkat Nasional di NTB. Pokokny saya merasa sangat bersyukur serta bangga dengan si Reza!” Mang Wawan berbicara panjang lebar.

Masuk di ITB

Lulus dari SMA, Reza mendaftar ke ITB lewat program Bidik Misi. Lulus, tanpa syarat. Bahkan, ketika disurvey ke rumahnya. Tim surveyor hanya bisa menggelengkan kepala. Rumah kecil dengan kondisi lantai setengah tanah. Di depan rumah, motor GL butut berwarna hitam kusam teronggok, buat menemani Mang Wawan berangkat kerja.

Selama di ITB, Reza setiap semester dipastikan menjadi juara serta membuktikan ia mahasiwa unggulan. Bahkan tahun 2018, ia terpilih mengikuti program KAIST di Korea. Piagam serta sertifikat memenuhi dinding kuning kusam rumah Mang Wawan gelap serta lembab.

Mungkin karna kecerdasan serta prestasinya, oleh dosen seringkali Reza dibawa ke proyek penelitian di seluruh Indonesia. Malah beberapa kali mewakili ITB mengikuti seminar, pelatihan serta penelitian.

Terbukti bukan kaya miskinnya seseorang, bukant tingginya jabatan yang menjadikan baik buruknya seseorang. Mang Wawan serta istrinya Bi Ika yang keduanya hanya lulusan SMA dengan ekonomi serba kekurangan. Berhasil mendidik anak-anaknya. Bahkan, Reza, berhasil menjadi wisudawan ITB terbaik 2019. Cum laude dengan IPK 3,98.

Keberhasilan mereka selalu saya jadikan contoh buat anak-anak. Kalau kita berusaha keras, tanpa lelah, fokus serta tidak melupakan yang Maha Kuasa, Allah SWT. Pasti berhasil.

Selamat buat Mohamad Reza Nurrahman semoga tetap istiqomah serta barokah ilmunya. Proud of you son!

*Sumber: https://dessulaeman.blogspot.com/2019/10/theres-will-theres-way.html
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+