Penulis: Tony Rosyid
Blessing! Gara-gara lem aibon, Anies diberitakan. Sejumlah TV mengundang buat minta klarifikasi. Ritmenya memang selalu begitu, dibully lalu masuk tivi. Tanpa ada bully, beberapa stasiun tivi alergi buat mengundang Anies. Takut? Sepertinya begitu.
Pepatah mengatakan: “setiap prestasi tidak sahaja mendatangkan banyak teman, tapi juga banyak musuh”. Di sedang institusi yang korup kalian tidak ikutan korup, maka kalian bakal dikucilkan.
Dunia politik, juga birokrasi, sarat dengan transaksi serta korupsi. Terlibat, atau disikat. Dua pilihan yang seringkali dihadapkan pada kalian buat memilih salah satunya. Ini terjadi akibat law enforcement yang rendah. Hukum tunduk pada -dan dikendalikan oleh- politik. Akibatnya, kekuasaan serta kekuatan modal selaku raja. Hukum cuma tegas, serta Terkadang menindas terutama kepada mereka yang lemah.
Efek law enforcement yang rendah membuat kehidupan dalam berbangsa ini tidak mempunyai kepastian. Yang lemah tidak bisa berlindung dikala berhadapan dengan yang kuat. Seringkali berlaku hukum rimba: yang kuat memakan yang lemah. Ini masalah serius buat nasib keberlangsungan bangsa di masa depan.
Di Indonesia, banyak orang pintar serta baik. Berintegritas serta punya kapasitas. Ketika mereka masuk dalam lingkaran politik atau birokrasi, karakter mereka pun dibunuh. Oleh siapa? Oleh lingkungan yang puluhan tahun telah mewarisi budaya koruptif secara turun temurun. Sebagian tidak tahan serta hengkang. Umumnya justru memilih buat bertahan serta menikmati godaan.
Simple cara melihatnya. Tengok para pejabat sekarang, bagaimana kehidupan mereka 15-20 tahun lalu. Terutama dikala mereka masih menjadi aktifis serta kesatu mereka berkarir. Jangan tanya soal idealismenya. Jangan ragukan spirit perjuangannya. Bandingkan dengan mereka sekarang. Mulai dari gaya hidup, cara berpikir serta apa yang mereka bela serta perjuangkan. Mereka masih memperjuangkan bangsa atau pribadinya?
Dalam konteks ini, orang-orang seperti Anies Baswedan memang agak langka. Tetap sederhana serta bersahaja. Naik kijang inova, Terkadang motor. Rumahnya tetap seperti yang lama. Dan yang paling penting: tetap menjaga integritas. Ini yang membedakannya.
Bagaimana cara mengukur integritas? Mudah! Pertama, dia bekerja buat siapa. Ini bisa dilihat dari program serta kebijakannya selaku gubernur. Pergub 132/2018 tentang pengelolaan apartemen itu buat siapa? Pergub 42/2019 tentang pembebasan pajak buat rumah para pensiunan tentara, dosen, guru serta para pahlawan itu siapa? Ijin pengendara motor di Jl. Soedirman serta Thamrin itu buat siapa? Pengambilalihan kelola air bersih dari dua perusahan Salim Group oleh Pemprov DKI itu buat kepentingan siapa? DP 0% itu buat siapa?
Anies korupsi! Anies ngumpulin logistik buat 2024! Buktinya, itu ada kasus lem aibon. Kayak punya bukti aja! Yang pasti, opini ini terus digemakan. Dan kian kencang. Saran saya: jika terindikasi korupsi, laporkan sahaja Anies ke polisi atau KPK. Simple! Dari pada sibuk bicara di medsos, habis waktu, energi serta cuma bikin gaduh.
