RIDHMEDIA - Persyaratan pencalonan eks napi korupsi baru saja direvisi pengaturannya di dalam Undang-Undang (UU) 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Revisi dilakukan karena Perkumpulan untuk Demokrasi dan Pemilu (Perludem) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) mengajukan uji materil Pasal 7 ayat 2 huruf g UU 10/2016.
Alhasil, persyaratan pencalonan yang pernah dipakai pada tahun 2009 kembali dimasukkan ke dalam UU 10/2016.
Alhasil, persyaratan pencalonan yang pernah dipakai pada tahun 2009 kembali dimasukkan ke dalam UU 10/2016.
Satu poin tambahan yang dimaksudkan itu adalah, mensyaratkan kepada eks napi koruptor untuk menunggu 5 tahun pasca menjalani hukuman pidananya jika ingin maju Pilkada.
Menurut Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari, putusan itu merugikan calon kepala daerah yang tersangkut korupsi, namun memberikan keuntungan bagi masyarakat pemilih.
"Pemilih dilindungi haknya dari potensi kealpaan memilih orang yang bermasalah sekaligus menjaga partai dari mencalonkan figur yang berpotensi menciptakan masalah yang sama jika memimpin," ujar Feri saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (12/12).
Sementara itu, Feri membeberkan putusan kerugian yang akan ditanggung calon kepala daerah yang pernah tersangkut kasus rasuah.
Dimana, terpidana kasus korupsi tidak akan bisa menjadi calon kepala daerah jika belum memenuhi 3 syarat yang ditetapkan MK.
Sehingga, implementasi putusan MK ini juga bakal menjadi alarm buat kepala daerah lainnya untuk tidak berperilaku koruptif saat memimpin.
"Kepala daerah akan ragu melakukan korupsi karena jika jadi terpidana maka mereka tidak akan dapat mencalonkan diri kembali," pungkas Feri. (Rmol)