Ridhmedia - Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U), Yusuf Martak menanggapi pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi yang menyebut umat Islam salah jika teriak antiaseng atau China.
Dilansir dari Detik.com, Kamis (9/1/2020), menurutnya pendapat Fachrul tidak bijak.
"Kalau ada menteri yang mengeluarkan pendapat tidak bijak, menurut saya tidak perlu didengar," kata Yusuf.
"Kita umat Islam tidak pernah anti suku apapun. Saat ini justru ada suku dan kelompok tertentu yang anti Islam, bahkan jadi bandar membayar buzzer-buzzer dan penista agama untuk menyakiti dan menodai simbol-simbol Islam dan umat Islam," tambah Yusuf.
Yusuf lantas menyarankan agar Fachrul lebih baik mengurusi hal yang lebih penting. Dia juga meminta Presiden Joko Widodo untuk menegur Fachrul yang disebutnya sering menebar fitnah.
"Sangat tepat dan seharusnya Presiden menegur menteri yang sering menebar fitnah, dan lama-lama akan merugikan Presiden sendiri, ganti saja dengan orang pandai dan memang ahli di bidangnya, dari pada mengganggu kerukunan berbangsa dan bernegara," ucapnya.
Sebelumnya, Menag Fachrul Razi mengunjungi kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fachrul bicara soal modernisasi hingga ekonomi dan sekolah Islam.
Dalam paparannya, Fachrul kemudian bicara mengenai transformasi negara seperti maraknya pembangunan infrastruktur dimana kontraktor utama pembangunan itu adalah China. Fachrul kemudian mengatakan umat Islam seharusnya tidak anti dengan China.
"Waktu di Arab, dia membangun kereta api cepat yang menurut dia kereta api tercepat di dunia. Madinah-Jeddah-Mekkah. Itu kereta Rusia dan kontraktornya seratus persen China. Jadi waktu pembangunan itu teman-teman lihat banyak China di sana, ya memang seperti itu," kata Fachrul di kantor MUI, Jl Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/1).
"Jangan berpikir juga Islam itu tidak suka dengan aseng, jangan lupa pada saat mereka dari Arafah menuju Mina itu keretanya China, kontraktornya seratus persen China. Mungkin kalau kita ada Islam yang teriak antiaseng, saya kira salah. Tapi mungkin beda, mungkin di sana tidak ada pengangguran, mungkin kalau tenaga kerjanya banyak jadi gelisah," sambungnya.[ljc]