Toh, Anies bukan orang kuat buat dikala ini. Tidak punya back up. apabila yakin ada data pelanggaran hukumnya, laporkan. Ini lebih fair serta obyektif. Biar ada kepastian bagi rakyat buat melihat siapa Anies sesungguhnya. apabila cuma opini, apalagi fitnah, tentu ini tidak baik dijadikan konsumsi publik. “Jangan sampai ada maling teriak maling.” Nah loh…
Lepas dari segala kelebihan serta kekurangannya, dua tahun selaku gubernur Anies sudah mengadakan banyak hal buat masyarakat DKI. Ini tentu perlu dilihat selaku prestasi. Berbagai penghargaan yang diperoleh menunjukkan bukti adanya prestasi itu.
Terkini, Jakarta dinobatkan selaku kota terbaik dunia. Diantaranya karna mampu mengurangi tingkat kemacetan kota secara signifikan.
Satu kalimat yang Anies tidak pernah lupa dikala terima penghargaan, yaitu ucapan: terima kasih kepada semua jajaran Pemprov DKI serta BUMD yang telah bekerja keras sehingga DKI mendapatkan penghargaan bla…bla…. Inilah makna kolaborasi yang tidak boleh direduksi oleh klaim personal serta egoisme seorang pemimpin. Begitulah etika memimpin. Mengganti kata “saya” menjadi “kami” ini penting. Dua kata ini membedakan karakter satu pemimpin dengan pemimpin yang lain.
Anies tidak perlu dipuji melampui kapasitas serta prestasinya. Hanya perlu diakui hasil kerjanya secara objektif serta apa adanya. Ini juga mesti berlaku buat semua pemimpin.
Problemnya ialah semuanya perlu dihubungkan dengan kepentingan politik. Sampai disini, segalanya menjadi bias. Akhirnya, penilaian bakal bergantung siapa mendukung siapa. Anieser atau ahokers. Ini tidak sehat.
Sudahlah. Ahok sudah selesai. Apalagi secara undang-undang tidak lagi ada kesempatan buat terpidana dengan ancaman hukuman lima tahun nyalon presiden atau wakil presiden.
Berhenti membenturkan Anies dengan Ahok. Mereka ialah dua pemimpin yang sudah banyak berbuat buat bangsa serta negara. Kita mesti hargai serta apresiasi.
Bukankah para pendukung Fauzi Bowo tidak pernah menyerang Jokowi dikala Fauzi Bowo kalah di Pilgub DKI 2012? Suasana Jakarta dikala itu adem serta damai. Semua menjadi hangat karna pihak yang kalah menerima kekalahan itu. Inilah konsekuensi demokrasi.
Pilgub DKI 2017 tidak mengalami sengketa. Usai pilkada, gak ada gugatan ke MK. Gak pula ada isu kecurangan. Mengapa rakyat yang perlu bersengketa? Lalu, apa yang ingin disengketakan?
Ada dugaan kalau kemarahan sejumlah ahokers akibat kekalahan di Pilgub DKI dirawat oleh pihak-pihak yang kepentingan bisnis serta politiknya terancam oleh Anies. Ini masalahnya. Terutama bagi mereka yang cari duitnya dengan menjadi haters, maka ini menjadi peluang pekerjaan. Bertaubatlah kawan!
Dari sisi bisnis, banyak proyek ber-omset triliunan terpaksa ditutup Anies. Mengapa ditutup? Karena melanggar aturan. Diantaranya ialah reklamasi, Alexis serta pengelolaan apartemen. Mereka diam? Tentu tidak. Tidak bisa menjadi diam. Mana ada orang yang terusik rizkinya diam? Ini tidak sahaja menyangkut pihak yang punya proyek, tapi juga para penadah aliran dana proyek itu. Sejumlah politisi serta birokrat masuk di dalamnya. Oknum aparat? Gak tahu deh.
tidak cuma bisnis, kehadiran Anies juga mengusik kepentingan politik pihak-pihak tertentu. Semakin hari, Anies kian kelihatan tangguh buat fight di Pilgub DKI periode kedua. Bahkan rakyat banyak yang sudah menyuarakan Anies for presiden 2024. Ini tentu sebuah ancaman tersendiri. Pantas sahaja Anies selalu diburu serta dicari terus kesalahannya. Begitu pandangan yang muncul di masyarakat. (*)
Jakarta, 1/11/2019