RIDHMEDIA - Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Partai Nasdem Saan Mustopa menilai rencana majunya Gibran Rakabuming Jokowi dan Bobby Nasution pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Solo 2020 bukan bentuk upaya membangun dinasti politik Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Saan menyebut anak dan menantu Jokowi itu hanya akan menapaki karir politik.
"Itu karir politik, bukan dinasti politik," kata Saan di Kompleks DPR RI, Jakarta, Senin, 16 Desember 2019. Menurut dia, dinasti politik terjadi jika pencalonan itu terjadi di level yang sama.
Misalnya, istri bupati yang mencalonkan diri menempati jabatan yang sama, lalu diikuti pencalonan anaknya di kemudian hari.
Dalam konteks Gibran, kata Saan, ada jarak level yang jauh antara posisi yang ingin diduduki ayah Jan Ethes itu dengan jabatan Jokowi saat ini. Disebut dinasti politik jika Jokowi mencalonkan istrinya, Iriana atau anak-anaknya menjadi presiden. "Kalau jaraknya tinggi, ini seorang presiden, putranya maju di wali kota, itu gimana kita bisa kategorikan dinasti? Toh tidak melanggengkan kekuasaan presiden," kata Wakil Ketua Komisi II DPR ini.
Nasdem, kata Saan, memang membuka peluang mengusung Gibran di pemilihan wali kota Solo dan Bobby di pilkada Medan. Kedua nama itu dipertimbangkan dalam proses penjaringan yang sedang dilakukan Nasdem.
Menurut Saan, partainya menghitung popularitas, penerimaan (acceptability), dan elektabilitas dari para bakal calon. Setelah tiga hal itu baru kemudian partai akan menghitung kapabilitas atau kemampuan para kandidat. Tiga faktor pertama itu penting dalam kontestasi pilkada.
Dia menilai popularitas Gibran dan Bobby tak perlu diragukan. Selain itu mereka juga diuntungkan karena Solo dan Medan merupakan tempat asal dan tempat tinggal masing-masing.
Mantan politikus Partai Demokrat itu menganggap lazim saja jika partai politik mencalonkan anak-anak pejabat publik karena dianggap berpeluang besar terpilih. "Daripada demi menghindari dinasti dan mencari calon lain yang peluang enggak terpilihnya tinggi, ya buat apa nyalonin kalau buat enggak terpilih?"[tpc]
"Itu karir politik, bukan dinasti politik," kata Saan di Kompleks DPR RI, Jakarta, Senin, 16 Desember 2019. Menurut dia, dinasti politik terjadi jika pencalonan itu terjadi di level yang sama.
Misalnya, istri bupati yang mencalonkan diri menempati jabatan yang sama, lalu diikuti pencalonan anaknya di kemudian hari.
Dalam konteks Gibran, kata Saan, ada jarak level yang jauh antara posisi yang ingin diduduki ayah Jan Ethes itu dengan jabatan Jokowi saat ini. Disebut dinasti politik jika Jokowi mencalonkan istrinya, Iriana atau anak-anaknya menjadi presiden. "Kalau jaraknya tinggi, ini seorang presiden, putranya maju di wali kota, itu gimana kita bisa kategorikan dinasti? Toh tidak melanggengkan kekuasaan presiden," kata Wakil Ketua Komisi II DPR ini.
Nasdem, kata Saan, memang membuka peluang mengusung Gibran di pemilihan wali kota Solo dan Bobby di pilkada Medan. Kedua nama itu dipertimbangkan dalam proses penjaringan yang sedang dilakukan Nasdem.
Menurut Saan, partainya menghitung popularitas, penerimaan (acceptability), dan elektabilitas dari para bakal calon. Setelah tiga hal itu baru kemudian partai akan menghitung kapabilitas atau kemampuan para kandidat. Tiga faktor pertama itu penting dalam kontestasi pilkada.
Dia menilai popularitas Gibran dan Bobby tak perlu diragukan. Selain itu mereka juga diuntungkan karena Solo dan Medan merupakan tempat asal dan tempat tinggal masing-masing.
Mantan politikus Partai Demokrat itu menganggap lazim saja jika partai politik mencalonkan anak-anak pejabat publik karena dianggap berpeluang besar terpilih. "Daripada demi menghindari dinasti dan mencari calon lain yang peluang enggak terpilihnya tinggi, ya buat apa nyalonin kalau buat enggak terpilih?"[tpc]